Pesta Belanja Daring 24 Jam Hasilkan Rp 984 Triliun, Benarkah Ekonomi Melambat?
Selama 24 jam, penjualan Alibaba Group menembus rekor 38,4 miliar dollar AS dan JD.com 29,1 miliar dollar AS. Adapun penjualan telepon pintar dan produk elektronik via Suning menembus Rp 2,24 triliun pada menit pertama.
Ekonomi melambat? Pelambatan yang mana?
Perusahaan perdagangan secara elektronik atau e-dagang (e-commerce) asal China, Alibaba dan JD.com, meraup penghasilan belanja konsumen hampir 70 miliar dollar AS (Rp 984 triliun) dalam penjualan Hari Lajang Internasional atau ”Singles’ Day”, Senin (11/11/2019). Data belanja e-dagang itu mencatat rekor baru di tengah pelambatan ekonomi dunia dan kekhawatiran terkait perang dagang antara AS dan China.
Kantor berita China, Xinhua, menyebut hal itu sebagai sinyal kekuatan ekonomi China yang meningkat. Namun, perlu juga dicatat bahwa pertumbuhan penjualan dalam ajang belanja tahunan itu menurun 26 persen, angka terlemah sejak ajang tersebut dimulai pada 2009. Kantor berita AFP mencatat, penurunan angka pertumbuhan penjualan itu sebesar 27 persen dibandingkan dengan tahun lalu dan 39 persen dibandingkan dengan tahun 2017.
Ajang belanja Hari Lajang Internasional merupakan ajang belanja tahunan yang digelar perusahaan-perusahaan e-dagang dan menjadi hari belanja daring paling sibuk di dunia. Hari Lajang Internasional dibuat para mahasiswa di kampus-kampus pada 1990-an sebagai alternatif Hari Valentine bagi orang yang belum atau tidak memiliki pasangan.
Alibaba melihat ajang tersebut sebagai kesempatan untuk memasarkan produk-produknya. Hari Lajang Internasional ditetapkan para kreatornya pada 11 November. Jika ditulis dengan angka, tanggal tersebut menghasilkan susunan empat nomor tunggal, 11 11.
Tak cuma Alibaba yang memanfaatkan ajang tersebut. Para pesaingnya, seperti JD.com, pengecer langsung daring terbesar di China, dan penjual elektronik Suning ikut bergabung meramaikan ajang tersebut. Taktik dagang ini pun dilakukan di negara-negara Asia lainnya. Penjualan e-dagang dalam Hari Lajang Internasional berlangsung selama 24 jam pada Senin.
Selama 24 jam itu, penjualan Alibaba Group Holding Ltd menembus rekor 38,4 miliar dollar AS. Angka penjualan ini lebih besar dari penjualan rivalnya asal AS, Amazon.com Inc, melalui daring pada kuartal terakhir. Angka penjualan Alibaba tersebut juga meningkat 26 persen dari catatan penjualan tahun lalu, yang menjadi angka penjualan tertinggi sejauh ini.
Selama 24 jam itu, penjualan Alibaba Group Holding Ltd menembus rekor 38,4 miliar dollar AS.
Pada ajang Hari Lajang Internasional tahun lalu, Alibaba membukukan penjualan 30,8 miliar dollar AS (sekitar Rp 433 triliun) atau lebih dari 13 kali lipat dibandingkan rata-rata penjualan harian sebesar 2,3 miliar dollar AS. Alibaba memulai acara belanja Hari Lajang Internasional pada Minggu (10/11/2019) malam dengan konser musik yang menampilkan penyanyi asal AS, Taylor Swift, di salah satu stadion di Shanghai, China.
Adapun JD.com mengatakan, penjualan mereka pada ajang belanja itu mencapai 29,1 miliar dollar AS atau 204,4 miliar yuan. Suning mengungkapkan, penjualan telepon pintar dan produk elektronik lainnya menembus 1 miliar yuan (160 juta dollar AS atau Rp 2,24 triliun) pada menit pertama setelah dibukanya ajang belanja, Minggu tengah malam. Perusahaan itu menyebut penjualan mereka naik 86 persen dibandingkan ajang serupa tahun 2018.
Adapun Dangdang, pengecer buku daring, mengatakan bahwa produk yang mereka jual laku 6,8 juta kopi pada satu jam pertama.
Baca juga: Merek Internasional Raih Penjualan Tinggi pada Hari Lajang
Ajang belanja tahunan tersebut lumayan membantu para pengecer yang mengeluhkan bahwa permintaan atau belanja konsumen di China mulai berkurang. Konsumen mulai mengurangi belanja mereka karena khawatir atas lambatnya pertumbuhan ekonomi dan dampak perang tarif dagang antara AS dan China sehingga mereka mengencangkan ikat pinggang.
Pasar dunia
Kantor berita Xinhua yang dikelola Pemerintah China menyebut penjualan pada Hari Lajang Internasional membuktikan China, yang pernah dijuluki ”pabrik dunia” lantaran ketergantungannya pada manufaktur untuk ekspornya, telah berubah menjadi pasar konsumen global atas produk sendiri. ”Di mana ada pasar, di situlah masa depan akan bergantung,” demikian Xinhua.
”Dari ’pabrik dunia’ menjadi ’pasar dunia’, langkah China secara terus-menerus bergerak menuju pembangunan berkualitas bakal menghasilkan potensi konsumsi yang lebih besar di masa depan, menjadikan keuntungan China bermanfaat bagi seluruh dunia,” lanjut Xinhua.
Dari ’pabrik dunia’ menjadi ’pasar dunia’, langkah China secara terus-menerus bergerak menuju pembangunan berkualitas bakal menghasilkan potensi konsumsi yang lebih besar di masa depan.
Pada Senin kemarin, para pengecer menawarkan potongan harga untuk barang-barang, mulai dari telepon seluler hingga paket perawatan kesehatan. ”Kemarin malam, saya berselancar di internet hingga lewat pukul 23.00. Banyak teman saya yang tidur sampai pukul 02.00 untuk membeli barang,” kata Zhu Yirun, mahasiswa pascasarjana di Beijing.
E-dagang kini sudah berkembang pesat di China karena kurangnya jaringan ritel tradisional. Perkembangan e-dagang di negara itu didukung oleh Pemerintah China yang mempromosikan penggunaan internet. Di China, 800 juta warganya yang sudah mengenal internet.
Perusahaan-perusahaan e-dagang, seperti Alibaba, JD.com, dan Baidu, telah berkembang seiring dengan makin banyaknya warga China yang makin melek internet.
Tanpa Jack Ma
Senin kemarin adalah ajang belanja Hari Lajang Internasional pertama bagi Alibaba sejak pendirinya, Jack Ma (55), mengundurkan diri sebagai pimpinan Alibaba pada September 2019. Jack Ma tetap menjadi anggota Kemitraan Alibaba, sebuah kelompok beranggotakan 36 orang yang berhak mencalonkan dewan direksi perusahaan tersebut.
Menurut laporan Hurun, yang membuat peringkat orang-orang terkaya di China, Jack Ma adalah pengusaha terkaya di China dengan kekayaan bersih 39 miliar dollar AS (Rp 548 triliun). Adapun Colin Huang dari Pinduoduo berada di urutan ketujuh dalam daftar Hurun Report dengan kekayaan 19 miliar dollar AS (Rp 267 triliun).
Zhang Jindong dari Suning berada di urutan ke-15 dengan 14 miliar (Rp 196 triliun). Sementara Richard Liu dari JD.com berada di urutan ke-28 dengan 11 miliar dollar AS (Rp 154 triliun).
Belanja daring di China tumbuh lebih cepat dari total penjualan ritel. Namun, situasinya juga melemah karena pelambatan ekonomi China. Pertumbuhan ekonomi menurun menjadi 6 persen pada kuartal ketiga, pertumbuhan kuartal ketiga paling rendah dalam hampir tiga dekade.
Menurut data resmi, penjualan barang secara daring naik 16,8 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya dalam sembilan bulan pertama 2019, yakni menjadi 5,8 triliun yuan (825 miliar dollar AS atau Rp 11.602 triliun). Angka ini meningkat lebih dari dua kali lipat dari rata-rata 8,2 persen untuk total pengeluaran konsumen, tetapi turun dari rata-rata sekitar 30 persen dalam beberapa tahun terakhir.
E-dagang menyerap 19,5 persen pengeluaran konsumen China. Di AS, belanja e-dagang hanya menyerap 11 persen dari pengeluaran konsumen. (AP/AFP/REUTERS)