Pesawat ”Aeromodelling” Berbahan Barang Bekas dari Boyolali
Berbekal ketekunan dan pantang menyerah, Pungky Sasando (23) mewujudkan obsesinya sejak kecil membuat pesawat ”aeromodelling”. Pesawat buatannya yang sebagian komponennya memanfaatkan sampah diminati banyak pehobi.
Oleh
ERWIN EDHI PRASETYA
·4 menit baca
Berbekal ketekunan dan semangat pantang menyerah, Pungky Sasando (23) akhirnya bisa mewujudkan obsesinya sejak kecil membuat sendiri pesawat aeromodelling. Pesawat aeromodelling yang sebagian besar memanfaatkan barang bekas itu menjadi incaran pehobi dari sejumlah daerah.
”Sejak kecil saya suka pesawat. Kebetulan saya tinggal di dekat Bandara Adi Soemarmo, Boyolali. Jadi, kalau terdengar ada pesawat mau mendarat, saya berlari ingin melihatnya dari dekat,” kata Pungky di rumah orangtuanya di Desa Gagaksipat, Kecamatan Ngemplak, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, (14/11/2019).
Saat duduk di bangku kelas 6 SD, Pungky meminjam sebuah buku prakarya di perpustakaan sekolahnya, SD Negeri 1 Gagaksipat. Di dalam buku itu ada tutorial membuat pesawat dari kertas. Ia pun mencoba membuat dan berhasil.
Pada 2011, Pungky melihat komunitas aeromodelling bermain di dekat Bandara Adi Soemarmo. ”Saya cuma sebagai penonton waktu itu,” katanya.
Anggota komunitas aeromodelling memainkan pesawat jenis outdoor hand launched glider (OHLG) atau pesawat layang tanpa remote control. Pesawat itu diterbangkan dengan mengandalkan daya dorong tangan. Pungky tertarik mempelajari dan mencoba membuatnya sendiri dari tripleks dengan bentuk yang sama. ”Ketika saya terbangkan, ternyata enggak seperti harapan saya, enggak bisa terbang,” katanya.
Pungky pun kecewa, tetapi enggan menyerah. Ia mencoba terus hingga akhirnya pesawat OHLG buatannya berhasil terbang. Ia pun melakukan pengembangan model.
Pada 2017, Pungky berhasil membuat pesawat aeromodelling pertamanya terbang mengangkasa menggunakan remote control.
Pada 2015, ia melihat komunitas aeromodelling Tomcat Solo memainkan pesawat aeromodelling yang menggunakan remote control (RC) di proyek Tol Solo-Kertosono yang saat itu belum jadi. ”Setiap kali Tomcat main di situ, saya cuma lihat dan membantu mengambilkanpesawat yang mendarat,” katanya.
Pungky pun tertantang membuat pesawat aeromodelling RC. Namun, ia belum bisa menerbangkan pesawat buatnya kerena tidak mampu membeli paket remote control.
Tahun 2017, seorang pehobi pesawat aeromodelling asal Solo, dr Topan, membelikannya remote control lengkap dengan perangkat elektronik untuk membuat pesawat aeromodelling. Ia berhasil membuat pesawat aeromodelling pertamanya terbang mengangkasa menggunakan remote control.
Ia lantas menggandeng kenalannya yang bisa membuat miniatur pesawat, Deni Kurniawan, untuk mengembangkan desain. ”Awalnya cuma hobi buat, lalu diterbangkan. Namun, teman-teman komunitas Tomcat berminat lalu minta dibikinkan. Berawal dari situ, kami mulai jualan pesawat,” katanya.
Pungky dibantu Deni membuat pesawat aeromodelling dari bahan polyfoam untuk badan, ekor, dan sayap. Ia juga memanfaatkan beberapa barang bekas, seperti stereofoam bekas kotak penyimpanan buah-buahan untuk badan pesawat. Selain itu, tutup botol air mineral bekas dan bagian atas kaleng parfum bekas juga dimanfaatkan untuk velg ban pesawat.
Selain itu, tutup botol air mineral bekas dan bagian atas kaleng parfum bekas juga dimanfaatkan untuk velg ban pesawat.
Pungky juga memanfaatkan kawat payung bekas untuk pengendali gerakan sayap dan ekor. ”Botol parfum bekas dan kawat payung itu saya carinya di rongsokan,” ujarnya.
Pungky kini membuat beberapa jenis pesawat aeromodelling, antara lain jet, pesawat latih, aerobatik, dan glider berbagai ukuran. Pesawat model jet dijual seharga Rp 300.000-Rp 600.000 kosong tanpa remote control. Jika dilengkapi remote control dan siap terbang, harganya mencapai Rp 2,5 juta.
Jenis pesawat latih dengan bentang sayap 120-150 sentimeter harganya Rp 700.000 per buah tanpa remote control. Adapun jika dilengkapi pengendali jarak jauh (remote control), harganya Rp 2,5 juta-Rp 3 juta. ”Biasanya, anggota komunitas aeromodelling beli tanpa remote control karena bisa merakit sendiri. Tapi, kalau pemula, belinya satu paket dengan remote control siap pakai,” katanya.
Pesanan pun kini terus mengalir. Ia memanfaatkan grup Facebook komunitas aeromodelling untuk mempromosikan pesawat buatannya. Saat ini, setiap bulan, Pungky dan Deni bisa menjual 2-3 pesawat berbagai jenis dan ukuran. Pembeli berasal dari sejumlah daerah, mulai dari Solo, Yogyakarta, hingga Timika (Papua Barat). ”Bulan ini sudah ada pesanan tiga pesawat,” katanya.
Ingin fokus menggeluti usaha pesawat aeromodelling, Pungky yang telah menempuh studi hingga empat semester di Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah, Surakarta, kini memilih keluar. Hal ini bisa dipahami kedua orangtuanya, yang merantau di Tangerang, Banten dan membuka usaha katering.
Pungky kini bisa membuktikan, hobi yang digelutinya bukan cuma menghamburkan uang, tetapi sebaliknya bisa menjadi sumber penghasilan yang menguntungkan jika digeluti serius. Dari barang bekas, Pungky mengembangkan usaha rintisan dengan keuntungan jutaan rupiah.