Ajang balapan MotoGP adalah mimpi besar para pebalap dari seluruh dunia. Namun, untuk mencapai kasta tertinggi dalam balap sepeda motor itu, banyak hal yang harus dikorbankan oleh pebalap.
Oleh
AGUNG SETYAHADI dari Valencia, Spanyol
·6 menit baca
KOMPAS/AGUNG SETYAHADI
Mario Suryo Aji (34), pebalap Astra Honda Racing Team, memacu motornya pada balapan pertama Kejuaraan Dunia CEV Moto3 Junior di Sirkuit Ricardo Tormo, Valencia, Spanyol, Minggu (10/11/2019).
Pebalap motor harus mengorbankan waktu, tenaga, dan biaya yang tidak sedikit untuk mencapai impian mereka tampil di ajang MotoGP. Mereka juga dituntut memiliki mental dan motivasi kuat agar tetap konsisten memperbaiki diri hingga bisa masuk level elite, setara dengan Marc Marquez dan Fabio Quartararo.
”Ini seperti sungai yang mengalir dari gunung hingga bermuara di laut. Tetapi membalap hingga ke MotoGP itu seperti mendayung ke atas melawan arus, dan itu tidak mudah. Pebalap harus terus berlatih supaya bisa mendayung lebih kuat melawan arus. Pebalap-pebalap kami setahap demi setahap menanjak semakin tinggi, dan itu membutuhkan usaha yang besar,” ujar Presiden Direktur PT Astra Honda Motor Toshiyuki Inuma di Sirkuit Ricardo Tormo, Valencia, Spanyol, Minggu (10/11/2019).
Inuma menegaskan, pembinaan pebalap Indonesia untuk menembus MotoGP menjadi mimpi besar yang terus dirawat. Tahapan menuju level elite itu dipersiapkan dengan pembinaan berjenjang, mulai dari Astra Honda Racing School (AHRS) hingga mengikuti berbagai kejuaraan di level nasional, Asia, Eropa, dan dunia.
Lulusan AHRS yang kini mengasah kemampuan d Eropa adalah Gerry Salim, Andi Gilang, dan Mario Suryo Aji. Gerry dan Andi tampi di Kejuaraan Eropa CEV Moto2, sedangkan Mario yang baru berusia 15 tahun menjalani debut pada Kejuaraan Dunia CEV Moto3 Junior.
KOMPAS/AGUNG SETYAHADI
Andi Gilang, pebalap Astra Honda Racing Team melintasi tikungan pada balapan Kejuaraan Eropa CEV Moto2 di Sirkuit Ricardo Tormo, Valencia, Spanyol, Minggu (10/11/2019). Andi sempat mengalami masalah perpindahan gigi transmisi sehingga kehilangan banyak waktu dan finis di posisi ke-26 pada seri terakhir CEV ini.
Andi Gilang musim depan akan promosi ke ajang Grand Prix Moto2 bergabung dengan Honda Team Asia. Ini merupakan langkah besar dalam penjenjangan pebalap nasional menuju level elite. Andi akan menggantikan posisi Dimas Ekky Pratama.
”Dimas adalah pembuka jalan, dan kemudian diteruskan oleh Andi. Mereka menjadi model bagi para pebalap muda Indonesia untuk terus memperbaiki diri supaya bisa mengikuti jejak ke Grand Prix,” ujar Inuma.
Dimas dan Andi merupakan pebalap binaan Astra Honda Motor yang dimatangkan di ajang CEV. Dimas yang telah malang melintang di berbagai kejuaraan nasional dan Asia dimatangkan di CEV Moto2. Andi juga merasakan ketatnya persaingan CEV Moto3 pada 2016-2017, dan empat seri CEV Moto2 2019.
Sebelumnya, pebalap asal Makassar, Sulawesi Selatan, itu digembleng di Asia Road Racing Championship (ARRC), Asia Talent Cup (ATC), dan Balap Ketahanan Suzuka 4 jam dan 8 jam.
Ajang balap CEV merupakan kayuhan terakhir sebelum masuk ke level elite Grand Prix. Loba ini merupakan kejuaraan elite yang diikuti bakat-bakat muda papan atas Eropa.
Tim yang ikut adalah bagian dari tim MotoGP atau akademi milik pebalap top dunia, seperti VR46 Master Camp milik Valentino Rossi, dan Angel Nieto Junior Team. Bahkan, di kelas CEV Moto3, pebalap yang cemerlang bisa langsung masuk ke Grand Prix Moto3 atau Moto2. Itu karena CEV Moto3 merupakan kejuaraan dunia junior.
Termuda
Level kejuaraan junior itu diikuti para pebalap muda yang rata-rata berusia di bawah 20 tahun. Mario yang baru berusia 15 tahun termasuk pebalap termuda yang tampil di CEV Moto3.
Pebalap berjuluk ”Super Mario” itu cepat dipromosikan ke kejuaraan Eropa supaya lebih cepat menyesuaikan diri dengan karakter persaingan di ketat di Eropa, adaptasi dengan sirkuit, serta iklim dan budaya yang berbeda dengan Asia.
KOMPAS/AGUNG SETYAHADI
Gerry Salim, pebalap binaan Astra Honda Motor, batal membalap pada seri terakhir Kejuaraan Eropa CEV Moto2 di Sirkuit Ricardo Tormo, Valencia, Spanyol, akibat cedera setelah kecelakaan. Tulang selangka bahu kanan Gerry patah setelah terpental dari motornya di tikungan 11 saat sesi pemanasan, Minggu (10/11/2019). Gerry akan menjalani operasi di Indonesia.
Hal ini merupakan bagian dari rencana besar AHM untuk mempercepat kederisasi pebalap Indonesia menembus MotoGP. Mario yang juga lulusan AHRS sebelumnya berkiprah di Thailand Talent Cup 2017, serta ATC dan ARRC pada 2018.
”Saya tidak menyangka bisa tampil di CEV (begitu cepat). Ini menjadi motivasi bagi saya untuk berjuang lebih lagi. Selain itu harus siap risikonya, yaitu jauh dari keluarga dan waktu banyak untuk latihan. Awal-awal saya pingin pulang terus,” ujar Mario seusai balapan CEV Moto3, Sabtu lalu.
Pengalaman dalam musim debutnya di CEV ini menaikkan level pemahaman Mario pada ketatnya persaingan yang menuntut dedikasi besar dari pebalap. Setiap kali latihan dan balapan, evaluasi data telemetri menjadi menu wajib.
Mario pun menjadi terbiasa berdiskusi dengan mekanik dan teknisi tim untuk mencari setelan motor yang paling pas, seperti kekerasan suspensi, dan respons rem. Setelan yang pas sangat penting untuk bisa bersaing dengan pebalap Eropa yang nyalinya besar, tetapi dengan perhitungan matang.
”Para pebalap Eropa itu nekat, tetapi memakai otak, tidak asal berani. Mereka sangat agresif saat mendahului di tikungan. Mereka berani membanting motor, dan itu bisa dilakukan jika data di setiap sesi latihan dianalisis dengan detail. Jadi, kita tahu mana yang kurang dan perlu perbaikan. Waktu di Asia, ada juga pembahasan data telemetri, tetapi tidak detail,” ujar Mario yang prestasi terbaiknya musim ini finis keempat di Estoril.
Membalap dalam iklim kompetisi yang ketat juga membutuhkan kedisiplinan dalam latihan fisik untuk melengkapi faktor psikologis. Selama tampil di CEV, Mario memiliki jadwal ketat latihan fisik.
Setiap hari dia berlatih fisik dengan sepeda menempuh jarak sekitar 50 kilometer. Dia juga berlatih dengan supermoto di flat track selama dua jam. Latihan dengan supermoto itu juga melatih refleks dan kepekaan pebalap di lintasan.
KOMPAS/AGUNG SETYAHADI
Petugas pemadam kebakaran bersiap di tepi lintasan menjelang start balapan Kejuaraan Eropa CEV Moto2 di Sirkuit Ricardo Tormo, Valencia, Spanyol, Minggu (10/11/2019).
Latihan di flat track sangat penting karena, seperti pebalap MotoGP, para pebalap CEV tidak bisa berlatih dengan motor untuk balapan di luar jadwal latihan resmi kejuaraan. Hal itu juga yang menuntut pebalap memanfaatkan sebaik mungkin setiap sesi latihan resmi untuk memperbaiki diri, dibantu oleh mekanik tim melalui analisis data telemetri.
Data telemetri itu sangat teknis. Sebagai contoh, di Sirkuit Ricardo Tormo tiga tikungan pertama setelah start semuanya ke kiri. Saat memasuki tikungan keempat ke kanan, ban sisi kanan masih dingin, sehingga pebalap tidak bisa terlalu agresif saat melibas tikungan.
Data telemetri membantu pebalap mengetahui pada kecepatan berapa yang aman saat masuk tikungan, di mana titik pengereman, juga akselerasi saat keluar tikungan. Jika data itu tidak dipelajari dengan detail, akibatnya bisa terjatuh, seperti dialami pebalap pada sesi latihan dan kualifikasi, Jumat dan Sabtu lalu.
Jika data itu tidak dipelajari dengan detail, akibatnya pebalap terjatuh.
”Saya pikir para pebalap kami tidak hanya perlu memilki kemampuan membalap, tetapi juga mentalitas dan motivasi harus besar. Kami membawa pebalap muda ke Eropa, termasuk Mario, dan jarak yang jauh antara Indonesia dan Eropa itu bagus membangun mentalitas,” ujar Inuma.
Modal penting
Bekal mental, teknik, dan adaptasi dengan sirkuit di CEV menjadi modal penting bagi Andi Gilang untuk bersaing di Grand Prix Moto2 musim depan. Dia mengakui motor Triumph 750 cc tiga silinder yang dipakai di GP Moto2 lebih bertenaga. Karakternya lebih mirip motor 1.000 cc dalam akselerasi.
Hal itu pula yang membuat Andi sering wheelie atau ban depan terangkat, saat menjadi pebalap pengganti Dimas Ekky di Grand Prix Misano, September. Andi finis ke-24, terpaut lebih dari 1 menit dengan pebalap terdepan Augusto Fernandez (Spanyol).
KOMPAS/AGUNG SETYAHADI
Andi Gilang, pebalap Astra Honda Racing Team, di garis start bersama Presiden Direktur PT Astra Honda Motor Toshiyuki Inuma dan Manajer Departemen Motorsport AHM Rizky Christianto, menjelang balapan Kejuaraan Eropa CEV Moto2 di Sirkuit Ricardo Tormo, Valencia, Spanyol, Minggu (10/11/2019). Andi sempat mengalami masalah perpindahan gigi transmisi sehingga kehilangan banyak waktu dan finis di posisi ke-26 pada seri terakhir CEV ini.
Hasil di Misano itu menjadi gambaran jelas bagi Andi bahwa dirinya masih perlu terus memperbaiki diri untuk bisa bersaing di GP Moto2 tahun depan. ”Target pertama saya adalah beradaptasi secepatnya dengan sepeda motor dan tim,” ujar Andi.
Jalan yang ditempuh Andi, Gerry, dan Mario merupakan proses panjang yang harus dilalui untuk menembus MotoGP. Mencapai kasta tertinggi itu tidak bisa instan, pun tak bisa dibeli dengan uang. Semua pebalap harus berlatih bertahun-tahun, menempa diri supaya bisa mendayung ke hulu Grand Prix.