Pembangunan hunian di kawasan terintegrasi sistem transportasi massal makin marak di kota-kota besar. Minat pembeli dinilai tinggi. Namun, pembeli perlu cermat sebelum membeli, terutama soal status lahan dan hunian.
Oleh
BM Lukita Grahadyarini
Β·3 menit baca
Kompas/Priyombodo
Aktivitas pekerja di proyek pembangunan hunian vertikal di kawasan Cisauk, Kabupaten Tangerang, Banten, Selasa (27/8/2019). Pembangunan kawasan berorientasi transit yang terintegrasi dengan sistem transportasi massal, seperti kereta komuter, kereta ringan, dan moda raya terpadu, tumbuh di kawasan penyangga Jakarta.
Kawasan berorientasi transit atau TOD mulai menjadi tren hunian kekinian. Konsep ini menonjolkan integrasi dengan sistem transportasi massal, seperti kereta komuter, kereta ringan (LRT), moda raya terpadu (MRT), dan halte bus. Minat masyarakat semakin besar untuk memiliki hunian yang terhubung dengan moda transportasi publik.
Sejumlah aset lahan stasiun milik PT Kereta Api Indonesia atau KAI (Persero) tengah digarap untuk proyek hunian vertikal dan melibatkan kerja sama usaha antar-BUMN. Di seputaran stasiun LRT dan MRT, kita juga bisa menyaksikan pembangunan menara-menara hunian menjulang yang kian semarak, bahkan menempel dengan area stasiun.
Dari data PT KAI, pembangunan apartemen TOD sudah dimulai di delapan lokasi, yakni di Stasiun Pondok Cina (Depok), Tanjung Barat, Juanda, Pasar Senen, Tanah Abang (Jakarta), Rawa Buntu, Jurang Mangu (Tangerang Selatan), Cisauk (Kabupaten Tangerang), dan Bogor. Tak hanya di Jabodetabek, pengembangan juga dilakukan di Surabaya dan Bandung.
Di Jalur LRT, pengembang PT Adhi Commuter Properti, anak usaha BUMN PT Adhi Karya (Persero) Tbk, gencar membangun proyek hunian LRT City yang berada di sisi stasiun LRT Jabodebek. Saat ini, setidaknya sudah ada tujuh proyek LRT City digarap.
Demikian pula proyek-proyek kondominium untuk menengah yang juga mulai marak dibangun dekat stasiun MRT. Konsultan properti JLL mencatat, ada 10 kondominium dibangun pengembang swasta di dekat stasiun MRT yang menyasar segmen menengah atas hingga segmen atas.
BUMN membangun apartemen TOD di lahan stasiun tidak lantas menjadikan harga hunian lebih terjangkau. Porsi untuk hunian bersubsidi dibatasi rata-rata 20-30 persen dari total hunian. Saat dirilis tahun 2018, harga apartemen TOD di lahan stasiun komuter ditawarkan mulai Rp 250 juta untuk tipe studio (21 meter persegi) hingga Rp 1 miliar per unit untuk dua kamar. Dalam kurun setahun, pertumbuhan harga apartemen berbasis TOD mencapai 20-30 persen.
Di Cisauk, misalnya, harga unit baru apartemen TOD untuk tipe studio sudah naik dari kisaran Rp 250 juta menjadi Rp 350 juta per unit. Kenaikan harga itu lebih tinggi dibandingkan dengan rumah tapak atau apartemen lainnya di sekitar stasiun.
Muncul kebingungan terkait status lahan dan kepemilikan apartemen TOD.
Di sisi lain, muncul kebingungan terkait status lahan dan kepemilikan apartemen TOD. Masih banyak konsumen yang ragu dengan status kepemilikan apartemen di atas lahan BUMN maupun tanah pemerintah. Inilah saatnya konsumen mulai mencermati detil pola perjanjian pengembang dan pemilik lahan agar tidak keliru, apalagi tertipu.
Pakar Hukum Properti Erwin Kallo mencatat sejumlah kasus konsumen tertipu. Apartemen yang dibeli ternyata dibangun di lahan aset pemerintah dengan skema bangun, serah, guna (BOT). Kasus itu antara lain terjadi di Makassar, Depok, dan Bogor. Berdasarkan BOT, perjanjian pemanfaatan lahan pemerintah memiliki tenggat 30 tahun dan dapat diperpanjang. Jika perjanjian pemanfaatan lahan antara pengembang dan pemerintah tidak diperpanjang, lahan wajib dikembalikan ke pemerintah.
KOMPAS/PRIYOMBODO
Hunian vertikal yang terintegrasi dengan stasiun transportasi massal kereta ringan (LRT) di kawasan Bekasi dipasarkan dalam REI Mandiri Property Expo 2018 di Jakarta Convention Center, Jakarta, Minggu (18/11/2018).
Untuk mencegah kasus serupa, pembeli perlu mencermati bentuk kerja sama pengembang dalam pemanfaatan tanah. Konsumen yang ingin membeli apartemen TOD sebaiknya menghindari apartemen yang dibangun di lahan dengan skema pemanfaatan tanah BOT. Sebab, pemanfaatan lahan hanya berupa sewa jangka panjang dan wajib dikembalikan sehingga tidak ada jaminan bagi kepemilikan apartemen.
Sebaliknya, apabila pengembang apartemen menggunakan skema kerja sama operasi untuk pemanfaatan lahan, yang artinya lahan dijualbelikan, konsumen dapat memiliki apartemen dengan jaminan hak kepemilikan.
Hal lain yang tak kalah penting diantisipasi adalah dampak proyek apartemen TOD terhadap lalu lintas. Pengembangan apartemen TOD perlu ditopang peningkatan layanan moda transportasi agar tidak memicu penumpukan penumpang di stasiun. Jangan pula terjadi, apartemen TOD identik dengan stasiun yang selalu sesak penumpang.