Studi kelayakan penerapan transaksi nirsentuh di jalan tol telah rampung. Lelang penyelenggara dijadwalkan awal tahun 2020. Namun, sistem itu mensyaratkan integrasi.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Program elektronifikasi jalan tol melalui transaksi nirsentuh diharapkan bisa diterapkan akhir tahun depan. Dengan proses transaksi yang lebih efisien, arus kendaraan diyakini lebih lancar, sementara fungsi jalan tol lebih optimal.
Akan tetapi, penerapannya tak sekadar soal pemilihan teknologi. Transaksi tanpa sentuh di jalan tol membutuhkan integrasi data kendaraan, sistem pembayaran, dan penegakan hukum lalu lintas.
Kepala Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Danang Parikesit mengatakan, studi kelayakan penerapan transaksi nirsentuh di jalan tol telah selesai disusun Roatex, badan usaha dari Hongaria. Menurut rencana, pihaknya bakal melelang penyelenggara transaksi pada awal 2020. Namun, ada sejumlah hal yang mesti disiapkan dan dikoordinasikan dengan lembaga/instansi lain.
”Sistem transaksi nirsentuh sangat mengandalkan registrasi dan identifikasi secara elektronik. Sistem ini mesti dibangun salah satunya melalui pertukaran data dan infomasi,” kata Danang di Jakarta, akhir pekan lalu.
Ada tiga bagian yang mesti dipersiapkan untuk sistem transaksi nirsentuh. Di hulu, kendaraan mesti teregistrasi, sementara di tengah soal penggunaan teknologi, dan di hilir soal penegakan hukum. Menurut Danang, baik di hulu maupun di hilir, memerlukan integrasi data dan melibatkan Kepolisian RI.
Adapun soal teknologi identifikasi kendaraan, ada beberapa jenis teknologi yang bisa diterapkan, antara lain Radio Frequency Identification (RFID), Dedicated Short Range Communication (DSRC), Automatic Number Plate Recognition (ANPR), serta global navigation system atau sistem berbasis satelit. Kewenangan untuk penggunaan jenis teknologi berada di Kementerian Komunikasi dan Informatika.
”Bank Indonesia (BI) mengusulkan agar dibuat nota kesepahaman spesifik untuk pengenalan sistem transaksi elektronik di jalan tol. Jadi, nota kesepahaman itu melibatkan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, BI, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Asosiasi Tol Indonesia, dan BPJT,” ujar Danang.
Akses penyelenggara pembayaran nirsentuh diharapkan terbuka bagi semua dompet elektronik atau tidak eksklusif. Soal sistem pembayaran juga diharapkan ada mekanisme penjaminan yang melibatkan lembaga penjamin untuk memastikan hak operator jalan tol terpenuhi.
Direktur Operasi PT Jasa Marga (Persero) Tbk Subakti Syukur, pihaknya tengah menguji coba sistem transaksi nirsentuh, baik dengan alat yang dipasang di kendaraan (on board unit/OBU) maupun teknologi berjenis RFID. Uji coba digelar di 38 titik gerbang tol di Jabodetabek dan 3 titik di tol Bali Mandara. Pihaknya akan menambah lokasi uji coba sampai 200 titik.
Berkaca dari negara lain yang telah menerapkan mekanisme nirsentuh, persentase maksimal kendaraan yang tidak teridentifikasi atau terbaca oleh sistem nirsentuh adalah 0,3 persen. Penyebabnya, semisal pelat nomor kendaraan yang tidak terbaca sistem.
Oleh karena itu, identifikasi akan dilakukan secara manual dengan mencermati rekaman dari kamera-kamera yang terpasang di jalan tol. Dengan demikian, kendaraan beserta pemiliknya akan terlacak untuk kemudian dilakukan penagihan pembayaran.
Agar transaksi nirsentuh berjalan lancar, integrasi data harus dilakukan, baik dengan pemerintah daerah maupun Kepolisian RI. Subakti mencontohkan, untuk penggunaan RFID, kendaraan mesti diregistrasi beserta dengan surat tanda nomor kendaraan dan nama pemiliknya.
Jangan membebani
Terkait dengan sistem pembayaran, menurut Subakti, yang diperlukan adalah sistem yang penetrasinya ke masyarakat paling besar. Bagi operator, yang penting adalah penindakan atau penegakan hukum agar operator tidak dirugikan.
Sementara itu, Presiden Direktur PT Marga Mandala Sakti Kris Ade Sudiyono mengatakan, pihaknya telah menguji coba transaksi nirsentuh berbasis DSRC. Uji coba sekaligus bersama berbagai sistem pembayaran, baik yang berbasis dompet elektronik maupun berbasis peladen.
Menurut Kris, tiga aspek yang harus dapat dipenuhi dalam penerapan transaksi nirsentuh adalah keandalan sistem, baik di depan maupun belakang, kemampuan beberapa sistem bekerja bersamaan (interoperability), serta kemungkinan untuk dilaksanakan sesuai kebutuhan di lapangan.
Kebutuhan di lapangan tersebut meliputi sistem pengumpulan transaksi di tol, alat pembayaran yang saat ini sudah ada, sistem penarifan tol secara terbuka ataupun tertutup, serta sistem integrasi di beberapa ruas jalan tol. Dengan uji coba tersebut, pihaknya dapat memitigasi persoalan yang dapat muncul di lapangan.
Syarat penerapan transaksi nirsentuh di jalan tol adalah tidak akan menambah beban pengguna jalan tol melalui kenaikan tarif.
”Dengan penerapan teknologi free flow system, kendaraan tidak perlu berhenti sehingga tidak terjadi penumpukan di gerbang transaksi tol,” kata Kris.
Sebelumnya, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono menegaskan, syarat penerapan transaksi nirsentuh di jalan tol adalah tidak akan menambah beban pengguna jalan tol melalui kenaikan tarif. Biaya dan keuntungan bagi penyelenggara transaksi nirsentuh berasal dari efisiensi yang diperoleh dari penerapan sistem itu.