Anggota Polri Dilarang Bergaya Hidup Mewah dan Hedonis
Pimpinan Polri melarang seluruh personel menunjukkan gaya hidup mewah dan hedonis. Aturan itu merupakan bagian upaya memperbaiki kultur anggota kepolisian di lingkungan tugas dan ketika berinteraksi dengan masyarakat.
Oleh
M Ikhsan Mahar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Pimpinan Kepolisian Negara RI melarang seluruh personel untuk menunjukkan gaya hidup mewah dan hedonis. Aturan itu merupakan bagian dari upaya untuk memperbaiki kultur anggota kepolisian di lingkungan tugas dan ketika berinteraksi dengan masyarakat.
Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri Inspektur Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengungkapkan, peraturan penataan kelembagaan itu berlaku untuk seluruh personel Polri dan pegawai negeri di lingkunagn Polri, baik Markas Besar Polri dan markas satuan kewilayahan. Aturan itu tertuang dalam surat telegram nomor ST/30/XI/HUM.3.3./2019/DIVPROPAM yang ditandatangani oleh Listyo pada 15 November 2019.
Terdapat tujuh poin aturan dalam surat telegram itu. Pertama, personel dan pegawai negeri Polri tidak menunjukkan, memakai, dan memamerkan barang mewah dalam kehidupan sehari-hari ketika berdinas dan area publik. Kedua, senantiasa menjaga diri, menempatkan diri untuk berpola hidup sederhana di lingkungan internal dan kehidupan bermasyarakat. Ketiga, tidak mengunggah foto atau video di media sosial yang menunjukkan gaya hidup yang hedonis karena dapat menimbulkan kecemburuan sosial.
Dikenakan sanksi tegas bagi anggota Polri yang melanggar.
Keempat, menyesuaikan norma hukum, kepatutan, kepantasan dengan kondisi lingkungan tempat tinggal. Kelima, menggunakan atribu Polri yang sesuai dengan penyamarataan. Keenam, pimpinan, kepala satuan kewilayahan, perwira dapat memberikan contoh perilaku dan sikap yang tidak memperlihatkan gaya hidup yang hedonis, terutama bhayangkari (istri personel Polri) dan keluarga besar Polri. Ketujuh, dikenakan sanksi tegas bagi anggota Polri yang melanggar.
“Aturan itu menindaklanjuti program penguatan promoter terkaitdengan penataan kelembagaan dan perubuhan kultur. Alhasil, tujuan utama aturan itu untuk mewujudkan Polri promoter dan lebih dipercaya publik,” kata Listyo yang dihubungi di Jakarta, Minggu (17/11/2019).
Listyo mengungkapkan, surat telegram itu merupakan arahan lebih lanjut dari dua peraturan yang telah diterapkan di lingkungan Polri sebelumnya, yaitu Peraturan Kepala Polri (Perkap) Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara RI serta Perkap No 10/2017 tentang Kepemilikan Barang yang Tergolong Mewah oleh Pegawai Negeri pada Polri.
Agar berjalan efektif, aturan ini harus dilaksanakan mulai level pimpinan hingga level terbawah.
Menurut komisioner Komisi Kepolisian Nasional, Poengky Indarti, menilai, langkah Divisi Profesi dan Pengamanan Polri (Propam) merupakan bentuk dari ikhtiar untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih. Setelah reformasi, lanjutnya, Polri adalah institusi yang paling banyak bersentuhan dengan masyarakat, sehingga diharapkan anggota kepolisian dapat menunjukkan sikap hidup sederhana dan tidak berjarak dengan masyarakat.
Menurut dia, dengan menghindari kesan hidup yang berlebihan, dapat membuat Polri lebih dekat dengan masyarakat, sebab Polri memiliki tugas untuk melayani, mengayomi, melindungi masyarakat, dan penegakan hukum.
“Agar berjalan efektif, aturan ini harus dilaksanakan mulai level pimpinan hingga level terbawah, serta dijalankan juga oleh seluruh keluarga personel Polri. Di sisi lain, Propam wajib mengawasi dan memeriksa apabila ada personel Polri yang hidup mewah untuk memastikan barang mewah atau gaya hidup itu diperoleh dengan cara bertentangan hukum,” kata Poengky.