Pemerintah Provinsi Jawa Tengah memberi dukungan untuk memperbaiki infrastruktur jalan agar kualitas Borobudur Marathon semakin baik.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO/SEKAR GANDHAWANGI
·4 menit baca
MAGELANG, KOMPAS — Infrastruktur penunjang lomba maraton kelas dunia akan dibangun di Jawa Tengah pada 2020. Ini merupakan salah satu cara menjadikan Borobudur Marathon sebagai bagian dari The Abott World Marathon Majors.
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengatakan, ia telah berkoordinasi dengan pengelola kawasan Candi Borobudur, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, serta Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Koordinasi bertujuan memenuhi standar infrastruktur penyelenggaraan ajang maraton dunia.
”Jalannya perlu dilebarkan. Hal ini sudah disetujui dan semoga bisa mulai tahun depan. Setelah jalan dibenahi, rute maraton akan kami tetapkan. Rutenya ada di sekitar Borobudur,” kata Ganjar saat perhelatan Borobudur Marathon 2019 Powered by Bank Jateng di Kompleks Taman Lumbini, Candi Borobudur, Magelang, Minggu (17/11/2019).
The Abott World Marathon Majors (AbottWMM) adalah klasifikasi yang teratas enam ajang maraton besar dan populer di dunia. Keenamnya adalah Tokyo Marathon, Boston Marathon, London Marathon, Berlin Marathon, Chicago Marathon, dan New York Marathon. Salah satu syarat AbottWMM ialah lebar lintasan minimal 24 meter. Lebar lintasan untuk Borobudur Marathon saat ini belum mencapai standar.
Selain infrastruktur, Ganjar mengatakan, ketersediaan akomodasi peserta pun harus diperhatikan. Hal ini didukung partisipasi masyarakat menyediakan rumah singgah. Sedikitnya tiga bulan sebelum Borobudur Marathon 2019, hotel dan rumah singgah di Magelang habis dipesan.
”Ketersediaan teknologi informasi juga penting agar catatan semua peserta bisa terekam dengan baik. Catatan mereka nanti ditampilkan di layar besar seperti sekarang,” katanya.
Menurut Wakil Pempimpin Umum Harian Kompas Budiman Tanuredjo, syarat lebar rute WMM berkisar 20-24 meter. Jalan selebar itu sulit ditemui di kawasan Borobudur. Adapun lebar jalan dilalui sebagai rute lari di Borobudur Marathon berkisar 3-8 m.
Selain itu, masih perlu banyak perbaikan agar Borobudur Marathon bisa masuk dalam WMM. Upaya yang harus dilakukan antara lain meningkatkan nilai hadiah serta meningkatkan keterlibatan jumlah pelari asing, terutama pelari elite internasional. Kekurangan lain pada pelaksanaan Borobudur Marathon adalah jalan yang dilalui sebagai rute lari belum bisa sepenuhnya steril dan masih ada kendaraan bermotor yang tiba-tiba muncul di sekitar pelari.
Perjalanan Borobudur Marathon untuk menjadi WMM memang harus melalui rangkaian proses panjang. Namun, Budiman mengatakan, kekurangan itu akan dibenahi bertahap sehingga pelaksanaan Borobudur Marathon terus membaik dan dikembangkan dengan inovasi yang berbeda tiap tahun.
Budiman mengatakan, pengembangan pelaksanaan Borobudur Marathon juga tidak harus selalu dipaksakan untuk memperbaiki semua kekurangan tersebut. Hal yang terpenting untuk dilakukan adalah agar ajang lari Borobudur Marathon menjadi acara yang menyenangkan bagi banyak orang, khususnya pelari.
”Borobudur Marathon diharapkan dapat menjadi semacam hari raya Lebaran bagi pelari, acara tempat para pelari bisa berlari sekaligus melakukan reuni dengan para pelari lainnya,” ujarnya.
Dominasi
Pada Borobudur Marathon 2019, pelari asal Kenya masih mendominasi. Geoffrey Kiprotich Birgen berhasil mempertahankan prestasinya tahun lalu dan finis tercepat dengan waktu 2 jam 19 menit 35 detik. Kiprotich mengatakan, dirinya menyempatkan berlatih dan aklimatisasi cuaca di Malaysia sebelum berlari di Borobudur.
Di bagian putri, pelari Indonesia Irma Handayani menembus dominasi pelari asing dan finis di posisi ketiga maraton putri dengan waktu 3 jam 10 menit 17 detik. Posisi pertama dan kedua diraih pelari Kenya, yakni Peninah Kigen (3 jam 1 menit 44 detik) dan Edinah Mutahi (3 jam 4 menit 6 detik).
Sementara itu, pelari nasional Agus Prayogo memenangi kategori separuh maraton putra 21 kilometer dengan waktu 1 jam 11 menit dan 31 detik. ”Saya senang sekali tahun ini bisa berpartisipasi di Borobudur Marathon karena tahun lalu ada halangan. Apalagi, tahun ini saya bisa meraih juara walau di kategori half marathon,” ucapnya.
Borobudur Marathon juga masih dianggap sejumlah pelari sebagai acuan, pengukuran standar capaian prestasi larinya. Yohanes Wibisono (32), salah seorang pelari dari Riau, mengatakan, Borobudur Marathon adalah ajang lari maraton yang pertama kali diikutinya. Ajang tersebut, menurut dia, menjadi bagian penting dari upaya persiapannya menuju ajang lari yang lebih besar, yaitu Berlin Marathon, yang akan diikutinya pada 2020.
Ketua Yayasan Borobudur Marathon Liem Chie An berharap kualitas kegiatan ini terus terjaga dan dapat melangkah ke tingkat dunia sehingga jumlah peserta dari luar negeri yang datang dapat bertambah banyak. Untuk itu, ajang ini akan terus dipromosikan ke luar negeri, khususnya di ajang-ajang maraton internasional. (REGINA RUKMORINI/GM FINESSO)