Partai Nasdem berencana menggelar konvensi untuk menjaring calon presiden 2024. Sebelumnya langkah serupa juga pernah dilakukan dua partai besar di Indonesia
Oleh
I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Partai Nasdem bakal menggelar konvensi untuk menyaring calon pemimpin pengganti Presiden Joko Widodo pada 2024. Keputusan itu disepakati saat Kongres II Partai Nasdem yang berakhir, Senin (11/11/2019) malam.
Sejumlah keputusan strategis dirumuskan Partai Nasdem setelah menjalani Kongres II di Jakarta pada 8-11 November 2019. Salah satunya adalah Majelis Tinggi Partai memilih kembali Surya Paloh menjadi ketua umum periode 2019-2024 dan rencana Nasdem menggelar konvensi pada 2022 untuk mencari calon presiden yang akan diajukan partai.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Konvensi bersifat terbuka untuk seluruh lapisan masyarakat. Sementara untuk mekanisme serta teknisnya masih akan dirumuskan dan diumumkan kemudian. ”Salah satu fungsi partai politik adalah perekrutan kepemimpinan. Ini adalah bentuk atau sikap Nasdem. Sehingga kami membuka seluas-luasnya siapa pun yang terbaik, tidak terbatas dari internal Nasdem saja,” kata Wakil Ketua Steering Committee Kongres II Nasdem Sugeng Suparwoto, saat konferensi pers di lokasi kongres.
Sugeng menampik anggapan bahwa keputusan menggelar konvensi diartikan Nasdem tak punya calon presiden yang cukup kuat dari internal Nasdem. Hal yang terjadi justru Nasdem tidak kekurangan tokoh atau figur yang akan diusung.
Hanya, kata Sugeng, keputusan menggelar konvensi dilakukan atas kesadaran yang paling mendasar. Nasdem hendak mencari putra-putri bangsa terbaik sehingga tidak tertutup kemungkinan calon-calon pemimpin potensial tersebut ada di luar partai.
Sugeng mengakui, konvensi adalah bagian dari upaya Nasdem menggerakkan mesin partai untuk mengejar target-target berikutnya. Nasdem menjadi partai dengan peningkatan suara terbesar saat Pileg 2019. Nasdem meraih sekitar 12,6 juta suara atau naik lebih dari 9 persen dibandingkan dengan Pemilu 2014.
Penguasaan kursi Nasdem di parlemen pun meningkat drastis, dari 36 kursi naik 64 persen menjadi 59 kursi. Capaian itu membuat Nasdem cukup percaya diri dengan menargetkan bisa memenangi Pemilu 2024. ”Untuk mencapai target itu diperlukan sejumlah medium atau media untuk terus menerus bergerak, bekerja, dan bekerja secara sistematis,” kata Sugeng.
Di Indonesia, konvensi untuk menyaring calon presiden juga pernah dilakukan Partai Golkar dan Demokrat. Golkar menggelar konvensi untuk menghadapi Pemilu 2004. Kala itu, Wiranto keluar sebagai pemenang konvensi. Strategi konvensi terbukti cukup sukses menaikkan elektabilitas Golkar dibandingkan dengan Pemilu 1999.
Sementara Partai Demokrat menggelar konvensi untuk menghadapi Pemilu 2014. Saat itu banyak pihak menuding konvensi hanya taktik Demokrat untuk menarik simpati masyarakat lantaran sejumlah kader Demokrat tersangkut kasus korupsi. Konvensi digelar pada Agustus 2013 dan pada akhirnya memunculkan Dahlan Iskan sebagai pemenang.
Direktur Eksekutif Indo Barometer M Qudori mengapresiasi rencana Nasdem menggelar konvensi. Baginya, hal itu menunjukkan Nasdem mau menjalankan tugas dan fungsi partai politik sebagai wadah perekrutan politik dan regenerasi kepemimpinan, baik di tingkat pusat maupun daerah.
Di sisi lain, rencana Nasdem dipandang tak lepas dari kepentingan internal Nasdem untuk mendapatkan lokomotif suara pada Pemilu 2024. Selama ini, Nasdem tak memiliki tokoh dari internal partai. Menurut Qudori, sejak berdiri, Nasdem ”meminjam” tokoh-tokoh partai lain untuk mendongkrak elektabilitas.
”Konvensi itu populer di Amerika Serikat. Konstituen ikut disertakan dalam menentukan pemimpin yang diusung. Sehingga betul-betul bisa menggerakkan mesin partai hingga ke bawah,” ujar Qudori.
Adapun Kepala Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Syamsudin Haris mengingatkan Partai Nasdem untuk mengadakan konvensi dalam konteks pemilihan presiden secara langsung. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah mengantisipasi praktik politik uang dalam konvensi. Praktik politik uang itu, kata Haris, yang menyebabkan konvensi Golkar tidak begitu berhasil.
Setelah secara resmi ditutup, Charles menyatakan, kongres telah meneguhkan posisi Partai Nasdem untuk tetap berada di dalam koalisi pemerintah. Nasdem dipastikan tetap mendukung pemerintahan Joko Widodo hingga berakhir pada 2024. Sebelumnya, Nasdem kerap diisukan bakal menyeberang ke oposisi seusai pertemuan tingkat tinggi antara Surya Paloh dan Presiden Partai Keadilan Sejahtera Sohibul Iman.
Meski menyatakan tetap dalam koalisi, Nasdem bakal tetap bersilaturahmi dengan partai-partai oposisi. Silaturahmi, kata Charles, penting untuk dilakukan demi Charles menampik jika langkah Nasdem tersebut dikait-kaitkan dengan upaya menggalang poros baru menghadapi 2024.
Nasdem menambah posisi baru dalam struktur kepengurusan partai, yaitu posisi wakil ketua umum yang dijabat Ahmad Ali. Sebelumnya Ali dipercaya sebagai bendahara umum Nasdem. Sementara itu peserta kongres juga sepakat mengangkat putra Surya Paloh, Prananda Surya Paloh, sebagai Ketua Koordinasi Bidang pemenangan Pemilu Nasdem.