Pelibatan keluarga disinyalir sebagai salah satu strategi teroris menghindari pengawasan Polri. Pelaku peledakan di Medan diduga terpapar radikalisme dari istrinya yang sering berkomunikasi dengan terpidana terorisme.
Oleh
SAN/IAN/IGA/SHR/WSI/NDU
·4 menit baca
KOMPAS/AUFRIDA WISMI WARASTRI
Bekas olah kejadian perkara bom bunuh diri di Polrestabes Medan, Kamis (14/11/2019).
JAKARTA, KOMPAS — RMN (24), pemuda yang meledakkan bom bunuh diri di Markas Kepolisian Resor Kota Besar Medan, Sumatera Utara, diduga terpapar pandangan radikal dari istrinya, DA. Proses radikalisasi melalui orang terdekat ini disinyalir menjadi salah satu strategi kelompok teroris untuk menghindari pengawasan polisi.
Investigasi polisi, DA diduga sudah terlebih dahulu terpapar radikalisme. DA lalu menyebarkan pandangan itu kepada suaminya. DA, yang kini ditahan tim Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri, diduga juga hendak merencanakan teror bom di Bali.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal (Pol) Dedi Prasetyo, Kamis (14/11/2019), di Mako Brimob, Depok, Jawa Barat, menuturkan, tim Densus 88 dan Direktorat Siber Badan Reserse Kriminal Polri menemukan fakta bahwa DA aktif berkomunikasi di media sosial dengan narapidana terorisme berinisial I yang kini dipenjara di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas II Wanita Medan. DA juga kerap menemui I di lapas.
”Di jejaring komunikasi media sosialnya mereka merencanakan aksi teror di Bali. Hal itu sedang didalami dan dikembangkan. Apakah RMN dalam melakukan serangannya ini memiliki jejaring, baik terstruktur maupun nonstruktur?” ujar Dedi.
Model perekrutan
Paparan radikal dan pelibatan keluarga dalam tindakan teror, seperti yang melibatkan RMN dan DA, bukan pertama kali terjadi. Catatan Kompas, dari Mei 2018 hingga 13 November 2019, ada lima kasus teror bom yang melibatkan keluarga, baik suami-istri maupun anak.
Menurut Direktur International Association for Counter-terrorism and Security Profesionals Indonesia Rakyan Adibrata, proses radikalisasi di dalam keluarga, seperti yang dilakukan DA kepada RMN, merupakan cara paling ampuh mengantisipasi pola pengawasan aparat keamanan yang berbasis teknologi.
”Komunikasi suami dan istri tidak bisa disadap karena tidak menggunakan teknologi apa pun. Jadi, keamanan jaringan teroris itu jauh lebih aman,” kata Rakyan.
Terkait dengan proses radikalisasi DA dan RMN, pendiri Yayasan Prasasti Perdamaian, Noor Huda Ismail, menyatakan, pola perekrutan jaringan Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS) di Indonesia, terutama Jamaah Ansharut Daulah (JAD), umumnya memakai media sosial dari dalam penjara.
KOMPAS/WISNU WIDIANTORO
Siswa melintas di depan spanduk menolak radikalisme yang terpampang di kawasan Jurang Mangu, Tangerang Selatan, Banten, Sabtu (23/1/2016).
Menurut dia, ada lima tahap perekrutan kelompok teroris secara daring yang umum dilakukan JAD. Langkah pertama ialah komunikasi intens di media sosial. Kedua, intensitas komunikasi ditingkatkan melalui pertemuan daring yang dilakukan melalui aplikasi pesan instan untuk memberikan pemahaman radikal. Ketiga, pemimpin agama atau jaringan itu akan merencanakan pertemuan tatap muka kepada individu yang dianggap terpapar radikalisme dalam grup aplikasi pesan instan itu.
Setelah bertemu, pada tahap keempat mereka melakukan pelatihan paramiliter, termasuk pembekalan bahan peledak, sebagai persiapan aksi teror. Terakhir, aksi teror menjadi puncak dari proses perekrutan. Proses itu muncul dalam perekrutan yang dilakukan kepada laki-laki ataupun perempuan.
Lingkungan berperan
Sepupu RMN, Ilham, mengatakan, sejak mengikuti sebuah pengajian, RMN jadi pendiam dan tertutup. ”Dari informasi yang didapat petugas, pelaku dan istri sering melakukan pengajian eksklusif bersama kawan-kawannya. Namun, motif pelaku dan kaitannya dengan orang-orang itu masih diselidiki,” kata Wakil Kepala Polda Sumut Brigjen (Pol) Mardiaz Kusin Dwihananto.
Terkait fenomena itu, Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Helmy Faishal Zaini menuturkan, pencegahan radikalisme dan terorisme mesti dimulai dari sel terkecil, yakni keluarga. Lingkungan sekitar juga bisa jadi benteng agar bibit radikal dan terorisme tak tumbuh.
KOMPAS/ADITYA DIVERANTA
Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nadhlatul Ulama (PBNU) Helmy Faishal Zaini
”Kami meminta masyarakat tetap tenang dan tidak terprovokasi. Masyarakat juga diharapkan proaktif melapor atau mencegah jika ada gejala mengarah pada radikalisme dan terorisme,” katanya.
Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu’ti menyampaikan, pendekatan dalam pencegahan dan pemberantasan radikalisme dan terorisme harus dilakukan melalui berbagai cara dan melibatkan semua pihak. Salah satu pendekatan yang diperlukan adalah pendekatan semesta partisipatif dengan pemerintah membangun komunikasi untuk menumbuhkan kesadaran.
”Pendekatan tak melulu melalui ceramah agama, tetapi bisa melalui jalur seni, olahraga, ekonomi, atau pengembangan hobi lainnya. Masyarakat di sekitar juga perlu diajak berperan dalam mencegah radikalisme dan terorisme,” ujar Mu’ti.
Sempat digeledah
Kemarin, Mardiaz menjelaskan kronologi masuknya RMN ke Markas Polrestabes Medan. Sebelum meledakkan diri di Polrestabes Medan, RMN sempat digeledah petugas jaga. Ia menyelinap masuk lagi bersama rombongan yang hendak membuat surat keterangan catatan kepolisian.
”Kami duga, ketika pertama kali digeledah, bahan peledak masih ditaruh pelaku di sepeda motor. Baru kemudian diambil saat dia mau kembali masuk,” ucap Mardiaz.
KOMPAS/AUFRIDA WISMI WARASTRI
Petugas memasang garis polisi setelah menggeledah rumah yang disewa terduga pelaku bom bunuh diri Polrestabes Medan di Gang Melati, Kelurahan Tanah Enamratus, Medan Marelan, Rabu (13/11/2019). Terduga pelaku tinggal di rumah itu bersama istrinya sebulan terakhir.
Dari penggeledahan di rumah RMN, polisi menemukan senjata tajam, buku-buku catatan, dan alat komunikasi. Polisi masih menyelidiki perakit bom yang dipakai RMN.
Setelah bom bunuh diri di Polrestabes Medan, polisi menangkap empat terduga teroris, yakni tiga orang di Banten dan seorang di Jawa Tengah. Tiga orang yang ditangkap di Banten diduga berafiliasi dengan JAD Banten. Empat orang itu, berdasarkan penelusuran polisi, diduga pernah mengikuti latihan militer. Selain itu, ada pula yang pernah ke Suriah untuk bergabung dengan NIIS.