Umar Chusaeni, Penambah Energi Kegiatan Seni di Borobudur
Oleh
Regina Rukmorini dan Kristi Dwi Utami
·4 menit baca
Selama puluhan tahun, Umar Chusaeni (47) mencurahkan hidupnya untuk memberi energi bagi aktivitas kesenian di kawasan Borobudur. Dia menghidupkan kesenian dengan aneka kegiatan dan menyediakan rumah tinggalnya sebagai panggung bagi para seniman.
Umar Chusaeni kini tercatat sebagai ketua Komunitas Seniman Borobudur Indonesia (KSBI) 15 yang beranggotakan sekitar 50 orang seniman. KSBI menjadi ruang bagi para seniman untuk mengasah kemampuan dan merancang kegiatan bersama seperti pameran di dalam dan luar negeri.
Hampir semua kegiatan para seniman KSBI berpusat di Limanjawi Art Gallery yang juga menjadi kediaman Umar. Bangunan seluas 500 meter persegi itu, ia bangun tahun 2009 di atas tanah seluas 3.500 meter persegi di Desa Wanurejo, Kecamatan Borobudur. Jaraknya dari Candi Borobudur hanya dua kilometer.
Sebagai tempat seniman berkumpul, Limanjawi tidak pernah sepi. Di sana, selalu saja ada seniman yang sedang menyelesaikan karya maupun sekadar berdiskusi. Beberapa kali, KSBI juga menggelar lokakarya seni rupa dengan peserta murid dan guru-guru dari sejumlah SD.
Belakangan, rumah itu juga menarik perhatian wisatawan untuk berkunjung. Salah seorang tamu penting yang datang ke Limanjawi adalah Ratu Denmark pada 2015. Ia menghabiskan waktu sekitar dua jam untuk melihat-lihat karya seni di Limanjawi, membeli lukisan, menonton pentas tari, serta berbincang soal seni rupa dengan para seniman.
Pendatang
Umar berasal dari Kecamatan Ngadirejo, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah. Selepas lulus madrasah tsanawiyah (setingkat SMP), Umar meminta izin pada orangtuanya untuk tidak melanjutkan sekolah, tetapi langsung bekerja. Setelah meninggalkan kampung halaman, ia menekuni beberapa pekerjaan hingga akhirnya diterima sebagai tenaga honorer di Dinas Pariwisata Kabupaten Wonosobo. Ia bertugas di kawasan obyek wisata di Dataran Tinggi Dieng. Di sana, ia bertemu seorang wisatawan bernama Yasumi Ichii. Ternyata ia berjodoh dengannya.
Setelah menikah dengan Yasumi, Umar pindah ke daerah Mendut, Kecamatan Mungkid, Kabupaten Magelang. Di sana, ia dan istrinya berdagang barang antik dan batik. Selain itu, Umar bekerja sebagai pemandu wisata di kawasan Borobudur.
Di kawasan inilah minat Umar pada seni tumbuh subur. Umar yang sejak kecil senang menggambar, kian rajin menggambar dan melukis. Ia juga semakin akrab dengan para seniman di Borobudur. Namun, ia bingung karena para seniman Borobudur umumnya berkarya secara individual. Sempat muncul sejumlah komunitas dengan sejumlah agenda kesenian, tapi tak satu pun yang bertahan.
Tahun 2003, Umar mencoba membuat terobosan dengan membentuk KSBI. Ia dan rekan-rekan seniman KSBI tahun itu juga menggelar pameran seni rupa bertajuk Borobudur International Open Art Gallery dengan tema Art For All. Lokasinya di sawah yang baru saja dipanen.
Pameran itu menampilkan ratusan karya seni rupa dari 300 seniman, termasuk di antaranya seniman dari Amerika, Australia, China, dan Malaysia. Sebagian lukisan yang ditampilkan adalah lukisan bernilai seni tinggi. Salah satunya berharga Rp 250 juta. Jumlah yang besar ketika itu.
Sesuai dengan temanya, pameran itu bertujuan untuk membuat orang dari berbagai kalangan bisa bebas menikmati keindahan seni. “Seni bebas dinikmati siapa saja. Dengan menggelar pameran itu, kami ingin menunjukkan tempat bagi karya seni bukan di museum atau galeri saja,” ujar Umar, Kamis (14/11/2019).
Setelah menggelar pameran, Umar memfokuskan diri pada kesenian. Ia secara perlahan meninggalkan dua pekerjaannya sebagai pedagang dan pemandu wisata. Dengan begitu, ia bisa lebih intensif berkegiatan di KSBI.
Pada 2013, Umar menggelar acara Borobudur Today. Ini adalah acara tahunan yang hingga sekarang masih bertahan. Lewat acara ini, KSBI mengajak seniman dari kota atau negara lain untuk membuat karya yang inspirasinya diambil dari Candi Borobudur. Dari situ, lahir karya-karya menarik yang merekam sudut pandang banyak seniman tentang Borobudur.
Tidak mudah
Meski KSBI sudah cukup lama bertahan, Umar mengakui komunitas itu sempat mengalami masa-masa surut. Karena berbagai masalah, sebagian anggota keluar. Untuk menyikapi itu, KSBI "mereformasi" diri menjadi KSBI 15 tahun 2015. Sampai sekarang, lanjut Umar, persoalan masih ada saja yang muncul. Contohnya, kini ada sejumlah seniman yang memutuskan beralih profesi dan menekuni bidang lain yang lebih menjanjikan.
Umar berpendapat, menjadi seniman memang bukan profesi yang mudah untuk dijalani. Ia mencontohkan dirinya intens melukis sejak 1996. Setiap tahun dia melukis sekitar 10 lukisan. Namun, dia baru berhasil menjual satu lukisan pada tahun 2017. “Saya harus menunggu 11 tahun untuk menjual satu lukisan,” ujarnya.
Karena itu, kepada setiap seniman muda yang ingin bergabung dengan KSBI, Umar selalu bertanya apakah mereka siap untuk prihatin, siap miskin, dan siap menanggung segala risiko sebagai seniman?
Umar Chusaeni
Lahir: Temanggung, 6 Mei 1972
Istri: Yasumi Ishii
Anak: Utami Atasia Ishii
Pendidikan terakhir: Madrasah Tsanawiyah (MTs) Bani Haji Abdul Rosyi Ngadirejo
Aktivitas:
Ketua KSBI 15
Pengelola Limanjawi Art House
Pendiri Galeri Unik dan Seni Borobudur Indonesia (Gusbi)