Pekerja Tambang Mandailing Natal Ingin Pekerjaan Lain
Pekerja tambang emas rakyat yang menjamur di sepanjang Sungai Batang Natal, Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara, siap beralih pekerjaan jika ada sumber ekonomi keluarga yang lebih baik.
Oleh
NIKSON SINAGA
·3 menit baca
MANDAILING NATAL, KOMPAS — Pekerja tambang emas rakyat yang menjamur di sepanjang Sungai Batang Natal, Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara, siap beralih pekerjaan jika ada sumber ekonomi keluarga yang lebih baik. Pemerintah tengah menyiapkan alternatif ekonomi agar bisa mengurangi tambang rakyat yang kian menjamur.
”Penambangan rakyat ini sebenarnya pilihan terakhir bagi kami. Kami menyadari, tambang ini ilegal dan berbahaya. Namun, kami tidak punya pilihan lain,” kata Miah Lubis (42), pekerja tambang di Kecamatan Batang Natal, Jumat (15/11/2019).
Penambangan emas rakyat kini menjamur di sepanjang Sungai Batang Natal, khususnya Kecamatan Batang Natal, Lingga Bayu, dan Natal. Aktivitas penambangan berlangsung di sempadan sungai, badan sungai, perladangan, dan perkampungan. Ribuan rumah tangga di sepanjang sungai itu kini menggantungkan hidup pada aktivitas itu.
Menjamurnya penambangan rakyat itu rentan merusak lingkungan. Lubang bekas tambang berdiameter 30-80 meter dan kedalaman 10-70 meter menjamur di sempadan dan badan sungai.
Sawah, kebun karet, dan sempadan sungai menjadi sasaran menggali material tambang. Air sungai pun berwarna coklat pekat sepanjang hari karena pembuangan limbah. Pencemaran lingkungan ini diduga berdampak pada kesehatan masyarakat.
Miah mengatakan, sebagai pekerja tambang rakyat, ia mendapat rata-rata Rp 150.000 per hari. Uang itu ia gunakan untuk keperluan hidup sehari-hari. ”Sejak harga karet jatuh, saya tidak menyadap karet lagi karena kini hanya bisa mendapat Rp 50.000 per hari,” ujarnya.
Ali Bustami Nasution (58), pekerja tambang rakyat lainnya, menyebutkan, para pekerja tambang di Sungai Batang Natal hampir semuanya adalah petani karet. Bustami meninggalkan kebun karetnya karena tidak mencukupi lagi untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
”Saya juga harus membiayai anak saya yang sedang kuliah di Medan. Saya sekolahkan dia agar tidak menjadi pekerja tambang seperti saya,” lanjutnya.
Bustami mengatakan, menjadi pekerja tambang merupakan pilihan terakhir bagi mereka. Mereka menghadapi risiko kecelakaan kerja setiap hari, terutama tertimpa batu besar. Menurut dia, banyak pekerja yang cedera dan meninggal karena tertimpa batu.
”Kalau harga karet naik, kami akan berhenti sendiri menambang emas meskipun tidak diminta,” katanya.
Kalau harga karet naik, kami akan berhenti sendiri menambang emas meskipun tidak diminta.
Bupati Mandailing Natal Dahlan Hasan Nasution menuturkan, daerahnya kini darurat tambang ilegal. Mereka sedang menyiapkan upaya penertiban tambang emas ilegal. ”Namun, kami menyadari penertiban tidak bisa dilakukan dengan tiba-tiba karena menyangkut penghidupan ribuan keluarga,” katanya.
Dahlan menyebutkan, pihaknya telah berkoordinasi dengan pemerintah pusat untuk menertibkan tambang emas ilegal. Mereka pun menyiapkan alternatif ekonomi rakyat, seperti pembuatan kolam ikan, peternakan, dan perhutanan sosial.
”Kami berharap harga karet bisa naik kembali. Namun, komoditas karet ini lebih banyak dipengaruhi pasar internasional. Peningkatan harga karet bisa dilakukan dengan meningkatkan serapan dalam negeri,” katanya.
Menurut Ketua DPRD Mandailing Natal Erwin Efendi Lubis, penertiban tambang rakyat mendesak dilakukan karena saat ini sudah semakin luas hingga ke tengah perkampungan. ”Namun, penutupan secara tiba-tiba tidak bisa dilakukan karena menyangkut kehidupan warga,” ujarnya.
Selain menyiapkan alternatif ekonomi bagi masyarakat, kata Erwin, pemerintah juga harus menata penambangan yang ada, seperti mengatur lokasi, pengolahan, pembuangan limbah, reklamasi, dan keselamatan pekerja.