Pemerintah Provinsi Jawa menganggarkan pembuatan 40 sumur bor pada 2020. Penambahan sumur bor tersebut diharapkan bisa menjadi solusi bagi ratusan desa yang terus mengalami kekeringan pada musim kemarau.
Oleh
AGNES SWETTA PANDIA/IQBAL BASYARI
·3 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Pemerintah Provinsi Jawa menganggarkan pembuatan 40 sumur bor pada 2020. Penambahan sumur bor tersebut diharapkan bisa menjadi solusi bagi ratusan desa yang terus mengalami kekeringan pada musim kemarau.
Wakil Gubernur Jatim Emil Elestianto Dardak, Minggu (10/11/2019), di Surabaya, mengatakan, hingga akhir tahun ini ada sekitar 40 sumur bor terpasang di Jatim. Jumlah ini dinilai masih belum mencukupi karena luasnya kawasan yang mengalami kekeringan.
”Sumur bor menjadi solusi jangka panjang untuk daerah kekeringan, selain terus melakukan penyaluran air bersih,” katanya.
Pada 2020, pihaknya akan menambah 40 sumur bor sehingga nantinya ada sekitar 80 sumur bor terpasang di Jatim. Sumur bor tersebut akan mengalirkan sumber mata air baru untuk memenuhi kebutuhan air bersih bagi warga terdampak.
Adapun selama 2018, ada 622 desa tersebar di 28 kabupaten/kota di Jatim yang mengalami kekeringan. Daerah terdampak, antara lain, di kawasan Madura (Bangkalan, Sampang, Pamekasan, dan Sumenep), kawasan tapal kuda (Lumajang, Situbondo, Pasuruan, Bondowoso, Banyuwangi, dan Probolinggo), serta di Jember, Pasuruan, Gresik, Lamongan, dan Tuban.
”Sumur bor menjadi solusi jangka panjang untuk daerah kekeringan, selain terus melakukan penyaluran air bersih,” kata Emil
”Kami mendorong Badan Penanggulangan Bencana Daerah yang tidak bisa mengatasi kekeringan agar menetapkan status darurat kekeringan agar Pemprov Jatim bisa menyalurkan bantuan dari dana tidak tetap,” kata Emil.
Meskipun saat ini beberapa daerah sudah mulai memasuki musim hujan, lanjut dia, penyaluran air bersih di daerah kekeringan masih tetap dilakukan. Sebab, hujan masih belum merata dan volume airnya belum bisa memenuhi kebutuhan warga.
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jatim Suban Wahyudiono secara terpisah mengatakan, berdasarkan hasil pemetaan, ada 566 desa di wilayah Jatim yang berpotensi mengalami kekeringan selama musim kemarau 2019. Semua desa tersebut tersebar di 180 kecamatan yang ada di 24 kabupaten/kota di provinsi ini.
Berdasarkan pemetaan BPBD Jatim, desa yang paling banyak berpotensi mengalami kekeringan di Kabupaten Sampang dengan 67 desa, Kabupaten Tuban (55 desa), Kabupaten Pacitan, Ngawi, dan Lamongan sebanyak 45 desa.
Suban mengungkapkan, saat ini salah satu upaya membantu warga di desa yang kesulitan air bersih dengan memasok air bersih secara rutin. Banyak kabupaten/kota sudah mengajukan permintaan pengedropan air akibat kekeringan, antara lain Kabupaten Pacitan, Trenggalek, Magetan, Lamongan dan Lumajang.
Bahkan, kata dia, BPBD Jatim telah melakukan pengedropan air bersih sebanyak 108 juta liter untuk memenuhi kebutuhan warga yang mengalami kekeringan di 622 desa yang tersebar di 177 kecamatan di 26 kabupaten/kota.
Indikator daerah yang mengalami kering kritis adalah persediaan air per orang per hari kurang dari 10 liter. Indikator lain warga yang mengambil air dengan jarak lokasi rumah ke sumber air di atas 3 kilometer (km). Paling tidak hingga kini, sudah ada sekitar 17.988 rit dengan volume 6.000 liter per tangki telah didistribusikan ke warga yang kesulitan air bersih sehingga total menjadi 108 juta liter air.
Memasok air ke daerah yang masih mengalami kekeringan tetap dilakukan meski pada November ini beberapa kabupaten sudah diguyur hujan. Kabupaten yang sudah hujan, antara lain Pasuruan, Mojokerto, Bojonegoro, dan Jombang.