Lorong antara Gedung H dan Gedung A Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta, ramai dilalui warga yang antre berobat. Sejumlah perawat mendorong pasien yang terbaring di tempat tidur beroda dengan selang infus.
Oleh
DEONISIA ARLINTA / EVY RACHMAWATI
·4 menit baca
Suasana di sejumlah unit layanan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Senin (18/11/2019), sekitar pukul 13.00 tampak ramai dipadati pengunjung. Di sejumlah poliklinik rawat jalan, para pasien dan keluarga mereka tampak duduk menunggu giliran untuk berobat.
Antrean panjang pun terjadi di bagian farmasi. Hesti (47), warga Kabupaten Bogor, misalnya, menemani anaknya yang menderita penyakit autoimun berobat sejak sebelum pukul 07.00. ”Kalau konsultasi ke dokter cepat, yang lama antre obat,” kata Hesti yang jadi peserta program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) ini.
Setahun terakhir ia bolak-balik ke RSCM mengantar anaknya berobat. Beberapa kali ia harus antre periksa dari pagi sampai sore lantaran berkas rekam medisnya lambat tiba di poliklinik. Meski demikian, ia bersyukur anaknya perlahan pulih. ”Awalnya anak saya tak bisa jalan. Sekarang sudah bisa jalan sendiri,” ujarnya.
Kalau konsultasi ke dokter cepat, yang lama antre obat.
Di sisi lorong lain, akhir pekan lalu Padmi (35) bersama sanak saudaranya duduk melingkari tiga kotak bekal. Sayup terdengar suara Padmi menyuruh adiknya agar mengerok lehernya. ”Capek semalam belum tidur menanti pindahan di ruang rawat biasa. Penuh,” kata Padmi yang anaknya dirawat karena gangguan autoimun. Sebagai pasien JKN-KIS, ia berharap anaknya mendapat perawatan yang baik.
Hesti dan Padmi hanya segelintir dari ratusan ribu orang yang menggantungkan harapan akan kesembuhan anggota keluarganya yang dirawat di RSCM, Jakarta. Hari ini, Selasa, 19 November 2019, rumah sakit yang berstatus sebagai rumah sakit rujukan nasional ini genap berusia 100 tahun. Selama itu pula, banyak pasien dari wilayah Indonesia dengan berbagai latar belakang penyakit datang ke rumah sakit itu.
”Sebagai rumah sakit rujukan nasional, kami wajib menerima pasien yang tak bisa ditangani di semua kelas rumah sakit. Jika, misalnya, tidak ada jalan lain, mereka biasanya langsung menuju RSCM dengan persoalan penyakit yang banyak butuh perawatan di ICU (Unit Layanan Intensif),” kata Direktur Utama RSCM Lies Dina Liastuti.
Berdiri pada 1919, RSCM dirancang untuk melayani masyarakat di bidang kesehatan sekaligus memajukan pendidikan kedokteran di Indonesia. Rumah sakit ini berganti nama beberapa kali. Awalnya namanya Centrale Burgerlijke Ziekenhuis (CBZ) yang bangunannya disatukan dengan STOVIA, sekolah dokter waktu itu. Penggabungan ini saling memudahkan keduanya; STOVIA lebih mudah mendapat pasien yang diperlukan bagi pendidikan, sementara CBZ dimudahkan mendapat tenaga spesialis untuk layanan kesehatan.
Pada 1942, saat Indonesia diduduki Jepang, RS ini berubah nama jadi Ika Daiku Byongin/Rumah Sakit Perguruan Tinggi, lalu berubah jadi Roemah Sakit Oemoem Negeri (RSON) pada 1945 dan RS Umum Pusat pada 1950. Rumah sakit ini resmi jadi Rumah Sakit Tjipto Mangoenkoesoemo pada 1964.
Kini, berbagai perkembangan terjadi. Dari semula hanya melayani 300 pasien, kini RSCM menangani sekitar 4.000 pasien rawat jalan setiap hari. Berbagai fasilitas pendukung tersedia, mulai dari IGD, layanan rawat jalan dan rawat inap, unit diagnostik, seperti laboratorium dan radiologi, serta unit tindakan, seperti bedah, radioterapi, layanan jantung terpadu, dan bayi tabung.
Kini RSCM juga membuka layanan eksekutif Kencana bagi pasien umum. Gedung Kencana itu tampak bersih, tertata rapi, dengan penyejuk ruangan. Sejumlah pengunjung duduk di sejumlah sofa di lantai dasar gedung itu.
Terobosan
Sejumlah terobosan baru juga banyak dicapai di RSCM. Misalnya, sel punca, pemanfaatan robotik untuk layanan prostat, bayi tabung, transplantasi hati, transplantasi ginjal, dan intervensi nonbedah. Lies mengatakan, pengembangan inovasi terus dilakukan agar kian banyak dan mudah layanan diberikan bagi masyarakat. ”Kami hanya ingin menekankan pada nilai-nilai yang kami yakini, yaitu menolong dan memberi yang terbaik bagi masyarakat,” ucapnya.
Perolehan akreditasi internasional yang didapat RSCM tak semata agar diakui di tingkat global, tetapi juga kepastian semua layanan terstandar dengan baik. Layanan berstandar internasional ini diberikan kepada semua pasien.
Melalui akreditasi internasional, juga akan makin banyak warga dunia memercayakan kesehatannya kepada Indonesia. Perbaikan sistem jadi prioritas dalam jangka pendek dan menengah RSCM. Perluasan layanan ICU yang kini baru memiliki 68 tempat tidur diharapkan terwujud guna memperluas layanan. Penguatan rumah sakit binaan RSCM didorong agar makin banyak pasien dengan penyakit tertentu bisa ditangani lebih dini.
Kami hanya ingin menekankan pada nilai-nilai yang kami yakini, yaitu menolong dan memberi yang terbaik bagi masyarakat.
Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Bidang Forensik dan Medikolegal Budi Sampurna menyatakan bangga pada prestasi RSCM. Mutu layanan serta pengembangan pendidikan dan riset berkembang pesat. Sumber daya manusia RSCM pun jadi sumber daya unggulan di dunia internasional.
Namun, dukungan pendanaan untuk pengembangan riset dan teknologi perlu ditingkatkan. Harapannya, kerja sama dengan swasta lebih terbuka agar perbaikan dan inovasi mudah dilakukan. Wajah dunia kesehatan dan kedokteran Indonesia tampak dalam metamorfosis rumah sakit itu selama seabad.