Pemberantasan tambang minyak ilegal di Jambi, belum efektif karena dilakukan secara sporadis dan belum berkelanjutan. Dibutuhkan dukungan pemerintah untuk penanganan yang tuntas dan menyeluruh.
Oleh
Irma Tambunan
·2 menit baca
JAMBI, KOMPAS - Upaya pemberantasan tambang minyak ilegal di wilayah Bajubang, Kabupaten Batanghari, Jambi, belum berjalan efektif karena dilakukan secara sporadis dan belum berkelanjutan. Dukungan berbagai pihak, termasuk dari pemerintah pusat, dibutuhkan untuk penanganan yang tuntas dan menyeluruh.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Batanghari Parlaungan, Rabu (13/11/2019), mengatakan, meski sudah dibentuk tim terpadu di tingkat kabupaten, provinsi, dan juga pusat, pemberantasan tambang minyak ilegal belum efektif karena berjalan sporadis dan tidak berkelanjutan. ”Kalau bisa dilakukan kontinu tiap hari, pasti (tambang ilegal) bisa ditutup. Kalau hanya sekali-sekali, petambang akan curi-curi terus,” katanya.
Seperti diberitakan sebelumnya, tim gabungan dari Dinas Lingkungan Hidup Batanghari dan Satuan Polisi Reaksi Cepat (Sporc) Brigade Harimau Jambi pada Selasa (12/11) melakukan operasi penertiban tambang minyak ilegal. Sejumlah 32 sumur minyak ilegal dan alat pengeboran dihancurkan. Sumur yang dihancurkan tidak sebanding dengan 2.000-an tambang minyak ilegal di sana.
Kalau hanya sekali-sekali, petambang akan curi-curi terus.
Parlaungan berharap koordinasi antarkementerian di pusat hingga daerah bisa menggelar operasi penertiban secara berkelanjutan sehingga semua tambang minyak ilegal di Batanghari bisa diberantas secara tuntas.
Kesepakatan kerja sama yang dijalin Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya dan Kepala Polri Jenderal Idham Azis dalam penanganan pembalakan liar dan pencemaran limbah, Selasa lalu, di Jakarta, memberi harapan akan adanya dukungan dari pemerintah pusat. Pemberantasan pertambangan ilegal bisa menjadi bagian dari kerja sama itu karena dampaknya merusak dan mencemari lingkungan.
Sementara itu, dari sisi petambang rakyat, mereka bisa menerima operasi penertiban oleh pemerintah sepanjang dilakukan menyeluruh. Untung, salah seorang pengelola lokasi tambang liar di dalam Taman Hutan Raya Senami di Batanghari, mengatakan, petugas kerap menutup sumur liar di sana.
Namun, sumur itu lalu bisa dibuka lagi oleh para pekerja. ”Kami tidak terima jika petugas hanya menutup beberapa sumur. Kalau memang serius, seharusnya tutup semuanya,” kata Untung yang mengelola sekitar 50 sumur minyak liar.
Dampak bagi Pertamina
Keberadaan sumur minyak ilegal yang marak turut berdampak pada penurunan produksi minyak di Wilayah Kerja Pertambangan PT Pertamina (Persero) yang ada di Senami. Head of Safety and Security Environment PT Prakarsa Betung Meruo Senami (PBMS), selaku pelaksana di Wilayah Kerja Pertambangan PT Pertamina (Persero), Hendri, mengatakan, jumlah sumur yang telah dibuka petambang liar kini 2.300-an titik. Tahun lalu sumur minyak ilegal di sana berkisar 1.500-1.800 titik.
Sebagian sumur liar dibangun di dekat lokasi sumur tambang perusahaan. Produksi minyak perusahaan pun menyusut dari 1.150 barel per hari tahun lalu menjadi 852 barel per hari tahun ini.