Atasi Defisit Perdagangan, Pemerintah Lebih Selektif Keluarkan Izin Impor
Kementerian Perdagangan berkomitmen memperkecil defisit neraca perdagangan pada akhir tahun. Salah satu upayanya adalah dengan lebih selektif mengeluarkan izin impor. Impor 30.000 ton daging dari Brasil telah dibatalkan.
Oleh
erika kurnia
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan berkomitmen memperkecil defisit neraca perdagangan nasional pada akhir tahun. Salah satu upayanya dengan lebih selektif mengeluarkan izin impor.
Khusus menjelang Natal 2019 dan Tahun Baru 2020, Kementerian Perdagangan (Kemendag) menilai impor barang kebutuhan pokok belum diperlukan. Kemendag melihat barang-barang kebutuhan pokok di dalam negeri masih cukup.
Menteri Perdagangan Agus Suparmanto mengatakan, Presiden meminta Kemendag untuk mengantisipasi lonjakan impor. Untuk itu, Kemendag akan lebih selektif memberikan izin impor, terutama barang-barang kebutuhan pokok.
”Kami harus lebih selektif agar jangan sampai pada saat panen, impor produk-produk yang bisa diperoleh dan diproduksi di dalam negeri stoknya menjadi berlebihan,” kata Agus seusai memberikan arahan dalam Rapat Koordinasi Daerah dan Penetrasi Pasar Jelang Natal 2019 dan Tahun Baru 2020, di Jakarta, Rabu (13/11/2019).
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, neraca perdagangan Indonesia sepanjang Januari-September 2019 defisit sebesar 1,945 miliar dollar AS atau Rp 3,840 triliun berdasarkan kurs referensi Bank Indonesia. Nilai defisit itu memang tidak setinggi periode sama pada 2018 yang sebesar 3,815 miliar dollar AS.
Namun, defisit neraca perdagangan itu memengaruhi pertumbuhan ekonomi nasional. Pada trwiulan II-2019, perekonomian Indonesia tumbuh 5,02 persen, terendah dalam empat tahun terakhir, sedangkan sepanjang Januari-September 2019, ekonomi tumbuh 5,04 persen.
Pada triwulan III-2019, pertumbuhan investasi, ekspor, dan konsumsi pemerintah terkontraksi cukup dalam dibandingkan dengan periode sama 2018. Secara khusus, ekspor tumbuh melambat dari 8,08 persen pada triwulan III-2018 menjadi 0,02 persen triwulan III-2019. Kontribusi ekspor terhadap produk domestik bruto sebesar 18,75 persen.
Agus memastikan, timnya akan lebih selektif mengimpor barang dengan melihat kondisi dan kecukupan barang kebutuhan pokok di dalam negeri. Sebagai contoh, Kemendag mendukung keputusan Perum Bulog membatalkan impor 30.000 ton daging dari Brasil karena dinilai sudah memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Kemendag mendukung keputusan Perum Bulog membatalkan impor 30.000 ton daging dari Brasil karena dinilai sudah memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Sebelumnya, pemerintah menugaskan tiga badan usaha milik Negara (BUMN), yakni Bulog, PT Berdikari, dan PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) untuk mengimpor daging sapi asal Brasil. Kuota impor yang diberikan pemerintah sebanyak 50.000 ton. Sebanyak 30.000 ton di antaranya untuk Perum Bulog, dan masing-masing 10.000 ton untuk Berdikari dan PT PPI.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian, dalam rilis yang terbit pada, Rabu (30/10/2019), stok daging sapi nasional jelang Natal dan tahun baru sudah mencukupi.
Dari perkiraan kebutuhan daging sapi sepanjang Oktober-Desember 2019 sebesar 168.870 ton, stok daging sapi yang tersedia mencapai 176.618 ton. Jumlah itu dipenuhi dari produksi sapi lokal sebanyak 99.558 ton; ditambah stok sapi dan kerbau impor, serta stok jeroan dengan total 77.060,51 ton.
"Impor itu kan harus melihat situasi dan kondisi di lapangan, karena tujuan impor untuk mencukupi pasokan, tapi impor juga harus hati-hati agar tidak mengubah iklim usaha di daerah dan menggangu ekonomi kerakyatan," ujarnya.
Selain itu, lanjut Agus, pertimbangan impor komoditas lainnya juga akan ditentukan dalam rapat koordinasi daerah (rakorda). Rakorda itu akan dilakukan mulai pekan kedua November 2019 sampai pekan kedua Desember 2019.
Rakorda tahun ini akan dilakukan di 15 provinsi yang kerap berandil tinggi pada inflasi pada akhir tahun. Kelima belas provinsi itu adalah Sulawesi Utara, Sumatera Utara, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Nusa Tenggara Timur, Maluku, Papua, Papua Barat, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, dan Bali.
Tujuannya adalah memastikan pemerintah daerah, Satuan Tugas Pangan, Bulog, dan para pelaku usaha, siap menghadapi permintaan kebutuhan dan menjaga kestabilan harga barang pokok. Kegiatan akan disusul penetrasi pasar pada 16-20 Desember 2019 untuk mengawal pasokan barang kebutuhan pokok di pasar rakyat, ritel modern, dan gudang barang kebutuhan rokok.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (Gapmmi) Adhi S Lukman memperkirakan tidak akan ada lonjakan impor yang signifikan menjelang Natal 2019 dan Tahun Baru 2020.
Hal itu sama seperti tahun-tahun sebelumnya. Peningkatan impor pada musim liburan akhir tahun biasanya hanya 10-15 persen atau tidak sebesar masa Ramadhan dan Lebaran.
”Lagipula, kebutuhan dalam negeri sudah cukup,” ujarnya.
Perjanjian ekspor
Selain selektif mengeluarkan izin impor, Kemendag juga akan meningkatkan ekspor. Hal itu dilakukan melalui penyelesaian perjanjian perdagangan dengan negara-negara berpotensi untuk ekspor produk Indonesia.
”Negosiasi Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional (RCEP) dan Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-Uni Eropa (IEU-CEPA) menjadi prioritas,” kata Agus (Kompas, 11/11/2019).
Pernyataan itu juga sejalan dengan arahan Presiden Joko Widodo dalam rapat terbatas di Kantor Presiden, Jakarta, Senin (11/11/2019). Presiden meminta para menteri, termasuk Menteri Perdagangan, untuk fokus menyelesaikan negosiasi perdagangan.
”Kemarin, saya perintahkan Menteri Perdagangan untuk secara khusus menugaskan wakil menteri, kemudian Bu Menlu (Retno Marsudi) juga secara khusus menugaskan wakil menteri agar perjanjian perdagangan dengan negara-negara potensial yang menjadi tujuan ekspor bisa segera diselesaikan,” kata Presiden.