Survei BI: Menuju Destinasi Superprioritas, NTB Perlu Perbaikan
Berbagai temuan penilaian wisatawan dipaparkan dalam Diseminasi Hasil Survei Perilaku Wisatawan Mancanegara dan Diskusi Pembangunan Pariwisata ”Membangun Pariwisata Melalui Desa Wisata” di Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Oleh
ISMAIL ZAKARIA/KHAERUL ANWAR
·5 menit baca
MATARAM, KOMPAS — Banyak hal harus dibenahi para pihak agar Nusa Tenggara Barat benar-benar siap menjadi salah satu destinasi pariwisata superprioritas Indonesia. Modalnya sudah ada, yakni penilaian wisatawan asing yang menyebut pariwisata di sana sudah bagus.
Bekerja sama dengan Universitas Mataram, survei dilakukan Bank Indonesia (BI) dalam dua tahap, yakni tahap pertama pada Juli-Agustus dan tahap kedua pada November 2019. Survei difokuskan di beberapa titik, antara lain Bandara Internasional Lombok di Kabupaten Lombok Tengah dan tiga gili (Gili Terawangan, Gili Meno, dan Gili Air di Lombok Utara). Total narasumber sebanyak 600 orang.
Berbagai temuan penilaian wisatawan dipaparkan dalam Diseminasi Hasil Survei Perilaku Wisatawan Mancanegara dan Diskusi Pembangunan Pariwisata ”Membangun Pariwisata Melalui Desa Wisata”, di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), Selasa (19/11/2019). Turut hadir, antara lain, Wakil Gubernur NTB Sitti Rohmi Djalillah, Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTB Achris Sarwani, Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTB Wahyu Ari Wibowo, Staf Ahli Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif untuk Mandalika dan Morotai Ari Suhendro, dan Pengurus Desa Wisata Bangsring Banyuwangi Busairi. Perwakilan kelompok sadar wisata dari sejumlah desa di Lombok dan Sumbawa juga hadir.
Achris mengatakan, survei menyasar wisatawan mencanegara (wisman) karena Pemprov NTB selama ini belum memiliki data, seperti lama tinggal, usia wisatawan, dan pengeluaran wisman di Lombok.
Dari hasil dua kali survei, menurut Wahyu, karakteristik wisman yang datang ke NTB didominasi wisman berusia 20-39 tahun, jumlahnya mencakup 76-78 persen. Usia 40-60 tahun sebanyak 12,79 persen. Sisanya berusia di bawah 20 tahun dan di atas 60 tahun. Rata-rata wisman tinggal di NTB 3-5 hari.
Tiga gili favorit
Tiga gili masih menjadi destinasi favorit, baik untuk dikunjungi maupun sebagai tempat tinggal selama berada di NTB. Khusus November, wisman banyak yang memilih tinggal di Sumbar. Saat ditanya apakah berminat kembali ke NTB, sebagian besar wisman menyatakan ingin kembali dengan persentase 82-86 persen.
Alam sudah bagus, tetapi bukan keunggulan yang kompetitif. Wisman tidak lama di sana.
Wahyu menambahkan, selain karakteristik wisman, mereka juga menyurvei opini wisman terhadap pariwisata NTB, baik itu aksesibilitas, amenitas, maupun atraksi. Promosi dan harga juga menjadi hal yang ditanyakan kepada wisman.
”Secara umum, wisman menilai pariwisata NTB sudah bagus. Akan tetapi, kalau kita perdalam dari sisi komponen itu, masih ada kendala,” kata Wahyu.
Menurut Wahyu, dari sisi aksesibilitas, 25-30 persen wisman menyatakan masih ada masalah. ”Masalah itu bukan jalan rusak, melainkan ketersediaan penerbangan atau flight yang dibutuhkan untuk ke Lombok atau harga tiket yang mahal sehingga menjadi hambatan,” kata Wahyu.
Dari sisi amenitas, wisatawan masih melihat NTB kurang bersih. ”Hal itu bisa dilihat dari sampah plastik yang bertebaran di mana-mana, termasuk kebersihan toilet. Kalau ke sejumlah obyek wisata, kadang sulit menemukan toilet atau bak sampah,” kata Wahyu.
Untuk atraksi, kata Wahyu, NTB belum begitu variatif. Memang ada atraksi alam, budaya, dan buatan. ”Alam sudah bagus, tetapi bukan keunggulan yang kompetitif. Wisman tidak lama di sana, siang atau sore sudah balik, sehingga yang perlu didorong adalah budaya dan buatan,” kata Wahyu.
Saat ini, di Lombok, misalnya, atraksi budaya dan buatan sudah ada, tetapi masih sangat terbatas. ”Kalau menyebut Lombok, paling gendang belek (alat musik tradisional yang dimainkan berkelompok) atau peresean (pertarungan antara laki-laki menggunakan rotan dan perisai). Pilihannya sedikit jika dibandingkan dengan Bali atau Yogya. Ini menjadi pekerjaan pihak terkait, seperti pelaku budaya,” tutur Wahyu.
Atraksi buatan juga terbatas. Wisman mencari sesuatu yang unik untuk mereka lihat, rasakan, dan terlibat di dalamnya.
”Untuk harga-harga selama berwisata di NTB, responsnya bagus. Begitu juga dengan promosi, apalagi di zaman teknologi 4.0 atau digital yang lebih mudah,” katanya.
Secara persentase, opini wisman terhadap pariwisata NTB mendapat nilai 70-80 persen. Paling tidak, NTB butuh nilai sekitar 90 persen untuk bisa menjadi wilayah superprioritas pariwisata. Jika tidak, sulit bersaing tidak hanya dengan Bali atau Yogyakarta, tetapi juga negara-negara di Asia Tenggara yang memiliki karakteristik wilayah yang sama, seperti Filipina dan Thailand.
Jadi gambaran
Survei itu diharapkan memberi gambaran pemprov untuk mengembangkan pariwisata NTB. Ini mengingat dalam daftar pertanyaan survei itu menyangkut obyek wisata yang diminati, jenis akomodasi, asal wisatawan, usia rata-rata wisatawan, segmen pasar wisatawan (tinggi, menengah, dan backpacker), termasuk pengeluaran mereka selama tinggal di NTB, khususnya Lombok.
”Diseminasi ini bertujuan memotret apa yang disukai dan membuat wisatawan mancanegara mau datang ke sini (Lombok). Obyek wisata apa saja yang dikunjungi, suvernir seperti apa yang disukai. Yang penting wisatawan mau datang ke Lombok, entah mau langsung atau mampir di daerah lain bukan soal. Itu kira-kira tujuan diseminasi survei ini,” tutur Achris.
Survei ini dinilai penting bagi pemerintah, pelaku, dan komunitas pariwisata di NTB sekaligus menjadi gambaran perilaku wisatawan dalam menyiapkan akomodasi, cenderamata, dan jenis wisata yang diinginkan, seperti petualangan dan obyek wisata bersejarah.
M Syaufi, dosen Fakultas Ekonomi Universitas Mataram, mengatakan, hasil survei merupakan ”pekerjaan rumah” dan sangat tergantung kemauan politis dari pemerintah untuk menjawabnya. Dari survei itu, wisatawan yang ke Lombok terbanyak usia muda, milenial, kemudian wisatawan backpacker. ”Tentunya di obyek wisata tertentu, hotel yang dibangun menurut kelas wisatawannya,” ujar Syaufi yang terlibat langsung dalam survei itu.
Perihal upaya Pemprov NTB mengembangkan desa wisata, berdasar survei itu, wisatawan ternyata kurang suka mengunjungi desa wisata. Namun, lebih suka wisata alam seperti pantai dan gunung. Untuk menarik wisatawan mancanegara ke desa wisata, kata Syaufi, dengan memanfaatkan online marketing yang lebih murah biayanya.
Wakil Gubernur NTB Sitti Rohmi Djalillah mengatakan, hasil survei Bank Indonesia itu penting. Apalagi, saat ini NTB tengah mengembangkan berbagai destinasi, salah satunya Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika.
”Jadi, kami bisa bekerja dengan data sehingga program terutama anggaran bisa tepat sasaran dan efektif,” kata Sitti.
Ari menambahkan, saat ini pemerintah pusat tengah mendorong berbagai hal, terutama untuk mendukung KEK Mandalika termasuk di dalamnya terkait aksesibilitas, amenitas, dan atraksi. Aksesibilitas misalnya, pembangunan jalur penghubung pesawat (taxiway) Bandara Internasional Lombok (BIL), pembangunan jalan Bypass dari BIL ke KEK Mandalika, dan pembangunan Pelabuhan Gili Mas.