Hailai, Jejak Jaya Judi di DKI
Gedung Hailai di Ancol, Jakarta Utara, sedang menuju akhir riwayatnya. Bersama keruntuhan itu, Hailai membawa kenangan tentang beragam hiburan, termasuk perjudian yang jaya semasa Ali Sadikin.
Gedung Hailai di Ancol, Jakarta Utara, sedang menuju akhir riwayatnya. Pemandangan di kompleks Hailai, Rabu (13/11/2019) siang, menunjukkan bahwa keruntuhannya disengaja. Bersama keruntuhan itu, Hailai membawa kenangan tentang beragam hiburan yang pernah tersaji di sana. Salah satunya, perjudian yang jaya semasa Ali Sadikin memimpin DKI Jakarta.
Di bagian barat Hailai, puing-puing penghancuran gedung telah menggunung hingga lantai dua. Satu ekskavator bertengger di atas kumpulan puing itu. Bagian dalam gedung seakan telanjang karena beragam material gedung telah dicopoti.
Setelah dibongkar, material dikumpulkan dan dipisahkan sesuai jenisnya. Besi dengan besi, kayu dengan kayu. Oleh pembongkarnya, barang-barang ini dijual sebagai material bekas pakai. ”Besi contohnya, bisa dijual dengan harga Rp 7.000 per kilogram,” ucap pelaksana pembongkaran gedung Hailai, Hasan.
Hasan mengatakan, pihaknya dua bulan lalu memenangi lelang yang diadakan pemilik gedung, PT Philindo Sporting Amusement and Tourism Corporation, untuk membeli bangunan Hailai dan membongkarnya guna mendapatkan material-material bekas yang berharga. Material itu antara lain besi rangka, kayu-kayu, seng, marmer, dan sisa kabel.
Saat mengikuti lelang, Hasan mendapat informasi bahwa ia berpotensi mengumpulkan 500 kilogram besi sehingga bisa meraup sekitar Rp 3,5 miliar hanya dengan menjual besi bekas gedung. Potensi pendapatan hanya dari besi setidaknya memungkinkan Hasan balik modal sebab pihaknya membeli gedung Hailai Rp 1,05 miliar dan mengeluarkan biaya operasional, termasuk sewa alat berat, dengan besaran yang hampir setara. Belum pendapatan dari hasil menjual jenis material lain.
Namun, peluang untung sepertinya menguap, bahkan Hasan ragu bisa balik modal. Itu lantaran Hailai Ancol terbakar hebat pada Senin (4/11/2019) malam, diduga akibat percikan api pengelasan besi di dalam gedung. Banyak kayu dan kabel yang dilalap. Seng tidak laku lagi dijual karena sudah keropos. Nilai jual batang-batang besi merosot karena menjadi lentur setelah terbakar.
Meski demikian, sekali layar terkembang, pantang surut ke belakang. Hasan meneruskan pembongkaran yang sudah berjalan sebulanan ini dan ditargetkan bangunan ”lenyap” menjelang akhir tahun nanti. Kabar yang didengarnya, lahan eks Hailai bakal dimanfaatkan sebagai tempat parkir.
Hiburan malam
Hasan menambahkan, gedung sudah sekitar 10 tahun kosong. Sepanjang yang dia tahu, Hailai sebelumnya terkenal sebagai tempat hiburan malam. Ada juga bagian gedung yang difungsikan sebagai restoran. ”Saya dulu lewat saja. Kalau masuk, tidak pernah,” ucap Hasan.
Pedagang kaki lima di seberang Hailai, Asep, juga mengetahui gedung itu memiliki riwayat sebagai diskotek. Setahu dia, Hailai ramai sampai sekitar tahun 1995. ”Banyak pengunjung keluar-masuk sini. Sekitar pukul 21.00 atau 22.00 mulai ramainya.”
Hasan dan Asep tidak salah. Hailai memang punya riwayat sebagai tempat hiburan malam yang tersohor. Cobalah mencari video dengan kata kunci ”hailai” di Youtube, niscaya musik-musik bertempo cepat yang cocok untuk berjoget muncul. Akan tetapi, mereka tidak tahu kalau beberapa puluh tahun lalu Hailai juga hidup sebagai tempat berjudi yang berizin.
Di zaman Ali Sadikin menjabat Gubernur DKI (waktu itu DCI Djakarta Raya), terdapat beberapa tempat judi terkenal, yaitu kasino, taruhan pacuan anjing (canidrome) di Senayan, pacuan kuda di Pulomas, serta taruhan olahraga hailai (yang sebetulnya berasal dari bahasa Basque di Spanyol, jai alai) di Hailai, Ancol.
Harian Kompas pertama kali mencatat soal rencana pembangunan gedung Hailai dalam berita tanggal 4 November 1969.
Dari proyek percontohan Ancol seluas 550 hektar, 5 hektarnya didedikasikan untuk pembangunan gedung olahraga hailai. Pelaksananya adalah PT Philindo Sporting Amusement and Tourism Corporation, suatu usaha bersama PT Pembangunan Jaya/Proyek Ancol dengan perusahaan asal Hong Kong Seven Seas Finance and Trade Corporation Manila.
Dalam berita pada 18 November 1970, Direktur Proyek Ancol Ir Ciputra menjelaskan, gelanggang olahraga Hailai dibangun dengan kapasitas 5.000 penonton duduk dan 1.000 penonton berdiri. Fasilitas itu berpendingin udara, dilengkapi kelab malam serta kafetaria. Biaya pembangunan mencapai Rp 800 juta.
Hailai merupakan permainan yang mirip squash. Para pemainnya bertanding dengan melontarkan bola (dinamakan pelota) ke dinding gelanggang khusus olahraga hailai yang bernama fronton. Fronton terdiri dari tiga dinding, yaitu dinding belakang, samping, dan depan. Pada salah satu sisi, tidak ada tembok sehingga para penonton bisa menyaksikan pertandingan.
Pelota yang dilontarkan lawan mesti ditangkap pemain dengan raket penangkap khusus berbentuk melengkung setelah pelota memantul pada dinding, kemudian pemain melontarkan lagi pelota ke dinding sekuatnya agar tidak tertangkap lawan.
Sebelum ditangkap, pelota boleh sekali memantul di lantai. Jika gagal menangkap sesuai aturan main atau lontaran pelota keluar dari area permainan, poin bertambah bagi lawan.
Gerakan supercepat tangan pemain hailai untuk melontarkan bola, tipu muslihat yang digunakan untuk mengecoh musuh, serta atraksi gerakan untuk menangkap bola merupakan daya pikat permainan ini. Hailai makin menarik dengan bumbu taruhan. Caranya, penonton membeli kartu-kartu untuk menebak siapa pemenang serta siapa juara kedua dari pertandingan.
Karena masih baru bagi publik Jakarta, para pemain hailai asal Spanyol atau Filipina didatangkan untuk bertanding di Hailai Ancol. Hailai Ancol resmi dibuka pada 17 Mei 1971. Menteri Perhubungan kala itu, Frans Seda, memberikan sambutan dan menyampaikan, pembukaan Hailai sebagai upaya membuat wisatawan makin betah dan makin banyak membelanjakan uangnya di Jakarta.
Setelah setahun beroperasi, General Manager Philindo, Slamet B, pada Mei 1972 menyebutkan, omzet Hailai pada setengah tahun pertama sekitar Rp 10 juta per hari, kemudian meningkat jadi Rp 12,5 juta per hari pada semester keduanya karena pelayanan membaik dan terdapat penambahan peralatan.
Sport Hall Hailai dibangun sebagai bagian dari kompleks Taman Impian Jaya Ancol, yang juga berisi bioskop drive-in, arena boling, serta hotel dengan 300 kamar. Setelah itu semua terbangun, pelaksana proyek juga membuat sirkuit balap sepeda motor di sana.
Sejarawan Rushdy Hoesein menuturkan, Taman Impian Jaya Ancol waktu itu belum difokuskan untuk tempat rekreasi keluarga seperti sekarang. Dengan segala hal berbau maksiat di kawasan itu, Taman Impian Jaya Ancol dipandang miring oleh masyarakat.
Rushdy menduga prostitusi juga berkembang di sana. ”Pantai dikunjungi orang-orang yang membawa tikar dan ada warung remang-remang berjejer di sepanjang pantai.”
Kebijakan Bang Ali, sapaan Ali Sadikin, membolehkan judi membuat ia dikagumi sekaligus dicerca. Warga kagum dengan capaian-capaian pembangunan Jakarta di bawah kepemimpinannya, tetapi juga memprotes dia karena melegalkan kegiatan yang melanggar norma.
Meski demikian, Bang Ali bergeming. Tipisnya dana segar bagi pembangunan Ibu Kota membuat ia mengandalkan pajak-pajak dari perjudian untuk menambah pundi daerah. ”Dalam usaha melokalisir penyelenggaraan judi, Pemerintah DKI Jakarta memanfaatkan hasil-hasil pajak judi sebagai salah satu sumber keuangan daerah,” katanya seperti tertulis dalam Catatan H Ali Sadikin, Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta 1966-1977 (1977).
Hailai menghibur para penontonnya di Ancol selama sepuluh tahun, 1971-1981. Pertandingannya tidak diadakan lagi seiring pelarangan judi di Jakarta. Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi pada 1981 pun memfasilitasi pembahasan besaran pesangon yang mempertemukan keinginan para pengusaha tempat perjudian dengan buruh-buruh yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK), termasuk para eks karyawan Hailai.
Setelahnya, kehidupan kelam tetap akrab dengan Hailai. Bahkan, saat menjadi diskotek, pemilik Hailai, Hendro Sumampouw, dihukum enam bulan percobaan karena terbukti memiliki obat terlarang.
Kini, riwayat-riwayat tersebut bakal terkubur bersama robohnya gedung Hailai. Akan seperti apa wajah baru di lahan eks Hailai nanti? Kontroversial jugakah?