Subsidi Pemerintah Masih Pegang Porsi Terbesar Pembiayaan MRT Jakarta
Subsidi dari Pemprov DKI Jakarta kepada penumpang MRT Jakarta, mengambil porsi terbesar dari keseluruhan penerimaan MRT. Demi tarif yang terjangkau, subsidi pemerintah masih amat dibutuhkan.
Oleh
Agnes Rita Sulistyawaty
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Subsidi dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta kepada penumpang MRT Jakarta, mengambil porsi terbesar dari keseluruhan penerimaan salah satu operator kereta perkotaan di Jakarta ini. Demi menerapkan tarif yang terjangkau, subsidi pemerintah kepada penumpang kereta masih amat dibutuhkan.
Direktur Keuangan dan Manajemen Korporasi PT MRT Jakarta Tuhiyat, Selasa (19/11/2019), mengatakan, porsi subsidi pemerintah berkontribusi atas 58 persen dari total penerimaan PT MRT Jakarta. Adapun tiket penumpang baru memberikan 18 persen pemasukan. Sejumlah 24 persen penerimaan lainnya diperoleh dari pendapatan lain di luar penjualan tiket.
"Subsidi tidak bisa dihilangkan selama kita mau tarif ke penumpang ini rendah. Kemungkinan subsidi bisa digeser, tetapi harus melalui proses panjang dan lama," kata Tuhiyat dalam kelas Fellowship Jurnalis 2019 di kantor MRT Jakarta.
Besar subsidi kepada penumpang MRT (public service obligation/PSO) senilai Rp 560 miliar. Subsidi itu dialokasikan untuk 9 bulan terhitung sejak MRT beroperasi 1 April 2019 hingga Desember 2019. "Subsidi baru dicairkan setelah audit dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)," ujarnya.
Adapun penerimaan dari penjualan tiket diperkirakan mencapai Rp 180 miliar dalam 9 bulan. Tiket yang dibebankan ke penumpang, kata Tuhiyat, jauh di bawah angka ideal. Dari perhitungan MRT, seorang penumpang seharusnya membayar Rp 30.000. Saat ini, rata-rata penumpang membayar Rp 8.000. Selisih biaya yakni Rp 22.000 per penumpang ini ditanggung Pemprov DKI Jakarta.
Tahun 2020, kebutuhan PSO diperkirakan sekitar Rp 900 miliar untuk menyubsidi penumpang MRT selama 12 bulan. Rata-rata jumlah penumpang kini berkisar 90.000 pengguna sehari. Tahun depan, rata-rata penumpang MRT diperkirakan sekitar 100.000 pengguna per hari.
Penerimaan di luar penjualan tiket sebesar Rp 225 miliar. Penerimaan di sektor ini antara lain berasal dari pemasangan iklan, kontrak pemakaian nama di stasiun (naming right), sewa tempat untuk ritel, dan telekomunikasi.
"Selain meningkatkan pendapatan di luar penjualan tiket, kami juga berusaha melakukan efisiensi internal," kata Tuhiyat.
Hal lain yang disiapkan PT MRT Jakarta adalah kawasan berorientasi transit (KBT/transit oriented development). Bila aturan mengenai Panduan Rancang Kota (PRK) sudah disetujui Gubernur DKI, MRT akan segera membangun kawasan di sekitar stasiun. Lima stasiun pertama yang akan dibangun adalah Dukuh Atas, Istora Senayan, Blok M, Fatmawati, dan Lebak Bulus.
Selain meningkatkan pendapatan di luar penjualan tiket, kami juga berusaha melakukan efisiensi internal.
Pembangunan yang diperkirakan membutuhkan waktu 1-5 tahun ini berpotensi memberikan pendapatan Rp 240 triliun. Adapun modal untuk pembangunan KBT diperkirakan Rp 120 triliun. Pemilik tanah dan pemilik gedung di sekitar kawasan KBT akan mendapatkan porsi peran penting dalam pembangunan KBT ini.
Subsidi bagi penumpang juga diberlakukan di sejumlah moda angkutan umum lainnya seperti bus transjakarta dan KRL Commuterline. Di KRL, pemerintah pusat mengalokasikan Rp 1,3 triliun untuk subsidi penumpang tahun 2019. Rata-rata, KRL mengangkut 1 juta penumpang saban hari.