Kelenturan pada taktik membuat sejumlah tim mampu memetik kemenangan atas lawan yang di atas kertas lebih kuat. Kejelian serta kelenturan menjalankan taktik inilah salah satu esensi pembinaan sepak bola usia muda.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH
·5 menit baca
KOMPAS/ADRIAN FAJRIANSYAH
Laga antara SSB Bina Taruna (biru) dan SSB Benteng Muda IFA (hijau) pada pekan kesembilan Liga Kompas Gramedia U-14 di Stadion Ciracas, Jakarta Timur, Minggu (17/11/2019). Bina Taruna menang 3-0 atas Benteng Muda IFA. Kemenangan itu membuat Bina Taruna naik tangga klasemen dari peringkat kelima ke peringkat ketiga dengan raihan 20 poin.
JAKARTA, KOMPAS — Dalam kompetisi usia muda, baik pelatih maupun pemain dituntut fleksibel. Mereka dituntut bisa menjalankan berbagai macam taktik ataupun strategi. Selain untuk menambah wawasan maupun ilmu, perubahan strategi juga krusial untuk menuai hasil positif. Sejumlah tim membuktikan itu pada laga pekan kesembilan Liga Kompas Kacang Garuda U-14 di lapangan GOR Ciracas, Jakarta Timur, Minggu (17/11/2019).
Salah satu hasil mencolok dari perubahan strategi itu terjadi dalam laga SSB Salfas Soccer melawan SSB Matador Mekarsari. Dalam laga itu, di atas kertas, Salfas Soccer berada di bawah Matador Mekarsari. Pasalnya, hingga pekan kedelapan, Salfas Soccer hanya duduk di peringkat ke-12 dengan enam poin, sedangkan Matador Mekarsari adalah pemuncak klasemen dengan 22 poin.
Namun, Pelatih Salfas Soccer Irwan Salam ternyata sangat jeli melihat kemampuan pemain dan kondisi lawan. Ia memainkan semua pemain cadangannya lebih dulu untuk memenuhi persyaratan rotasi pemain. Setelah 15 menit, para pemain cadangan itu dikeluarkan semua dan diganti para pemain inti.
Formasi pun diubah dari 4-3-3 dengan dua gelandang bertahan menjadi 4-3-3 dengan hanya satu gelandang bertahan. Hasilnya, mereka berhasil mencuri kemenangan 2-1 atas Matador Mekarsari. Dengan itu, mereka naik tangga klasemen dari peringkat ke-12 menjadi ke-11 dengan sembilan poin. Adapun Matador Mekarsari turun dari peringkat pertama menjadi kedua dengan tetap 22 poin.
Menurut Irwan, selama ini, pemain cadangan diturunkan di 15 menit akhir laga. Ternyata, cara itu justru menjadi penyebab timnya sering kalah ataupun imbang karena kecolongan gol di akhir laga. Memang terjadi ketimpangan kualitas antara pemain inti dan cadangan. Itu menjadi masalah ketika pemain cadangan turun di akhir laga, para pemain inti sudah tidak punya stamina prima untuk melapis pemain-pemain cadangan tersebut.
KOMPAS/ADRIAN FAJRIANSYAH
Laga antara SSB Kabomania (hijau) dan SSB Pelita Jaya (merah) di pekan kesembilan Liga Kompas Gramedia Kacang Garuda U-14 di Stadion Ciracas, Jakarta Timur, Minggu (17/11/2019). Dalam laga itu, Kabomania takluk 0-2 dari Pelita Jaya. Hasil itu membuat Kabomania menuai kekalahan perdana di musim ini. Mereka pun hanya tertahan di peringkat kempat dan gagal mendekati dua tim penguasa klasemen sementara.
”Dari itu, saya ubah strategi untuk memainkan lebih awal para pemain cadangan itu. Dengan begitu, pemain inti masih punya tenaga untuk melapisi mereka yang dianggap lubang kelemahan. Ternyata, hasil itu jitu. Paling tidak, kami membuktikan bisa mengalahkan pemuncak klasemen sementara,” ujar Irwan yang musim lalu membawa Salfas Soccer duduk di peringkat kedua klasemen akhir.
Perubahan strategi juga memberikan hasil positif untuk SSB Pelita Jaya. Dalam laga pekan ini, tim yang hingga pekan kedelapan berada di peringkat kesepuluh itu secara mengejutkan bisa menaklukan tim yang hingga pekan kedelapan duduk di peringkat keenam, SSB Siaga Pratama, dengan skor 2-0. Hasil itu membuat Pelita Jaya naik ke peringkat kesembilan dengan sepuluh poin, sedangkan Siaga Pratama turun ke peringkat delapan dengan 12 poin.
Pelatih Pelita Jaya Ferry Rumbayan menuturkan, secara jujur, timnya segan dengan Siaga Pratama yang berada di peringkat lebih tinggi. Untuk itu, mereka coba bermain aman dengan memakai formasi 4-5-1 dari sebelumnya sering bermain dengan formasi 4-3-1-2 dan 4-4-2. Formasi yang baru dicoba itu membuat tim lebih kuat secara bertahan dan mengandalkan serangan balik saat menyerang.
Ternyata, itu ampuh merendam dan membuat frustrasi para penyerang lawan. Saat lawan kebingungan untuk menyerang dan lengkah bertahan, Pelita Jaya pun berhasil mencuri dua gol. ”Di luar itu, hari ini, para pemain saya sangat bugar. Hal itu membuat mereka bisa disiplin di posisi masing-masing. Itulah kunci kemenangan kami kali ini,” kata Ferry.
Pelatih SSB Bintang Ragunan Teuku Chairul Wisal menyampaikan, di kompetisi usia muda, pelatih maupun pemain tidak bisa hanya mengandalkan strategi itu-itu saja dan hanya mengandalkan fisik belaka. Kompetisi usia dini adalah wadah untuk pelatih maupun pemain belajar. Untuk itu, mereka harus berani mengeksplorasi kemampuan dengan mencoba beragam strategi dan menaruh pemain di macam-macam posisi.
Teuku, misalnya, dia sudah mencoba sedikitnya enam formasi dari pekan pertama hingga kesembilan. Para pemainnya juga dituntut bisa bermain di dua hingga tiga posisi berbeda. Cara itu membuat mereka bisa menjawab tantangan di setiap laga. Hal itu juga membuat pemain bisa mencari posisi yang benar-benar ideal untuk mereka.
”Walau sudah punya posisi saat ini, para pemain itu, kan, belum benar-benar tahu potensi aslinya karena ini masih tahap belajar. Boleh jadi mereka bisa bermain lebih baik di posisi berbeda. Ini banyak terjadi di sejumlah pemain profesional, seperti Hamka Hamzah yang dulu berposisi penyerang belakangan menjadi bek,” tutur Teuku.
Secara keseluruhan, dengan sifat fleksibel itu, Bintang Ragunan yang notabene tim pendatang baru atau promosi berhasil merangsek ke papan tengah. Setelah menang 3-1 atas SSB Siaga Pratama di pekan ini, mereka naik tangga klasemen dari peringkat kedelapan menjadi ketujuh dengan 14 poin. ”Sekarang, secara bertahap, kami mengincar masuk ke zona papan atas (lima besar klasemen),” kata Teuku.
Faktor fisik
Pandangan berbeda ditunjukkan oleh Pelatih Matador Mekarsari Supriyono Prima. Menurut dia, kunci utama permainan adalah fisik pemain. Strategi apa pun tidak akan jalan jika fisik pemain tidak bugar. Hal itu yang terjadi pada timnya ketika takluk 1-2 dari Salfas Soccer.
Dalam laga tersebut, kata Supriyono, lima hingga enam pemainnya tidak dalam kondisi prima. Salah satu yang paling fatal untuk tim saat kapten sekaligus playmaker Raditya Agustin mengalami keluhan di perut. Raditya salah mengonsumsi makanan sebelum bertanding. Hal itu membuat perut melilit, tetapi tetap mencoba main.
Ternyata hal itu membuat Raditya tidak bermain optimal. Dia tidak sanggup berlari dan umpannya sering salah. Permainan cepat yang diinginkan tim dengan formasi 4-4-2 pun tidak bisa berjalan. ”Raditya ini penyuplai bola dari tengah ke sayap agar bisa bermain menyerang dengan cepat. Namun, tadi, dia tidak bisa memerankan tugasnya dengan baik karena cedera. Akhirnya, kami pun sulit mencetak gol dan justru kecolongan gol,” ungkap Supriyono.
Supriyono menyampaikan, hasil itu juga menjadi pembelajaran untuk para pemainnya. Paling tidak, mereka harus mulai melatih kedisiplinan diri mulai dari manajemen waktu hingga makanan yang harus dikonsumsi. Kedisiplinan itu akan sangat berpengaruh saat mereka sudah menjadi pemain profesional ke depan.
”Jadi, pembinaan usia muda tidak hanya soal taktik, fisik, dan skill pemain. Yang juga sangat penting adalah kedisiplinan pemain di dalam dan luar lapangan. Khusus luar lapangan, itu tidak akan jalan tanpa kesadaran diri pemain. Sebab, kami tidak bisa mengontrol mereka saat di luar lapangan,” tutur Supriyono.