Penyusutan Air Waduk Riam Kanan Ganggu Produksi Listrik
Produksi listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Air Ir Pangeran Muhammad Noor di Aranio, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan, berkurang hingga 20 megawatt.
Oleh
JUMARTO YULIANUS
·2 menit baca
BANJARBARU, KOMPAS – Penyusutan air Waduk Riam Kanan akibat kemarau tahun ini kembali mengganggu produksi listrik tenaga air. Produksi listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Air Ir Pangeran Muhammad Noor di Aranio, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan, berkurang hingga 20 megawatt.
Dalam kondisi normal, PLTA Ir Pangeran Muhammad Noor mampu memproduksi listrik sebesar 30 megawatt (MW) karena memiliki tiga turbin untuk generator berkapasitas masing-masing 10 MW. Saat ini, hanya satu turbin yang bisa dioperasikan akibat level duga muka air Waduk Riam Kanan sudah di bawah normal.
”Pola pengoperasian dengan satu turbin sudah berjalan satu bulan lebih,” kata Asisten Manajer Komunikasi PT PLN (Persero) Unit Induk Pembangkitan dan Penyaluran Kalimantan Niki Rendra Adisetiawan di Banjarbaru, Senin (11/11/2019).
Menurut Niki, level duga muka air Waduk Riam Kanan saat ini berada pada ketinggian 53,8 meter. Adapun, level minimum untuk kondisi normal adalah 55-56 meter. Bahkan, mencapai 58-60 meter saat puncak musim hujan. ”Kami juga harus mengatur debit air yang keluar dari waduk. Jangan sampai salah perhitungan,” ujarnya.
Meskipun produksi listrik dari PLTA Ir PM Noor berkurang, Niki memastikan suplai listrik kepada pelanggan di wilayah Kalsel dan Kalteng tidak terganggu. ”Suplai listrik dari pembangkit-pembangkit yang lain, dari pembangkit listrik tenaga uap maupun pembangkit listrik tenaga diesel masih mencukupi,” tuturnya.
Kepala Desa Tiwingan Lama Arbani mengatakan, penyusutan air Waduk Riam Kanan terjadi sejak Agustus lalu. Bibir waduk yang biasanya terendam air, kini kering sehingga bisa menjadi tempat parkir kendaraan. ”Penurunan muka air waduk sekitar lima meter,” ujarnya. Tiwingan Lama adalah salah satu desa di pinggir Waduk Riam Kanan, yang berjarak sekitar 60 kilometer dari Banjarmasin.
Menurut Arbani, surutnya air Waduk Riam Kanan juga mengganggu budidaya perikanan di waduk tersebut. Sebagian warga desa membudidayakan ikan di waduk menggunakan keramba jaring apung. ”Dengan kondisi seperti sekarang, cukup banyak ikan yang mati,” katanya.
Yosef Luky DP, prakirawan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Klimatologi Banjarbaru mengatakan, awal musim hujan untuk wilayah Kalsel berbeda-beda. Secara umum, prakiraan awal musim hujan terjadi mulai dari akhir Oktober hingga akhir November.
Adapun syarat masuk musim hujan, yaitu jumlah curah hujan dalam satu dasarian (10 hari) sama dengan 50 milimeter diikuti dua dasarian berikutnya. ”Sampai saat ini, syarat itu belum terpenuhi. Jadi, Kalsel masih dalam masa peralihan, dari musim kemarau ke musim hujan,” ujarnya.