Pemerintahan Presiden Martin Vizcarra di Peru yang berhaluan kanan-tengah menangguhkan izin pesawat Morales untuk berhenti di Lima atas pertimbangan politik. Tak ada pilihan, Meksiko melaksanakan rencana alternatifnya.
Oleh
BENNY DWI KOESTANTO DAN ELSA EMIRIA LEBA
·3 menit baca
Perjalanan Evo Morales menuju pengasingan di Meksiko menyajikan drama menegangkan, sekaligus gambaran lanskap politik teraktual di Amerika Latin.
Mantan Presiden Bolivia Evo Morales, Selasa (12/11/2019) waktu setempat, tiba selamat di tempat pengasingannya di Meksiko. Ia dievakuasi dengan pesawat Angkatan Udara Meksiko, Senin malam. Demi alasan keamanan, tidak diungkap lokasi tempat tinggalnya di Meksiko.
Setiba di Meksiko, Morales disambut Menteri Luar Negeri Meksiko Marcelo Ebrard. Morales berterima kasih kepada Presiden Meksiko Manuel Lopez Obrador yang—seperti dirinya—juga pemimpin berhaluan kiri. ”Dia telah menyelamatkan hidup saya,” ujarnya.
”Selama saya masih hidup, kami tetap berada di arena politik. Selama saya masih hidup, perlawanan berlanjut,” kata Morales kepada pers di Meksiko.
Hari Senin, selepas tengah hari, Meksiko mengirim pesawat angkatan udaranya untuk menjemput Morales. Hal itu setelah Morales menelepon Menlu Ebrard, berselang sehari seusai pengunduran dirinya. Dalam pembicaraan telepon tersebut, Morales menyatakan menerima tawaran suaka dari Pemerintah Meksiko.
Pesawat dari Mexico City, ibu kota Meksiko, itu awalnya terbang menuju ke Lima, Peru. Di kota ini pesawat berhenti menunggu otorisasi guna memasuki wilayah udara Bolivia. Malam harinya, pesawat diterbangkan ke Bolivia setelah mendapat lampu hijau dari otoritas Bolivia. Namun, di tengah penerbangan, pesawat itu harus kembali ke Peru. Ada laporan, Bolivia mencabut izin pesawat masuk negara itu.
Di tengah penerbangan menuju Bolivia, pesawat yang akan digunakan mengevakuasi Morales harus kembali ke Peru. Ada laporan, Bolivia mencabut izin pesawat masuk negara itu.
Menurut Ebrard, tidak ada yang tahu siapa otoritas berwenang saat itu di Bolivia, termasuk terkait proses penjemputan Morales. Sebab, wakil presiden dan pejabat tinggi lain di negeri itu juga mundur.
Setelah menunggu di Lima, pesawat AU Meksiko akhirnya mendapat lampu hijau dari Bolivia dan menjemput Morales di Bandara Chimore di kota Cochabamba. Menurut rencana, pesawat itu terbang kembali melalui rute yang sama, berhenti mengisi bahan bakar di Lima.
Peru berubah pikiran
Namun, pemerintahan Presiden Martin Vizcarra di Peru yang berhaluan kanan-tengah menangguhkan izin pesawat itu untuk berhenti di Lima atas pertimbangan politik. Tak ada pilihan, Meksiko harus melaksanakan rencana alternatifnya.
Mexico City meminta Presiden Argentina Alberto Fernandez yang juga berhaluan kiri untuk menelepon Presiden Paraguay Mario Abdo agar pesawat yang mengangkut Morales itu bisa transit di Asuncion, Paraguay. Alih-alih transit di Peru, pesawat Morales singgah di Asuncion, sekaligus mengisi bahan bakar.
Sampai momen itu, rintangan ternyata belum selesai. Ekuador juga menolak wilayah udaranya dilewati pesawat Morales. Pesawat itu terpaksa menelusuri jalur perbatasan Brasil dengan Bolivia dan Ekuador, lalu terbang ke Pasifik, melewati perairan internasional.
Secara keseluruhan, penerbangan Morales memakan waktu 16 jam, dua kali lebih lama dari penerbangan dalam kondisi normal. Dalam misi penyelamatan Morales itu, otoritas Meksiko total bekerja lebih dari 24 jam.
Sepeninggal Morales, wakil kedua pemimpin senat Bolivia, Jeanine Anez (52), mengklaim diri sebagai presiden sementara Bolivia. Secara konstitusi, ia dapat menjadi pemimpin negara setelah presiden, wapres, dan para pemimpin majelis di kongres mengundurkan diri.
”Atas ketiadaan presiden dan wapres, sebagai presiden senat, saya langsung menerima jabatan presiden, seperti tertera dalam tatanan konstitusi,” kata Anez, politisi berhaluan sayap kanan itu.