Dampak Perubahan Iklim Terasa di Mana-mana dan Semakin Berbahaya
Perubahan iklim mengakibatkan bencana alam di bumi. Banjir ekstrem di Venesia (Italia), kebakaran di Australia, dan beberapa wabah di China telah dikaitkan dengan perubahan iklim.
Oleh
ELOK DYAH MESSWATI
·4 menit baca
SINGAPURA, KAMIS — Perubahan iklim mengakibatkan bencana alam di bumi. Banjir ekstrem di Venesia (Italia), kebakaran di Australia, dan beberapa wabah di China telah dikaitkan dengan perubahan iklim. Para peneliti juga memperingatkan bahwa pemanasan global dapat mengakibatkan penyakit seumur hidup bagi generasi mendatang.
Pemerintah Venesia pada Rabu (13/11/2019) menyatakan keadaan darurat setelah banjir besar melanda kota Venesia. Banjir besar itu merendam Basilika St Marco dan alun-alunnya yang biasa dipenuhi burung-burung merpati. Tak hanya Basilika, beberapa bangunan tua yang usianya sudah ratusan tahun pun terendam banjir.
”Ini adalah hasil dari perubahan iklim,” cuit Wali Kota Venesia Luigi Brugnaro di Twitter.
Jalan-jalan dan labirin kota Venesia dipenuhi banjir besar, batu-batu yang menjadi materi jalan pun hancur, perahu-perahu terlempar ke darat, dan gondola hancur di tambatan saat banjir meninggi hingga mencapai 187 sentimeter. Ini banjir dengan permukaan air tertinggi sejak rekor banjir di Venesia yang ketinggian permukaan airnya mencapai 194 sentimeter pada 1966.
Brugnaro menyebut, Venesia hancur dan menanggung kerusakan akibat banjir dengan perkiraan kerugian mencapai ratusan juta euro.
Kebakaran di Australia
Sementara itu, di sisi lain dunia, beberapa wilayah Australia telah hancur akibat kebakaran hutan yang makin membesar pada minggu ini. Sebanyak empat orang tewas dan warga Australia terpaksa mengungsi menghindari kobaran api.
Sejak 2016, Australia utara, pedalaman New South Wales, dan wilayah Queensland selatan telah mengalami kekeringan. Badan meteorologi setempat menyebut, kekeringan itu sebagian didorong suhu permukaan laut yang lebih hangat yang memengaruhi pola curah hujan. Temperatur udara juga menghangat sejak abad yang lalu, mengakibatkan tanah makin kering dan memicu kebakaran.
Namun, keterkaitan antara perubahan iklim dan cuaca ekstrem justru menjadi perdebatan politik di Australia. Pemerintah, yang mendukung industri batubara, menerima perlunya mengurangi emisi. Namun, mereka juga berargumen bahwa aksi pembelaan lingkungan yang terlalu kuat akan melumpuhkan ekonomi Australia.
Hal itu menyebabkan Australia harus berhadapan dengan negara-negara tetangga kepulauan di Laut Pasifik yang rentan terhadap suhu lebih hangat dan naiknya permukaan laut. Secara global, kekhawatiran tentang dampak perubahan iklim semakin besar semenjak Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump meninggalkan Kesepakatan Iklim Paris.
Trump dan Presiden Brasil Jair Bolsonaro adalah pemimpin di dunia yang secara terbuka mempertanyakan pengetahuan tentang perubahan iklim. Padahal, di negara kedua pemimpin itu terjadi kebakaran hebat, yakni di California, AS, dan Lembah Amazon, Brasil. Para pencinta lingkungan menyebut bahwa kebakaran itu terjadi akibat pemanasan global.
Wabah di China
Sementara para politisi berdebat, kekhawatiran lain juga terus meningkat terkait dampak kondisi dunia yang lebih hangat pada kesehatan manusia. Di China, pejabat kesehatan melaporkan adanya wabah pneumonia (radang paru) yang langka setelah dua kasus dikonfirmasi di Beijing pekan ini.
Kedua penderita pneumonia itu terinfeksi di Provinsi Mongolia Dalam, tempat populasi hewan pengerat meningkat secara dramatis setelah kekeringan yang terus-menerus dan diperburuk perubahan iklim. Wilayah Provinsi Mongolia Dalam dilanda ”wabah tikus” pada musim panas lalu.
Implikasi lebih luas akibat perubahan iklim bagi kesehatan sangat memprihatinkan. Jurnal medis, Lancet, menerbitkan sebuah studi pada pekan ini yang menyatakan bahwa perubahan iklim telah membahayakan kesehatan masyarakat seiring dengan meningkatnya cuaca ekstrem dan memperburuk polusi udara.
Menurut peneliti dalam studi di jurnal medis tersebut, dunia yang lebih hangat membawa risiko kekurangan makanan, penyakit menular, banjir, dan panas ekstrem. Jika tidak ada langkah atau tindakan yang dilakukan, dampak tersebut dapat membebani seluruh generasi dengan penyakit sepanjang hidup mereka.
”Anak-anak sangat rentan terhadap risiko kesehatan akibat perubahan iklim. Tubuh dan sistem kekebalan tubuh mereka masih berkembang, membuat mereka lebih rentan terhadap penyakit dan polutan lingkungan,” kata Nick Watts, salah seorang pemimpin Lancet Countdown on Health and Climate Change Study.
Watts mengingatkan bahwa penyakit yang diderita anak usia dini akan ”persisten dan meresap” serta membawa konsekuensi seumur hidup. ”Tanpa aksi segera dari semua negara untuk mengurangi emisi gas rumah kaca, kesejahteraan dan harapan hidup akan dikompromikan. Perubahan iklim akan menentukan kesehatan seluruh generasi,” kata Watts dalam konferensi di London, Inggris. (REUTERS/AFP)