Pemerintah berencana meningkatkan besaran dana subsidi untuk partai politik hingga Rp 6 triliun pada 2023. Persyaratannya, partai politik, yang memiliki kursi di Dewan Perwakilan Rakyat, dituntut membenahi diri.
Oleh
Agnes Theodora / Satrio Pangarso Wisanggeni
·5 menit baca
KOMPAS/RADITYA HELABUMI
Para penari membawakan secara medley tari-tarian dari Papua dan Maluku saat menyambut kehadiran Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh yang bertemu para peserta kongres di arena Kongres II Partai Nasdem di JIExpo Kemayoran, Jakarta, Minggu (10/11/2019).
JAKARTA, KOMPAS — Rencana pemerintah meningkatkan besaran dana subsidi untuk partai politik hingga Rp 6 triliun pada 2023 disertai dengan syarat. Partai politik, khususnya yang memiliki kursi di Dewan Perwakilan Rakyat, dituntut membenahi tata kelola kelembagaannya terlebih dahulu melalui revisi Undang-Undang Partai Politik.
Dalam draf Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, usulan peningkatan dana bantuan politik itu sudah dicantumkan dan akan diterapkan secara bertahap. Kenaikan baru akan berlaku pada 2023, sementara pada 2020-2021, ditargetkan penataan regulasi terlebih dahulu sebagai prasyarat kenaikan dana bantuan politik.
Direktur Politik dan Komunikasi Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas Wariki Sutikno mengatakan, perbaikan regulasi mutlak harus dilakukan pada tahap pertama dan kedua, sebelum bantuan politik dinaikkan sampai Rp 6 triliun. Adapun jika dibagi secara proporsional, sembilan partai di DPR mendapat Rp 48.000 per perolehan suara saat pemilu.
”Jadi, tidak langsung dinaikkan. Pada tahun keempat (2023) pun, pemerintah berhak untuk tidak mengeluarkan uang itu, kalau (partai) tidak ada tanda-tanda perbaikan. Profesionalisme partai harus terbukti, kalau tidak, mohon maaf,” kata Wariki dalam diskusi terbatas di Kantor Bappenas, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (11/11/2019).
KOMPAS/HENDRA AGUS SETYAWAN
Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto memberikan penghargaan kepada Wakil Presiden kesepuluh dan keduabelas yang juga kader Partai Golkar Jusuf Kalla saat perayaan Hari Ulang Tahun Ke-55 Partai Golkar di Jakarta, Rabu (6/11/2019). Acara dihadiri Presiden Joko Widodo, Wakil Presiden Ma\'ruf Amin, dan sejumlah pimpinan partai politik.
Wariki mengatakan, usulan itu baru berupa draf sementara karena draf RPJMN belum ditandatangani Presiden. Usulan dalam draf RPJMN itu masih bisa berubah, bergantung pada dinamika persiapan regulasi berupa revisi Undang-Undang Partai Politik dan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2018 tentang Bantuan Keuangan kepada Partai Politik.
Pemerintah berencana mengusulkan revisi Undang-Undang Partai Politik dalam Program Legislasi Nasional Prioritas 2020, yang akan disusun pada akhir tahun ini. Naskah akademik dan draf rancangan undang-undangnya sedang disiapkan melalui konsultasi dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia dan Komisi Pemberantasan Korupsi.
”Untuk substansinya seperti apa, saya belum tahu, tetapi revisi UU Parpol adalah bagian dari rencana untuk memperkuat sistem politik kita. Di dalamnya nanti akan termasuk aturan terkait dana bantuan politik, bagaimana tata kelolanya, dan lain-lain,” kata Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri Bachtiar.
Dana bantuan untuk partai yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sempat naik pada 2017, dari sebelumnya Rp 108 per suara menjadi Rp 1.000 per suara. Mengacu pada PP No 1/2018, dana banpol itu diprioritaskan untuk pendidikan politik bagi anggota partai dan masyarakat serta untuk keperluan operasional sekretariat partai.
Kompas
Para pengurus wilayah Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) saat membacakan Deklarasi Bali dalam penutupan Muktamar Keenam PKB di Hotel Westin, Nusa Dua, Bali, Rabu (21/8/2019). Selain menetapkan kembali Muhaimin Iskandar sebagai Ketua Umum PKB, Muktamar PKB kali ini juga melahirkan Deklarasi Bali yang menjadi visi dan program aksi PKB untuk membawa kemajuan dan kesejahteraan bangsa Indonesia.
Dalam kajian yang dibuat LIPI bersama KPK, revisi UU Parpol akan ikut mencantumkan dan memperkenalkan implementasi Sistem Integritas Partai Politik (SIPP) sebagai instrumen untuk memperbaiki tata kelola internal partai dan mengukur integritas partai agar lebih transparan dan akuntabel.
Ada sejumlah persoalan integritas partai yang dipetakan oleh LIPI dan KPK, yaitu ketiadaan standar etik partai, problematika kaderisasi dan perekrutan yang tertutup, eksklusif dan nepotis, problematika pendanaan partai, serta tantangan demokrasi internal.
Minimnya pengaturan dan pengawasan terhadap partai menjadi persoalan di tengah posisi strategis partai dalam sistem bernegara. Tata kelola partai yang buruk itu bermuara pula pada tata kelola pemerintahan yang buruk. Laporan Tahunan KPK 2017 memberikan gambaran buram sekitar 32 persen tersangka suap dan korupsi yang ditangani KPK adalah politisi partai.
Peneliti Pusat Penelitian Politik LIPI, M Nurhasim, mengatakan, SIPP akan membantu mengukur standar demokrasi di internal partai, kode etik partai, sistem kaderisasi partai, dan sistem pendanaan. Sebelum dana banpol dinaikkan, diharapkan mekanisme SIPP sudah berlaku sehingga kucuran subsidi dari negara sesuai dengan kinerja dan akuntabilitas partai.
KOMPAS/SHARON PATRICIA
Pelantikan Tri Rismaharini sebagai Ketua DPP PDI-P Bidang Kebudayaan oleh Ketua Umum DPP PDI-P Megawati Soekarnoputri, di Jakarta, Senin (19/8/2019).
Menurut Direktur Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat Komisi Pelayanan Masyarakat KPK Giri Suprapdiono, pembenahan regulasi dan sistem integritas di internal partai harus dibangun terlebih dahulu, baru disusul kenaikan anggaran dana bantuan politik. Jika tidak, kenaikan dana bantuan politik hanya akan menjadi persoalan baru di tengah menguatnya oligarki partai.
”Jadi, ibaratnya, kita memilih telur dulu, baru ayam. Kalau dulu itu, kita memberi ayam, menaikkan dana bantuan politik (menjadi Rp 1.000), tetapi telurnya (pembenahan regulasi dan kelembagaan partai) tidak muncul,” kata Giri.
Hal senada diungkapkan Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi Titi Anggraini. Menurut dia, prasyarat yang harus dipenuhi partai sebelum dana bantuan politik dinaikkan harus jelas. Saat ini, diskursus kenaikan dana bantuan politik menjadi Rp 6 triliun seolah-olah menafikan pentingnya revisi regulasi untuk membenahi tata kelola partai.
”Jika tujuan utamanya adalah memperkuat lembaga demokrasi, maka kondisi pembenahan kelembagaan partai itu yang harus diutamakan, baru kita bicara angka,” kata Titi.
Ia mengkhawatirkan diskursus kenaikan dana bantuan politik ditanggapi secara setengah-setengah. Artinya, uang bantuan dinaikkan, tetapi regulasi tidak dibenahi. Oleh karena itu, pembenahan regulasi melalui revisi undang-undang wajib dilakukan. Revisi tidak cukup hanya dilakukan di level PP karena pembenahan partai harus dilakukan secara menyeluruh.
”Penguatan partai jangan sampai melemahkan partisipasi dan pengawasan publik,” ungkapnya.
KOMPAS/YUNIADHI AGUNG
Ketua Dewan Pembina Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) Prabowo Subianto mengepalkan tangan seusai berpidato dalam acara temu kader nasional Partai Gerindra di Sentul International Convention Center, Bogor, Jawa Barat, Minggu (31/10). Kegiatan tersebut merupakan rangkaian dari Rapat Pimpinan Nasional Partai Gerindra.
Menanggapi itu, Wakil Ketua Komisi II dari Fraksi PDI-P Arif Wibowo mengatakan, DPR akan mengusulkan revisi UU Parpol. Namun, menurut dia, pengaturan mengenai peningkatan dana bantuan politik tidak perlu dilakukan melalui revisi undang-undang, tetapi cukup lewat revisi PP No 1/2018.
Lebih lanjut, menurut dia, partai ke depan memang memerlukan mekanisme standar integritas dan etika seperti lewat SIPP. ”Kalau itu uang negara, uang rakyat, tentu harus dipertanggungjawabkan. Ada audit lewat BPK. Apalagi, sekarang ini saja sudah ada dua kabupaten di mana kader PDI-P masuk penjara karena mengelola uang banpol sembarangan,” ujarnya.
Saat ini Bappenas masih dalam proses penyusunan draf RPJMN 2020. Dengan demikian, menurut Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa, banyak usulan yang masuk, termasuk dana bantuan parpol.