Pencemaran Merkuri di Sungai Batanghari Bahayakan Warga Sumbar dan Jambi
Berbagai dampak dari kontaminasi merkuri akibat pertambangan emas skala kecil (PESK) dirasakan oleh beberapa daerah. Secara bergantian, para kepala daerah menyampaikan masukan kepada Kepala BNPB terkait dampak merkuri.
Oleh
FAJAR RAMADHAN
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pencemaran kandungan merkuri di sepanjang Sungai Batanghari, yang mengalir melintasi Sumatera Barat dan Jambi, semakin hari kian membahayakan warga. Merkuri hasil aktivitas penambangan emas liar tersebut telah terbukti merusak lingkungan dan membahayakan kesehatan manusia.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letnan Jenderal Doni Monardo memimpin Rapat Koordinasi Penanganan Kerusakan Ekosistem akibat Penambangan Emas Ilegal Batanghari di Gedung BNPB, Jakarta, Selasa (12/11/2019). Hadir dalam rapat tersebut sejumlah pimpinan daerah, kementerian dan lembaga terkait, serta unsur TNI dan Polri.
”Masalah yang dihasilkan oleh merkuri bisa berdampak permanen, maka solusi penanganan bahaya merkuri bagi generasi dan sumber daya masa depan juga harus permanen,” katanya.
Berbagai dampak dari kontaminasi merkuri akibat pertambangan emas skala kecil (PESK) dirasakan oleh beberapa daerah. Secara bergantian, para kepala daerah menyampaikan masukan kepada Kepala BNPB terkait dampak merkuri di wilayahnya masing-masing.
Bupati Mandailing Natal Dahlan Hasan Nasution mengatakan, seorang anak di daerahnya lahir dengan usus di luar atau gastroschisis. Setelah diselidiki, orangtua bayi tersebut bekerja di tambang emas skala kecil di Mandailing Natal, Sumatera Utara, sebagai pemecah batu. Mereka mencampur pecahan batu dengan zat kimia tanpa pelindung tangan.
Menurut dia, hal tersebut dilakukan oleh banyak perempuan di kawasan Mandailing Natal. ”Dua tahun lalu, seorang anak di Mandailing Natal juga lahir tanpa batok kepala. Beberapa bulan kemudian lahir juga anak tanpa rusuk,” katanya.
Dahlan mengungkapkan, daerah-daerah perkebunan dan persawahan di sebagian besar wilayahnya kini memang dijadikan lokasi penambangan emas liar. Alat-alat pemecah batu juga dengan mudah ditemukan di permukiman-permukiman warga.
Bupati Dharmasraya Sutan Riska Tuanku Kerajaan menambahkan, bekas penambangan emas liar di Bukit Mindawa Dharmasraya, Sumatera Barat, sejak 12 tahun lalu juga masih menyebabkan tanah di sekitarnya terkontaminasi. Selama itu pula, penanaman berbagai jenis pohon dan tanaman selalu gagal.
Merkuri juga telah mengontaminasi ekosistem Sungai Batanghari yang telah menjadi sumber penghidupan masyarakat di Sumatera Barat dan Jambi. Air Sungai Batanghari selama ini mengairi sekitar 18.000 hektar area persawahan dengan 7.000 hektar di antaranya berada di Dharmasraya.
”Sayur, beras, dan air yang dialiri oleh air Batanghari sudah mengandung merkuri,” katanya.
Bupati Bungo Mashuri mengungkapkan, selama ini PESK tidak menjamin masyarakat menjadi sejahtera. Pendapatan dari penambangan di Kabupaten Bungo, Jambi, tersebut bahkan kerap digunakan untuk membeli narkotika, obat terlarang, dan berjudi.
”Perputaran uang selalu seperti itu. Kebanyakan petambang juga bukan warga setempat,” katanya.
Meski kerap melakukan razia, Mashuri mengaku penindakan kepada para petambang liar tidak mudah dilakukan. Untuk mengelabui warga, mereka biasanya menyembunyikan mesin diesel yang dipakai dengan menguburnya.
Mengukur pencemaran
Direktur Kesehatan Lingkungan Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Imran Agus Nurali mengatakan, Kemenkes telah mengirimkan tim untuk mengambil sampel guna mengukur pencemaran merkuri di tanah, air, udara, dan manusia di Sumatera Utara.
Menurut dia, pencemaran merkuri bukan hal baru. Pada 2007, Kemenkes bersama Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) telah melakukan penelitian di delapan provinsi yang terdapat PESK. Hasilnya, ikan, air, sayur, dan rambut serta kuku manusia mengandung merkuri di atas nilai ambang batas sekitar 50 mikrogram.
”Bukan hanya kepada petambang, melainkan juga kepada non-petambang. Kami sudah menyiapkan petugas puskesmas dan rumah sakit untuk mengenali gejala penyakit akibat merkuri,” ujarnya.
Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Beracun Berbahaya (PSLB3) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Rosa Vivien Ratnawati menyarankan pemerintah daerah menyusun rencana aksi daerah penghapusan merkuri.
Penegakan hukum
Penghapusan merkuri membutuhkan upaya bersama sebagai implementasi dari Peraturan Presiden tentang Rencana Aksi Nasional Nomor 21 Tahun 2019 tentang Pengurangan dan Penghapusan Merkuri. ”Sektor-sektor yang perlu disasar seperti manufaktur, alat kesehatan, dan PESK,” ujar Rosa.
Selain itu, upaya penegakan hukum, menurut dia, juga harus dibarengi dengan transformasi tenaga kerja. Artinya, masyarakat harus diberikan solusi alih profesi, misalnya, bidang peternakan atau pertanian. Selain itu, Rosa juga menyarankan agar wilayah terdampak PESK di kawasan Batanghari perlu dipetakan guna memudahkan koordinasi lintas sektor.
”Saya menyarankan agar gubernur yang memimpin upaya pemulihan, kementerian dan lembaga lain mendukung sesuai dengan tugasnya,” katanya.
Doni mengatakan, sejumlah rekomendasi yang dihasilkan dalam rapat koordinasi akan dilaporkan kepada presiden. Sebab, penanganan yang serius membutuhkan langkah terintegrasi dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, kementerian dan lembaga terkait, hingga TNI dan Polri.
”Saat ini tengah disiapkan upaya pemulihan dengan menetralkan logam berat di kawasan terkontaminasi dengan memberikan pupuk kompos dan menanam rumput vetiver,” ujar Doni.