Daud Yordan dan Ongen Saknosiwi Menorehkan Sejarah
Dua petinju nasional, Daud Yordan dan Ongen Saknosiwi menorehkan sejarah baru dalam dunia tinju Indonesia. Prestasi mereka diharapkan menjadi inspirasi untuk membangkitkan olahraga tinju Tanah Air yang sedang mati suri,
Oleh
DEFRI WERDIONO
·3 menit baca
BATU, KOMPAS - Petinju Indonesia Daud Yordan menyudahi perlawanan Michael Mokoena asal Afrika Selatan dengan TKO pada ronde ke delapan pada Mahkota Boxing Series di Jatim Park 3, Batu, Jawa Timur, Minggu (17/11/2019). Dengan demikian, Daud berhasil meraih gelar juara dunia kelas ringan versi Asosiasi Tinju Internasional (IBA) dan Asosiasi Tinju Dunia(WBA) Oriental.
Kemenangan ini sekaligus menjadikan Daud sebagai petinju Indonesia pertama yang meraih juara pada tiga kelas berbeda, yakni bulu (featherweight), super bulu (super featherweight), dan kelas ringan (lightweight).
Memiliki tinggi tubuh lebih rendah, Daud harus memutar strategi untuk mengalahkan lawannya yang juga memiliki jangkauan lebih panjang. Sejak bel ronde pertama berbunyi Mokoena sebenarnya cukup menekan. Namun lambat laun Daun bisa mengimbangi sehingga saling serang terjadi.
Puncaknya pada ronde ke tujuh, Mokoena mengalami masalah pada bahu kirinya. Pada ronde ke depan Mokoena pun tak mampu menghadapi Daud lebih lama. “Lawan cedera, saya tidak tahu persis apakah akibat pukulan atau salah melempar pukulan. Saya lebih fokus mendengarkan instruksi tim,” kata Daud usai pertandingan.
Daud mengaku, selama ini dirinya selalu berusaha belajar dari pengalaman. Jika dalam pertandingan sebelum-sebelumnya ia selalu tampil menggebu-gebu, maka pada pertandingan kali ini dirinya lebih dewasa, lebih banyak mendengar apa yang diinstruksikan oleh tim. “Sepanjang ronde saya berusaha naik pelan-pelan, sehingga tidak kehabisan tenaga saat berada di ujung ronde,” ucapnya.
Mantan petinju nasional Chris John yang menyaksikan laga mengatakan, bahwa Daud masih bisa menunjukkan performa sebagai petinju yang baik meski dari sisi usia sudah mencapai 30-an tahun. “Selamat bisa mempertahankan gelar yang sudah diperoleh,” katanya.
Pencapaian Ongen
Sebelum Daud berlaga, petinju Indonesia lainnya Ongen Saknosiwi mampu mengalahkan Marco Demencillo asal Filipina. Ongen menang angka dari 12 ronde yang ia jalani. Ketiga hakim memberikan nilai 116-112, 118-110, dan 116-112. Ongen pun merebut gelar juara kelas bulu IBA.
Atas hasil ini, Ongen pun menorehkan sejarah sebagai petinju Indonesia tercepat yang menjadi juara dunia di bawah 10 pertarungan. “Juara dunia tercepat mungkin bonus buat saya. Yang saya pikirkan hanya bertanding dan menang saja,” ujarnya.
Ongen mengaku laga kali ini memberi pengalaman tersendiri bisa bermain hingga penuh 12 ronde. Sebab, dalam tujuh kali pertandingan sebelumnya, ia selalu menang KO.
“Saya biasanya main paling banyak ronde empat. Ini bisa sampai 12 ronde. Jadi pengalaman berharga. ke depan saya harus berlatih lebih keras lagi,” ujar Ongen yang juga seorang anggota TNI Angkatan Udara.
Menurut Chris John lawan yang dihadapi Ongen memang bagus, sehingga keduanya terlihat imbang. Chris John pun menyarankan agar Ongen bisa meningkatkan kemampuan. Karena, ke depan, lawan yang dihadapi bakal lebih sulit.
Disinggung soal dunia tinju di Tanah Air, Chris John mengatakan sebenarnya banyak bakat petinju Indonesia yang bagus, namun susah untuk menaikkan bakat tersebut. Guna mengembangkan tinju nasional diperlukan kerjasama antara petinju, promotor, manajer, dan media.
Menurut Chris John, pembinaan tinju nasional khususnya profesional sedang mati suri. Hampir tidak ada televisi yang menampilkan pertandingan tinju secara reguler. Padahal, para petinju membutuhkan jam terbang yang banyak untuk mengasah kemampuan.
“Saya buat event di Metro TV satu bulan sekali. Menurut saya event itu bagus untuk menaikkan lagi dunia tinju Indonesia yang saat ini sedang mati suri. Kita tahu harus ada kerjasama petinju, manajer, promotor, dan televisi untuk menaikkan karier si petinju,” ucap Chris John.