Tambang Rakyat di Mandailing Natal Mendesak Ditertibkan
Penertiban tambang emas rakyat mendesak dilakukan di Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara. Penutupan tidak bisa dilakukan secara langsung karena menyangkut kehidupan ribuan keluarga.
Oleh
NIKSON SINAGA
·3 menit baca
MANDAILING NATAL, KOMPAS — Penertiban tambang emas rakyat mendesak dilakukan di Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara. Penutupan tidak bisa dilakukan secara langsung karena menyangkut kehidupan ribuan keluarga. Namun, tambang rakyat perlu diatur lokasi, kegiatan produksi, pengolahan limbah, reklamasi, dan pembatasan jumlah penambang.
Pertambangan rakyat yang bisa ditertibkan adalah yang tidak menggunakan bahan kimia berbahaya, seperti merkuri dan sianida. Pertambangan ini banyak terdapat di sepanjang Sungai Batang Natal. Namun, pertambangan yang menggunakan merkuri, seperti di Kecamatan Huta Bargot, mendesak untuk ditutup.
”Tambang emas rakyat kini sudah sangat meresahkan karena menjamur hingga tengah kampung, pinggir sungai, tengah aliran sungai, hingga ke hulu sungai. Masyarakat yang tidak terlibat tambang pun ikut terkena imbasnya,” kata Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Mandailing Natal Erwin Efendi Lubis, kepada Kompas, Kamis (14/11/2019).
Penertiban menjadi jalan tengah agar masyarakat tetap mendapat hasil, tetapi harus diatur agar tidak merusak lingkungan hidup. (Erwin Effendi Lubis)
Menurut Erwin, penutupan tambang menjadi dilema bagi masyarakat ataupun pemerintah. Ribuan keluarga di Mandailing Natal kini menggantungkan hidup pada pertambangan rakyat tersebut. Menurut dia, penertiban menjadi jalan tengah agar masyarakat tetap mendapat hasil, tetapi harus diatur agar tidak merusak lingkungan hidup.
Pantauan Kompas, pertambangan rakyat menjamur di sepanjang aliran Sungai Batang Natal mulai dari Kecamatan Batang Natal, Lingga Bayu, hingga Natal. Mereka menggali material dari sempadan sungai dan dasar sungai. Ada yang menggali dengan cangkul atau kayu. Banyak pula menggali material dengan alat berat, seperti ekskavator.
Para pekerja beraktivitas di lubang berdiameter 30-80 meter dengan kedalaman 10-70 meter. Sejumlah lubang bekas tambang pun dibiarkan menganga di pinggir sungai. Aliran sungai tampak coklat pekat akibat limbah dari tambang.
Sebelumnya saya menyadap karet. Namun, saya beralih menambang emas karena harga karet jatuh. (Edi Saputra)
Edi Saputra (45), pekerja tambang di Batang Natal, mengatakan, mereka menyadari bahwa pekerjaan mereka ilegal. Namun, mereka terpaksa menambang emas dengan penghasilan sekitar Rp 150.000 per hari untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. ”Sebelumnya saya menyadap karet. Namun, saya beralih menambang emas karena harga karet jatuh,” katanya.
Edi mengatakan, mereka sebenarnya mau mengurus izin dan diatur aktivitasnya agar mereka bisa bekerja lebih tenang. ”Namun, kami tidak tahu apa yang harus dilakukan agar bisa mendapat izin,” katanya.
Bupati Mandailing Natal Dahlan Hasan Nasution mengatakan, kerusakan lingkungan akibat tambang emas ilegal sudah cukup parah di Mandailing Natal. ”Sawah digali, tepi sungai dilubangi, kebun karet ditebang. Pertambangan ini harus segera ditertibkan,” katanya. Namun, menurut Dahlan, penertiban tambang emas rakyat harus dibarengi dengan memberikan alternatif sumber pendapatan bagi masyarakat.
Kepala Cabang Dinas Wilayah VI Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Pemerintah Provinsi Sumut Sahrul mengatakan, tambang emas rakyat sebenarnya bisa mendapat izin agar aktivitasnya legal. Namun, mereka harus beroperasi di dalam peta wilayah pertambangan yang telah ditetapkan pada tahun 2014.
Mereka harus beroperasi di dalam peta wilayah pertambangan yang telah ditetapkan pada tahun 2014. (Sahrul)
Sementara, sebagian besar tambang rakyat yang ada saat ini berada di luar peta itu. ”Peta wilayah pertambangan ini dapat ditinjau sekali dalam lima tahun,” katanya.
Sahrul mengatakan, penetapan wilayah pertambangan rakyat (WPR) diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2010 tentang Wilayah Pertambangan. Peraturan itu menyebutkan, WPR harus memenuhi kriteria seperti mempunyai cadangan primer logam maksimal di kedalaman 25 meter, luas maksimal 25 hektar, sudah dikerjakan rakyat minimal 15 tahun, dan berada di kawasan peruntukan pertambangan sesuai dengan rencana tata ruang.
Kepala Dinas Kesehatan Mandailing Natal Syarifuddin Lubis mengatakan, penertiban tambang emas mendesak dilakukan karena sudah sangat berdampak pada kesehatan masyarakat. Sungai Batang Natal yang merupakan sumber air utama bagi penduduk di sepanjang alirannya kini sudah keruh, padahal masih digunakan masyarakat untuk keperluan sehari-hari.
Dalam beberapa tahun belakangan ini, bayi dengan kelainan lahir di sekitar kawasan tambang. Ada yang lahir tanpa batok kepala, bayi dengan sindrom cyclopia (bermata satu), dan pekan lalu ada yang lahir dengan usus di luar perut atau gastroschisis.