OJK menyatakan sejumlah calon investor berminat memperkuat permodalan PT Bank Muamalat Indonesia Tbk. Bank syariah tertua di Indonesia ini kini membutuhkan suntikan dana yang tidak sedikit untuk kelanjutan bisnis.
Oleh
DIMAS WARADITYA NUGRAHA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Otoritas Jasa Keuangan menyatakan, sejumlah calon investor telah menyatakan minat memperkuat permodalan PT Bank Muamalat Indonesia Tbk. Bank syariah tertua di Indonesia ini kini membutuhkan suntikan dana yang tidak sedikit untuk kelanjutan bisnis mereka.
Deputi Komisioner Pengawas Perbankan III Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Slamet Edy Purnomo mengatakan, beberapa calon investor strategis Bank Muamalat perlu menunjukkan keseriusan dengan menaruh dana di rekening penampung atau rekening pihak ketiga. Hal ini untuk memastikan masing-masing pihak melaksanakan kewajibannya.
”Calon investor harus memenuhi persyaratan dan persetujuan dari pemegang saham bank, menunjukkan keseriusan dengan menempatkan dana
escrow account, dan menjamin keberlanjutan bisnis bank,” ujarnya di Jakarta, Kamis (14/11/2019).
Pengawas industri jasa keuangan itu juga meminta manajemen Bank Muamalat terus menerapkan langkah perbaikan dan tata kelola perusahaan yang memadai. Pernyataan OJK ini merupakan respons atas kabar yang beredar bahwa sejumlah konsorsium sedang berminat memperkuat permodalan Bank Muamalat.
Slamet memastikan OJK membuka kesempatan kepada pihak mana pun untuk menunjukkan keseriusan dalam meminang Muamalat. OJK akan terus mengawasi proses penguatan permodalan dan langkah-langkah perbaikan yang dilakukan Bank Muamalat dengan benar dan berkelanjutan.
Butuh modal
Sejak 2015, Bank Muamalat dirundung masalah kekurangan modal. Jajaran komisaris dan direksi beberapa kali melakukan upaya penyelamatan, dengan cara menambah modal melalui rights issue dengan mengundang investor baru ataupun sekuritisasi kredit milik Bank Muamalat.
Sayangnya, upaya tersebut masih belum menemukan titik terang karena calon-calon investor enggan membeli sekuritisasi utang dari bank syariah pertama Indonesia tersebut. Tidak kunjung mendapat suntikan modal mempengaruhi kinerja dari bank syariah pertama di Indonesia ini.
Data laporan keuangan terakhir menunjukkan laba bersih Bank Muamalat hanya tersisa Rp 6,57 miliar pada periode Januari-Agustus 2019. Laba tersebut anjlok 94,07 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2018 yang tercatat Rp 110,9 miliar.
Sementara itu, di periode yang sama, beban operasional lainnya mencapai Rp 1,08 triliun, yang didominasi oleh beban tenaga kerja dan beban lainnya.
Sejak 2015, Bank Muamalat dirundung masalah kekurangan modal. Jajaran komisaris dan direksi beberapa kali melakukan upaya penyelamatan dengan cara menambah modal melalui rights issue dengan mengundang investor baru
Total penyaluran pembiayaan Bank Muamalat sepanjang semester I-2019 Rp 15,70 triliun yang terdiri dari Mudharabah Rp 461 miliar dan Musyarakah Rp 15,24 triliun. Capaian ini turun 10,7 persen apabila dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu saat penyaluran pembiayaan mencapai Rp 17,68 triliun yang terdiri dari Mudharabah Rp 548 miliar dan Musyarakah Rp 17,13 triliun.
Dari seluruh pembiayaan yang disalurkan Muamalat, rasio pembiayaan bermasalah (nonperforming financing/NPF) gros membengkak dari 1,65 persen pada Juni 2018 menjadi 5,41 persen pada Juni 2019. Posisi NPF berada di atas batas maksimal ketentuan regulator, yakni 5 persen, akibat rendahnya kualitas pembiayaan.
Kabar terbaru, pada rencana akuisisi yang telah dipublikasikan triwulan II-2019, perusahaan bentukan Ilham Habibie dan SSG Capital Management Limited hendak mengakuisisi 77,1 persen saham baru yang akan diterbitkan Muamalat. Total saham baru tersebut senilai Rp 2,2 triliun.
Konsorsium
Pengamat BUMN dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Toto Pranoto, menilai tingginya modal yang dibutuhkan untuk menyehatkan Muamalat mengharuskan pembentukan konsorsium oleh anak usaha bank BUMN di sektor keuangan syariah.
Strategi tersebut juga bermanfaat untuk membagi risiko yang berpotensi muncul dalam perjalanan bisnis, serta sebagai jalan mendorong sinergi antaranak usaha bank BUMN yang bergerak di industri keuangan syariah.
”Di samping itu, pasar keuangan syariah masih sangat luas. Pemerintah dapat memanfaatkan potensi ini dengan menggunakan Bank Muamalat sebagai instrumennya,” ujarnya.