Sejahtera Jiwa-Raga di Pasar Digital
Konsep wisata kreatif tumbuh di masyarakat seiring posisi pariwisata sebagai penggerak ekonomi baru. Salah satunya pasar tradisional yang dikemas unik dengan gimik menarik. Destinasi ini dipromosikan via media digital.
Konsep wisata kreatif belakangan kian bertumbuh di masyarakat seiring posisi pariwisata sebagai primadona ekonomi baru. Salah satunya pasar tradisional yang dikemas unik dengan gimik menarik. Lewat media digital, obyek ini gencar dipromosikan menggaet pengunjung sekaligus memutar ekonomi daerah.
Sejumlah wisatawan duduk santai di atas dipan bambu salah satu lapak Pasar Menoreh, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, Sabtu (20/10/2019) siang. Sambil berbincang, mereka asyik mengudap makanan tradisional, misalnya geblek dan tiwul. Seusai makan, mereka menyerahkan potongan bambu yang menjadi alat pembayaran resmi di pasar tersebut.
”Lucu juga ini pasarnya. Bayarnya pakai potongan bambu dan makanannya masih tradisional gitu,” kata Restu (26), wisatawan asal Yogyakarta.
Siang itu, bersama dua temannya, Restu mampir ke Pasar Menoreh di Desa Sedayu, Kecamatan Loano, Purworejo. Sebelum berkunjung ke tempat itu, Restu dan kawan-kawannya lebih dulu berwisata ke Kebun Teh Nglinggo yang terpaut tak jauh dari Pasar Menoreh.
Baca juga: Asupan Jiwa di Pasar Temon
Puas berfoto-foto dengan pemandangan alam kebun teh dan kawasan perbukitan Menoreh, tiga perempuan itu lalu menuju Pasar Menoreh untuk makan siang. ”Kami tahu pasar ini dari teman. Lalu, ya, coba saja jalan ke sini untuk cari makan. Ternyata unik juga,” ungkap Restu.
Pasar Menoreh merupakan destinasi wisata baru di Purworejo yang dikembangkan Generasi Pesona Indonesia (GenPI) bersama masyarakat Desa Sedayu. GenPI adalah komunitas yang dibentuk Kementerian Pariwisata untuk mengembangkan aktivitas pariwisata di sejumlah daerah di Indonesia.
Pasar-pasar unik itu kadang disebut sebagai pasar digital karena juga diharapkan bisa menarik wisatawan melalui promosi di media digital.
Selama beberapa tahun terakhir, GenPI mengembangkan destinasi digital, yakni sebuah destinasi wisata yang dipromosikan melalui media digital, seperti website dan media sosial. Destinasi-destinasi digital yang dikembangkan itu biasanya memiliki keindahan atau keunikan secara visual sehingga menarik dipromosikan melalui media sosial, seperti Instagram.
Salah satu jenis destinasi digital itu adalah pasar-pasar tradisional berkonsep unik, seperti Pasar Menoreh. Pasar-pasar unik itu kadang disebut sebagai pasar digital karena juga diharapkan bisa menarik wisatawan melalui promosi di media digital.
Pasar Menoreh, yang diresmikan 14 Februari 2019, memiliki sejumlah keunikan. Kios-kios di pasar itu, misalnya, terbuat dari bambu sehingga tampak berbeda dengan pasar modern. Pasar yang buka setiap hari Minggu pukul 13.00-17.00 itu juga dilengkapi taman dan tempat-tempat layak Instagram untuk memanjakan pengunjung yang ingin berfoto.
Selain itu, pasar yang berlokasi di kawasan perbukitan Menoreh tersebut juga menyajikan berbagai jenis makanan dan minuman tradisional yang sebagian jarang ditemui di wilayah perkotaan. Selain geblek dan tiwul, ada juga soto bathok, ronde, tempe mendoan, jadah, sate kere, dawet hitam, dan sebagainya.
Untuk menambah keunikan, panitia memberlakukan sistem pembayaran menggunakan alat tukar berupa potongan bambu. Sebelum membeli makanan dan minuman, setiap pengunjung harus menukarkan uang mereka dengan potongan bambu yang telah disediakan panitia. Potongan bambu yang telah diberi keterangan nominal itu bisa digunakan sebagai alat pembayaran untuk membeli berbagai produk di Pasar Menoreh.
Baca juga: Memberdayakan Petani Rempah Menoreh
Angkat ekonomi
Koordinator Pedagang Pasar Menoreh Sumaryanti (63) mengatakan, di pasar tersebut terdapat 18 kios dengan jumlah pedagang sekitar 60 orang. Setiap kios bisa dikelola lebih dari satu orang. ”Para pedagang itu berasal dari perwakilan warga di setiap RW di Desa Sedayu. Satu kios itu bisa dipakai beberapa orang,” ujar pensiunan guru SD tersebut.
Selain sebagai destinasi wisata baru, pembukaan Pasar Menoreh juga untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar. Menurut Sumaryanti, selama ini, keberadaan Pasar Menoreh sudah turut berkontribusi meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar. Sebab, dari penjualan makanan di Pasar Menoreh, pedagang mendapat pemasukan yang lumayan.
”Perputaran ekonomi di pasar ini ikut memberikan pendapatan tambahan bagi warga. Jadi, warga juga semangat berdagang di sini,” ujar Sumaryanti yang juga berjualan di salah satu kios di Pasar Menoreh.
”Ekonomi di pasar ini ikut memberikan pendapatan tambahan bagi warga. Jadi, warga juga semangat berdagang di sini.” (Sumaryanti)
Sumaryanti mencontohkan, pendapatan kios yang dikelolanya mulai dari Rp 600.000 hingga Rp 900.000 dalam sekali buka. Sementara itu, omzet semua pedagang di Pasar Menoreh bisa mencapai Rp 6 juta hingga Rp 11 juta dalam sekali buka.
Ke depan, Pasar Menoreh sangat mungkin dikembangkan lebih jauh karena lokasi pasar itu dekat dengan kawasan Borobudur Highland yang dikelola oleh Badan Otorita Borobudur. Kawasan Borobudur Highland akan dikembangkan menjadi destinasi wisata baru untuk mendukung aktivitas wisata di Candi Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.
Pesisir selatan
Selain Pasar Menoreh, Purworejo juga memiliki pasar digital lain, yakni Pasar Inis di Desa Brondongrejo, Kecamatan Purwodadi. Berbeda dengan Pasar Menoreh yang berada di dekat kawasan perbukitan Menoreh, Pasar Inis berada di sekitar pesisir pantai selatan Purworejo.
Pasar yang buka setiap hari Minggu pukul 05.00-11.00 itu berada di lokasi strategis karena hanya berjarak sekitar 2 kilometer (km) dari Pantai Jatimalang, salah satu obyek wisata populer di Purworejo. Pasar Inis juga berlokasi tak terlalu jauh, yakni sekitar 15 km, dari Bandara Internasional Yogyakarta di Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Lurah Pasar Inis, Rianto Purnomo, mengatakan, Pasar Inis memiliki 10 lapak yang dibangun dari bambu dan atap rumbia. Lapak-lapak itu menjual aneka jenis kuliner tradisional, misalnya nasi megono, klepon, dawet, hingga coffee latte yang dibuat dengan campuran bunga talang.
Baca juga: Simbok Pasar Pun Melek Digital
Aktivitas perdagangan di Pasar Inis melibatkan 25 warga Desa Brondongrejo. Kini, pasar yang buka mulai 8 April 2018 itu dikunjungi 100 sampai 200 pengunjung setiap pekan. Adapun omzet pasar berkisar Rp 15 juta hingga Rp 20 juta per bulan.
Menurut Rianto, Pasar Inis juga dikembangkan setelah melihat banyaknya calo tanah yang berkeliaran di Desa Brondongrejo. Selama dua tahun terakhir, sesudah adanya rencana pembangunan Bandara Internasional Yogyakarta, para calo mulai mengincar tanah-tanah di Brondongrejo karena desa itu berada tak jauh dari bandara.
Untuk menjaga agar tanah-tanah di desa itu tak habis dijual, Rianto dan sejumlah tokoh masyarakat mengembangkan Pasar Inis sebagai sumber pemasukan baru bagi warga. Ke depan, seiring rencana pengoperasian Bandara Internasional Yogyakarta secara penuh, Pasar Inis diharapkan kian berkembang dan makin banyak dikunjungi wisatawan.
Selain Purworejo, Kabupaten Magelang juga mempunyai pasar tradisional dengan konsep unik, misalnya Pasar Temon yang berlokasi di Desa Sambak, Kecamatan Kajoran. Pasar yang dikelola Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Sambak itu buka setiap 35 hari sekali, yakni pada hari Minggu Pon dalam penanggalan Jawa.
Baca juga: Gerak Cepat Mengejar Angkor Wat
Konsultasi jiwa
Pasar Temon juga berlokasi cukup strategis karena hanya berjarak sekitar 1,5 km dari jalan raya Purworejo-Magelang. Jalan raya tersebut merupakan salah satu jalur penghubung Bandara Internasional Yogyakarta dengan Candi Borobudur.
Pasar Temon menjual aneka makanan tradisional, misalnya getuk, lemet singkong, pelas kedelai, dan aneka olahan tahu. Selain itu, pasar yang buka sejak 15 September 2019 tersebut juga diisi aneka aktivitas, semisal flashmob (menari bersama), pertunjukan musik, atraksi hewan reptil, hingga konsultasi psikologi untuk melupakan mantan kekasih.
Di lapak konsultasi melupakan mantan, setiap pengunjung akan dilayani oleh Warsidi, seorang guru Sosiologi, dan Patria Jati Kusuma, yang sehari-hari berprofesi sebagai psikolog di Universitas Muhammadiyah Purworejo. Mereka yang ingin mendapatkan jasa konsultasi tersebut cukup membayar dua benggol atau sekitar Rp 4.000 saja. Setelah itu, silakan curhat sepuas hati.
Pasar Temon yang baru pertama kali dibuka Minggu (15/9) menggunakan alat pembayaran benggol yang terbuat dari lempengan kayu kecil. Untuk mendapatkan satu benggol, pembeli harus membayar Rp 2.000. Disebut Pasar Temon karena pasar dibuat sebagai lokasi bertemu, pertemuan atau patemonan dalam bahasa Jawa. Karena lokasinya di tepi sawah, maka disebut Pasar Temon Pinggir Sawah.
Warsidi mengatakan, sesuai dengan nama lapak, sebagian besar tamu mengeluhkan bagaimana bisa kembali membuka lembaran baru setelah memutuskan hubungan dengan kekasih. Kebanyakan tamu dari pelajar SMA.
Karena merasa malu, dalam berkonsultasi, para tamu biasanya ditemani teman-temannya. Namun, beberapa tamu juga datang mengeluhkan masalah kehidupan sehari-hari. ”Ada beberapa orangtua yang datang dan berkonsultasi perihal pendidikan serta perilaku anak-anak,” ujarnya.
Langkah membuka jasa konsultasi ini adalah bagian dari upaya sosialisasi, membuka pandangan masyarakat luas bahwa jasa psikolog juga bisa digunakan untuk membantu memecahkan masalah keseharian dalam keluarga. ”Kami juga ingin membuka pandangan banyak orang bahwa jasa psikolog tidak sekadar dibutuhkan mereka yang mengalami gangguan jiwa,” ujarnya.
Sekretaris BUMDes Sambak Muhammad Ainur Rofiq, selaku penyelenggara Pasar Temon, mengatakan, dengan segala layanan unik termasuk konsultasi psikologi, pihaknya ingin menarik para wisatawan yang menuju atau dari Bandara Internasional Yogyakarta.
”Mereka harus tahu bahwa di Magelang itu tidak hanya ada Candi Borobudur, tetapi juga ada hal-hal lain yang menarik untuk dikunjungi, salah satunya Pasar Temon ini,” katanya.
Gimik-gimik unik tersebut diharapkan menjadi umpan yang dapat mendatangkan banyak wisatawan. Geliat ekonomi baru yang tumbuh dari kreativitas warga dan diandalkan mengangkat kesejahteraan mereka.
Baca juga: Resapi Keselarasan Borobudur Highland