Ekspor Kendaraan Meningkat Ditopang Permintaan Mobil Penumpang
Jumlah ekspor kendaraan nasional sampai triwulan III-2019 meningkat secara signifikan dibandingkan periode sama tahun lalu. Kenaikan itu ditopang permintaan kendaraan penumpang dibanding kendaraan komersial atau niaga.
Oleh
Erika Kurnia
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Jumlah ekspor kendaraan nasional sampai triwulan III-2019 meningkat secara signifikan dibandingkan dengan periode sama tahun lalu. Kenaikan itu ditopang permintaan kendaraan penumpang dibandingkan dengan kendaraan komersial atau niaga.
Data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor (Gaikindo) menunjukkan, total ekspor kendaraan utuh atau completely built-up (CBU) pada Januari-September 2019 mencapai 240.338 unit. Jumlah itu meningkat 28 persen dari 187.753 unit kendaraan pada periode sama di 2018.
”Diharapkan sampai akhir tahun ekspor bisa mencapai 300.000 unit,” kata Ketua I Gaikindo Jongkie Sugiarto saat dihubungi pada Kamis (14/11/2019).
Peningkatan itu sejalan dengan peningkatan jumlah penyaluran kendaraan untuk ekspor di terminal kendaraan PT Indonesia Kendaraan Terminal (IKT) Tbk atau Indonesia Port Corporation Car Terminal (IPCC). Ekspor kendaraan melalui IKT pada periode Januari-September 2019 meningkat 28 persen ke angka 235.721 unit kendaraan.
Direktur Utama IKT Salusra Wijaya dalam kegiatan Analyst Meeting 2019 di Jakarta hari ini mengaku senang mengetahui kinerja ekspor otomotif nasional meningkat. ”Kita memang harus bisa lebih banyak ekspor daripada perbanyak penggunaan mobil produksi sendiri. Sampai akhir tahun, pengiriman mobil CBU kita harapkan bisa mencapai 500.000 unit. Insya Allah, this is the highest export sepanjang sejarah kami,” tuturnya.
Menurut catatan IKT, kendaraan yang paling banyak diekspor sejak Januari-September 2019 adalah mobil penumpang. Adapun mereknya antara lain Toyota (63 persen), Mitsubishi (18 persen), dan Suzuki (11 persen). Mobil penumpang itu banyak diekspor untuk negara berkembang, seperti Filipina, Vietnam, Arab Saudi, Thailand, Meksiko, dan beberapa negara di Afrika Utara.
Di tengah kondisi itu, ekspor kendaraan komersial untuk kegiatan perdagangan melambat. Gaikindo mencatat, ekspor model mobil komersial menurun 26,02 persen menjadi hanya 6.230 unit pada Januari-September 2019. Ekspor kendaraan komersial dikontribusi merek kendaraan Daihatsu, Suzuki, dan Hino.
Alat berat
Selain kendaraan komersial, IKT mencatat adanya perlambatan dalam muatan kendaraan alat berat pada tahun ini. Hal itu dinilai terjadi akibat melambatnya pertumbuhan ekonomi yang ditopang aktivitas industri batubara dan mineral, perkebunan sawit, hingga pembangunan infrastruktur.
Salusra menyampaikan, jumlah alat berat yang keluar masuk di terminal kendaraan mereka banyak alami penurunan. Dibandingkan 7.730 unit kendaraan berat di sembilan bulan pertama 2018, sampai triwulan III-2019 ini jumlah alat berat yang dilayani di IKT hanya 4.860 unit.
”Perlambatan ini kami lihat karena menurunnya impor alat berat untuk aktivitas niaga. Industri batubara kita tengah menghentikan eksplorasi karena kebutuhan di negara pengekspor berkurang, industri kelapa sawit kita juga terhajar sana sini karena masalah lingkungan. Infrastruktur kita juga sudah mulai melambat,” tuturnya.
Ia menyebut, alat berat yang biasa diakomodasi IKT sebanyak 40 persen didatangkan oleh perusahaan pertambangan batubara, 35 persen lainnya untuk perusahaan penanam kelapa sawit, dan sisanya untuk perusahaan pengerjaan infrastruktur.
Sebagai salah satu penyumbang permintaan alat berat, permintaan perdagangan minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO) setidaknya dalam semester pertama 2019 berkurang hingga harga CPO global rata-rata hanya 492 dollar AS per metrik ton.
Namun, menurut data Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia, harga rata-rata CPO triwulan III-2019 di pasar global mencapai 541 dollar AS per metrik ton. Tahun depan, harga CPO bahkan diprediksi menyentuh 750 dollar AS per metrik ton.
”Untuk itu, kami enggak putus asa karena kami sudah cek pengguna kami. Dengan prediksi naiknya harga-harga komoditas di masa mendatang, diekspektasikan pengusaha akan membutuhkan alat berat baru untuk eksploitasi dan eksplorasi. Untuk infrastruktur, Pemerintah RI juga sudah komitmen memindahkan ibu kota sehingga kebutuhan infrastruktur akan naik, setidaknya di 2021,” tuturnya.