Desa-desa Bermasalah Penerima Dana Desa di Konawe Bertambah
Jumlah desa penerima dana desa yang diduga bermasalah di Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara, bertambah. Terbaru, ada 101 desa dari sebelumnya 56 desa yang dibentuk berdasarkan tiga perda yang diduga kuat bermasalah.
KENDARI, KOMPAS — Jumlah desa penerima dana desa yang diduga bermasalah di Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara, bertambah. Penelusuran terbaru, ada 101 desa dari sebelumnya 56 desa yang dibentuk berdasarkan tiga peraturan daerah yang diduga kuat bermasalah.
Dua peraturan daerah (perda) tentang pembentukan dan pendefinitifan desa ternyata tidak terdaftar di badan hukum daerah, yang berarti legalitasnya bermasalah. Satu perda lain dikeluarkan ketika moratorium desa telah diberlakukan pemerintah. Namun, desa-desa itu tetap menerima dana desa dalam lima tahun terakhir.
Soal legalitas sudah diketahui Kementerian Dalam Negeri, yang mengirim tim ke Konawe. Bahkan, tiga kali tim ke sana. ”Sebelum pelantikan kabinet, 23 Oktober 2019, saya sudah datang,” kata Direktur Penataan dan Administrasi Pemerintahan Desa Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Aferi Syamsidar Fudail saat dihubungi di Konawe, Senin (11/11/2019). Ia masuk tim verifikasi lapangan.
Perda Nomor 7/2011 tercatat sebagai perda pengesahan APBD 2011, bukan pendefinitifan desa.
Di Konawe, tim mengecek sistem pemerintahannya dan legalitas hukum pembentukan desa. Hal itu dilakukan sebelum masuk ke persoalan pencairan dana desanya.
Menurut Kepala Pusat Penerangan Kemendagri Bahtiar, tim di bawah Direktorat Jenderal Bina Pemerintahan Desa Kemendagri itu beranggotakan belasan orang. Mereka memverifikasi perbedaan data serta berkoordinasi dengan pemkab dan kepolisian. Tim akan kembali hari ini, Selasa (12/11).
Penelusuran Kompas, total ada empat perda di Konawe terkait pembentukan dan pendefinitifan desa yang tercatat di Kemendagri sejak 2011. Tiga perda yang diduga bermasalah adalah Perda Nomor 7/2011 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Kabupaten Konawe Nomor 2 Tahun 2011 tentang Pembentukan dan Pendefinitifan Desa-desa dalam Wilayah Konawe, Perda Nomor 1/2014 tentang Pembentukan dan Pendefinitifan Desa-desa dalam Wilayah Konawe, dan Perda Nomor 7/2012 tentang Pembentukan dan Pendefinitifan Desa-desa di Konawe.
Total desa yang dibentuk dari tiga perda itu ada 117 desa, dengan 16 desa tercatat dua kali di dua perda berbeda.
Tidak tercatat
Keberadaan Perda No 7/2011 tak pernah tercatat di badan hukum daerah sebagai aturan pembentukan desa, tetapi tercatat di Kemendagri. Sebanyak 56 desa tercatat dan mendapat kucuran dana desa sejak 2017.
”Perda Nomor 7/2011 tercatat sebagai perda pengesahan APBD 2011, bukan pendefinitifan desa,” kata Kepala Bagian Hukum Setda Konawe Apono.
Adapun Perda No 7/2012 menjadi dasar pendefinitifan 27 desa, yang diundangkan di Unaaha pada 31 Juli 2012. Kedua perda itu ditandatangani bupati saat itu, Lukman Abunawas, dan Sekretaris Daerah Kabupaten Konawe Irawan Laliasa.
Apono memastikan Perda No 7/2012 yang menjadi dasar pemekaran desa itu tidak ada. Ia malah mengaku baru mendengar ada perda itu.
”Yang jelas, perda pendefinitifan desa yang tercatat di badan hukum daerah hanya dua, Perda No 2/2011 dan Perda No 1/2014,” katanya.
Masalahnya, perda tahun 2014 yang mendasari pembentukan 34 desa itu justru dikeluarkan ketika pemerintah telah mengeluarkan moratorium desa.
Perda itu membentuk 16 desa di Konawe dan 18 desa di Kabupaten Konawe Kepulauan. Namun, 16 desa di Konawe itu sudah tercatat dalam Perda No 7/2011, yang berarti tercatat dua kali.
Dikonfirmasi terpisah terkait dua perda yang tak terdaftar di badan hukum daerah itu, Ketua DPRD Konawe Ardin enggan berkomentar banyak. ”Perda Nomor 7/2011, kan, tidak ada. Kalau Perda Nomor 7/2012, tidak tahu. Nanti saya lihat dan cek,” katanya.
Dari tiga perda bermasalah itu, total terdapat 117 desa, yang 16 di antaranya tertera dua kali di dua perda berbeda. Jadi, total ada 101 desa. Rinciannya, 22 desa masuk Konawe Kepulauan dan 79 desa lainnya di Konawe. Semua desa itu menjadi penerima dana desa dengan tahun berbeda.
Jika terjadi desa fiktif, kata Arif, problem sesungguhnya ada pada persoalan verifikasi, validasi, dan monitoring.
Data Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa Konawe menunjukkan terdapat 297 desa yang mendapat kucuran dana desa. Tiga desa dihentikan pengucuran dananya sejak 2019 karena bermasalah, yaitu Desa Ulu Meraka, Uepai, dan Moorehe.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, tahun 2018 Kabupaten Konawe mendapat anggaran dana desa Rp 201 miliar dan tahun 2017 sebesar Rp 221 miliar. Persoalan desa fiktif muncul ketika Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebutkan hal itu di DPR, 4 November 2019.
Pemantauan di lapangan, desa penerima dana desa di Konawe hanya dihuni sedikit penduduk. Bahkan, sebagian di bawah syarat penerima dana desa. Desa Lerehoma, misalnya, hanya dihuni belasan warga. Total warga tercatat 55 jiwa.
Menurut Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi PDI-P Arif Wibowo, pengesahan desa melalui perda. Kendalinya ada di pemerintah kabupaten dan pemerintah provinsi, yang kemudian melaporkannya ke Kemendagri, dalam hal ini Direktorat Jenderal Bina Pemerintahan Desa.
Jika terjadi desa fiktif, kata Arif, problem sesungguhnya ada pada persoalan verifikasi, validasi, dan pemantauan. ”Artinya, pengawasan cenderung formal tanpa pengecekan lapangan yang faktual,” katanya.
Di tempat terpisah, Kapolda Sulawesi Tenggara Brigadir Jenderal (Pol) Merdisyam mengatakan, pemeriksaan mendalam terkait aturan-aturan pemekaran desa masih dilakukan. Tim bersama dari kepolisian dan sejumlah kementerian juga sedang bekerja untuk mengurai masalah ini.
”Nanti juga ada keterangan saksi ahli. Kami masih mendalami aturannya, sekaligus sedang menghitung berapa dugaan kerugian negara dari kejadian ini. Audit dari BPKP juga sedang berlangsung,” kata Merdisyam.