Dua Terduga Teroris Tewas Ditembak Polisi di Hamparan Perak
Dua terduga teroris di Kecamatan Hamparan Perak, Deli Serdang, Sumatera Utara, tewas ditembak polisi. Total 18 orang ditangkap di Sumatera Utara dan Aceh serta telah ditetapkan sebagai tersangka kasus bom bunuh diri.
Oleh
PANDU WIYOGA
·3 menit baca
MEDAN, KOMPAS — Dua terduga teroris di Kecamatan Hamparan Perak, Deli Serdang, Sumatera Utara, tewas ditembak polisi. Total 18 orang yang ditangkap di Sumatera Utara dan Aceh telah ditetapkan sebagai tersangka kasus bom bunuh diri di Markas Polrestabes Medan.
Kepala Kepolisian Daerah Sumut Inspektur Jenderal Agus Andrianto, Sabtu (16/11/2019), mengatakan, dua terduga teroris ditembak karena melawan petugas saat akan ditangkap dengan menggunakan senjata api dan senjata tajam. Peran mereka diduga sebagai perakit bom.
”Seorang tersangka lagi ditangkap dan sudah dibawa ke Markas Brigade Mobil untuk diperiksa lebih lanjut,” kata Agus, di RS Bhayangkara Medan.
Dalam peristiwa tersebut, satu anggota Brimob mengalami luka tusuk di pinggang dan paha. Petugas yang terluka itu saat ini sudah dirawat tim dokter di RS Bhayangkara.
Sebanyak 18 orang yang ditangkap, di Sumut (15) dan Aceh (3), statusnya kini ditingkatkan menjadi tersangka. Jumlah itu masih bisa bertambah lagi mengingat penyelidikan terhadap jaringan pelaku RMN yang melakukan bom bunuh diri di Markas Polrestabes Medan masih terus berlangsung.
Barang bukti yang ditemukan dalam penyergapan itu adalah sejumlah barang yang siap dirakit menjadi bom. Barang bukti bom rakitan yang sebelumnya dibuang dua tersangka lain di Kelurahan Canang Kering, Kecamatan Belawan, Medan, juga sudah berhasil ditemukan.
”Pasca-kejadian bom bunuh diri di Markas Polrestabes Medan, diketahui jaringan pelaku cukup banyak di Sumut,” ujarnya.
Bom bunuh diri pada Rabu (13/11/2019) diduga sebagai salah satu upaya simpatisan Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS) untuk menunjukkan eksistensinya di Indonesia. Terutama setelah pemimpin NIIS Abu Bakar al-Baghdadi tewas dengan meledakkan rompi bom di Barisha, Idlib, Suriah, Sabtu (26/10/2019).
”(Pengejaran) masih akan berlanjut karena kami berusaha memberikan rasa aman kepada masyarakat,” kata Agus.
Deradikalisasi
Aksi di Hamparan Perak sebelumnya pernah terjadi lebih kurang sembilan tahun lalu. Waktu itu, pelaku teroris menembak empat polisi yang berjaga di Markas Polsek Hamparan Perak. Tiga polisi meninggal dalam peristiwa itu.
Salah seorang yang pernah terlibat penyerangan Markas Polsek Hamparan Perak, Khairul Ghazali, mengatakan, proses deradikalisasi yang dilakukan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) masih memiliki sejumlah kekurangan. Salah satunya, belum mampu menyentuh narapidana yang berideologi kuat.
Pendiri Jamaah Ansharut Daulah (JAD), Aman Abdurrahman, adalah salah satunya. Sampai sekarang otak serangkaian aksi teror di Indonesia itu belum bisa dipengaruhi BNPT untuk mengubah keyakinannya.
”Untuk orang yang pendiriannya kuat, deradikalisasi memang sulit dan butuh waktu lama. Selama ini BNPT hanya menyentuh yang mudah-mudah saja,” ujarnya.
Narapidana yang belum berubah keyakinan itulah yang masih aktif menyebarkan radikalisme dari dalam penjara. Berbagai upaya ditempuh sampai menggunakan media sosial untuk merekrut simpatisan baru.
Menurut dia, orang seperti Aman tidak bisa dipengaruhi untuk mengubah keyakinannya, bahkan jika dipertemukan dengan ulama dari Timur Tengah sekalipun. Yang lebih efektif adalah melibatkan mantan narapidana terorisme yang pernah memiliki keyakinan sama untuk mendekati mereka.
”Itu pun tetap harus dipantau dan dievaluasi prosesnya karena tidak semua mantan narapidana memiliki ’frekuensi’ sama,” kata Ghazali.
Meskipun begitu, dia menyatakan, upaya deradikalisasi oleh BNPT tidak berarti gagal dan tetap patut diapresiasi. Yang ia tahu, selama ini, jumlah narapidana yang bersedia mengubah keyakinannya masih lebih banyak daripada yang bertahan tetap radikal.