Regulasi terkait pengembangan energi terbarukan di Indonesia dinilai masih menjadi ganjalan. Pencapaian target porsi 23 persen tahun 2025 butuh perbaikan regulasi secara revolusioner.
Oleh
ARIS PRASETYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Regulasi terkait pengembangan energi terbarukan di Indonesia masih menjadi ganjalan sehingga sektor ini sulit berkembang. Target 23 persen energi terbarukan dalam bauran energi nasional pada 2025 secara teknis memungkinkan dicapai. Hanya saja, perlu perbaikan regulasi yang revolusioner untuk mencapai target tersebut.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN) Pasal 9 Huruf f tertulis bahwa peran energi terbarukan sedikitnya 23 persen di 2025 dan naik menjadi 31 persen di 2050. Peran minyak bumi berkurang dari 25 persen di 2025 menjadi 20 persen di 2050. Pada waktu yang sama, peran batubara dikurangi dari 30 persen menjadi 25 persen. Saat ini, porsi energi terbarukan dalam bauran energi nasional sekitar 8 persen saja.
”Kalau tidak melibatkan masyarakat untuk mendukung percepatan energi terbarukan, maka (target bauran energi nasional) ini akan terhambat. Semua regulasi (di bidang energi terbarukan) harus dikaji ulang,” ujar Ketua Dewan Penasihat Indonesia Clean Energy Forum (ICEF) Kuntoro Mangkusubroto di sela-sela acara Indonesia Energy Transition Dialogue, Rabu (13/11/2019), di Jakarta.
Selain regulasi, hambatan lain dalam pengembangan energi terbarukan di Indonesia, lanjut Kuntoro, adalah cara berpikir yang menjadi dasar penentuan kebijakan. Ia mencontohkan, apabila kelompok industri atau individu diizinkan membangun pembangkit listrik tenaga surya untuk mencukupi kebutuhan mereka sendiri, nasib pasokan listrik PLN akan menjadi persoalan. Praktis serapan pasokan listrik berkurang dan PLN bisa merugi.
”Kalau pendapatan PLN berkurang, kan, merugikan negara. Ini yang perlu dipikirkan,” kata Kuntoro.
Direktur Eksekutif Institute for Essential Service Reform (IESR) Fabby Tumiwa menambahkan, secara teknis, target 23 persen energi terbarukan bisa dicapai tepat waktu. Hanya saja, perlu dukungan regulasi yang benar-benar mendukung percepatan pengembangan energi terbarukan di Indonesia. Ia mencontohkan Vietnam yang dalam setahun mampu menambah pasokan listrik dari tenaga surya sebanyak 4.500 megawatt.
”Sampai 2020, Vietnam akan menambah pasokan listrik tenaga surya mereka menjadi 10.000 megawatt. Vietnam saja bisa secepat itu, kenapa Indonesia tidak? Itu karena mereka didukung kebijakan yang menguntungkan bagi pengembang energi terbarukan,” ucap Fabby.
Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 50 Tahun 2017 tentang Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik, misalnya, mencabut skema feed in tariff dan menetapkan harga jual listrik energi terbarukan berdasarkan biaya pokok pembangkitan listrik setempat. Skema feed in tariff adalah biaya patokan pembelian tenaga listrik berdasarkan biaya produksi listrik dari energi terbarukan.
”Skema baru itu menyulitkan investor domestik skala kecil (mengembangkan pembangkit energi terbarukan kurang dari 10 megawatt) karena kemampuan finansial mereka terbatas,” ujar Fabby.
Sementara itu, Staf Ahli Bidang Investasi dan Pengembangan Infrastruktur Kementerian ESDM Prahoro Yulijanto Nurtjahyo mengatakan, pemerintah telah menyederhanakan sejumlah regulasi yang berpotensi menghambat investasi di sektor ESDM. Sampai semester I-2019, ada 186 perizinan di sektor ESDM yang dicabut. Secara khusus di sektor energi terbarukan ada 14 regulasi dan perizinan yang dicabut.
”Indonesia punya potensi besar di bidang energi terbarukan. Hanya saja, pengembangannya masih menghadapi sejumlah kendala, seperti skema pembiayaan proyek, ketersediaan infrastruktur, investasi yang tinggi, dan isu tentang keandalan pasokan. Namun, pemerintah tetap berkomitmen untuk terus mengembangkan energi terbarukan,” kata Prahoro.
Berdasarkan data Kementerian ESDM, realisasi investasi sektor energi terbarukan sampai semester I-2019 adalah 900 juta dollar AS. Adapun target investasi sektor tersebut tahun ini sebesar 1,8 miliar dollar AS. Target tahun ini lebih tinggi dari realisasi investasi tahun lalu yang sebesar 1,6 miliar dollar AS.