Nasabah Rencanakan Somasi Perusahaan Investasi Lahan Pohon Kurma
Puluhan nasabah berencana menyomasi PT Kampoeng Kurma, bisnis usaha pengelolaan lahan pohon kurma di Bogor, Jawa Barat, yang diduga menjalankan investasi bodong. LBH Bogor siap melayangkan somasi itu pekan depan.
Oleh
Aditya Diveranta
·4 menit baca
BOGOR, KOMPAS — Puluhan nasabah berencana menyomasi PT Kampoeng Kurma, bisnis usaha pengelolaan lahan pohon kurma di Bogor, Jawa Barat, yang diduga menjalankan investasi bodong. Somasi itu ditempuh karena pemilik usaha tidak serius mengembalikan dana para nasabah yang diminta sejak awal 2019.
Rencana somasi tersebut disampaikan Direktur Eksekutif Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bogor Zentoni setelah menerima laporan dari posko aduan LBH untuk PT Kampoeng Kurma di Bogor, Minggu (17/11/2019). Hingga sore ini, terdapat lebih dari 20 nasabah yang melaporkan wanprestasi perjanjian oleh PT Kampoeng Kurma.
”Sejak Senin lalu, ada lebih dari 20 nasabah yang melapor ke posko aduan dan terus bertambah hingga sore ini. Somasi sedang disiapkan untuk selanjutnya dikirim ke PT Kampoeng Kurma,” kata Zentoni saat dihubungi pada Minggu.
Irvan Nasrun (44), salah satu nasabah PT Kampoeng Kurma, mengatakan, somasi nasabah bermula dari ketidakjelasan bisnis yang dijalankan PT Kampoeng Kurma. Perusahaan ini awalnya menjual kavling dengan luas 400-500 meter persegi yang ditanami lima pohon kurma.
Lahan kavling ini digadang-gadang sebagai investasi yang akan berkembang. Dengan lahan seharga Rp 99 juta per kavling, keuntungan yang dijanjikan sekitar Rp 30 juta dari setiap pohon. Irvan pun membeli tujuh kavling.
”Saya pikir, dalam setahun setidaknya bisa untung hingga Rp 150 juta karena ada lima pohon. Dari situ saja, saya pikir sudah bisa balik modal. Di lahan itu juga nantinya akan dibangun pesantren, masjid besar, hingga fasilitas olahraga, seperti pacuan kuda dan sebagainya, lengkap,” katanya saat dihubungi di Bogor, Minggu (17/11/2019).
Setelah lebih dari setahun sejak Juni 2018, Irvan dan sejumlah nasabah lain belum juga mendapat kabar soal progres lahan. Bahkan, ada sebagian nasabah yang belum mendapat kavling.
Akta jual beli (AJB) yang semestinya sudah jadi dan diserahkan pun ternyata belum rampung. Irvan merugi hampir Rp 700 juta.
Keluhan serupa disampaikan pasangan Husni (57) dan Hengki (59) yang menunggu di kantor PT Kampoeng Kurma di ruko kawasan Jalan Pangeran Sogiri, Kelurahan Tanah Baru, Bogor Utara, Bogor. Mereka yang berinvestasi sejak Februari 2017 pun belum mendapat kejelasan soal pengembangan kavling.
Buntut dari persoalan itu, banyak nasabah yang meminta pengembalian dana (refund) pada Januari 2019. Kemudian manajemen perusahaan berjanji mengembalikan dana tersebut pada Februari 2019. Namun, Husni menyebut, janji pengembalian itu diundur lagi hingga Maret 2020.
Pada Minggu siang, perwakilan manajemen PT Kampoeng Kurma, Sari Kurniawati, menolak memberikan pernyataan terkait keluhan nasabah. Namun, Irvan menuturkan, berdasarkan pertemuan sejumlah nasabah dengan pihak manajemen, Jumat (15/11/2019), manajemen PT Kampoeng Kurma menyebut belum punya dana yang cukup untuk mengembalikan uang kepada nasabah.
”Dari pertemuan itu, manajemen perusahaan menyebutkan, mereka kini hanya memegang uang senilai Rp 5 juta,” ujar Irvan.
Sentoni menambahkan, nasabah masih menanti itikad baik PT Kampoeng Kurma untuk mengembalikan dana nasabah. ”Kami akan mengirimkan somasi ini mulai pekan depan. Jika tidak ada itikad baik, baru akan ditempuh jalur hukum, bisa melalui perdata atau laporan kepolisian,” ujarnya.
Kami akan mengirimkan somasi ini mulai pekan depan. Jika tidak ada itikad baik, baru akan ditempuh jalur hukum, bisa melalui perdata atau laporan kepolisian.
Ketua Satgas Waspada Investasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Tongam L Tobing mengemukakan, OJK telah memantau PT Kampoeng Kurma sejak Maret 2019 karena diduga melakukan kegiatan tanpa izin. Hal itu berpotensi merugikan masyarakat.
OJK juga mengundang PT Kampoeng Kurma dalam rapat bersama tim Satgas, tetapi tidak hadir. Berdasarkan informasi dari Badan Koordinasi Penanaman Modal dan Kementerian Perdagangan, perusahaan itu tidak memiliki izin kegiatan investasi perkebunan.
”Pada 28 April 2019, OJK memutuskan menghentikan kegiatan bisnis PT Kampoeng Kurma,” kata Tongam melalui siaran pers. Meski begitu, PT Kampoeng Kurma tampak masih berbisnis dengan sejumlah nasabah hingga Oktober 2019.
Perusahaan itu tidak memiliki izin kegiatan investasi perkebunan. Pada 28 April 2019, OJK memutuskan menghentikan kegiatan bisnis PT Kampoeng Kurma.
Menurut Tongam, dalih PT Kampoeng Kurma bahwa mereka melakukan perdagangan tidak bisa dibenarkan. Hal itu karena skema perdagangan hanya dapat dilakukan dengan cara beli dan bawa pulang (cash and carry), bukan investasi.
Satgas Waspada Investasi OJK juga telah meminta Kementerian Komunikasi dan Informatika memblokir situs PT Kampoeng Kurma. Tim satgas juga telah melapor ke Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI.
”Meski OJK telah melapor ke polisi, kami juga mengimbau agar warga turut melapor ke polisi setempat. Dengan begitu, harapannya laporan akan lebih cepat diproses,” katanya.