Memupuk Asa Kabinet Baru
Susunan kabinet baru telah diumumkan. Sebagai pembantu Presiden, menteri harus bisa menjawab tantangan dan merebut peluang selama lima tahun ke depan. Terlepas dari segala kontroversi yang ada, publik menaruh harapan besar terhadap kinerja para menteri.
Penyusunan kabinet sudah menarik perhatian bahkan sebelum Presiden dan Wakil Presiden dilantik. Isu nama-nama calon menteri pun semakin berseliweran setelah hari pelantikan. Berbagai versi tersebar hingga Jokowi bereaksi melalui akun instagramnya @jokowi dengan mengunggah foto gagang telepon yang terjuntai dengan tulisan, “Sabar! Sebentar lagi…” pada 17 Oktober 2019.
Kabinet yang dinamakan Indonesia Maju akhirnya diumumkan pada Rabu, 23 Oktober lalu, Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin mengumumkan 34 menteri, Jaksa Agung dan tiga pejabat setingkat menteri. Komposisi terdiri dari 18 sosok dengan latar belakang partai politik dan 16 sosok dengan latar belakang professional.
Hasil jajak pendapat menunjukkan sebanyak 63 persen responden puas terhadap nama-nama yang ada di kabinet Indonesia Maju. Meski Jokowi-Amin terlihat jelas berusaha mengkomodir sejumlah partai politik, alias bersikap pragmatis, namun munculnya sejumlah nama lama menteri yang mumpuni maupun nama baru yang "menjanjikan" tetap memberikan harapan.
Lima Target
Guna mencapai target di tengah tantangan yang semakin besar terdapat tiga nomenklatur kementerian yang berubah. Pertama adalah Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman yang sekarang ditambah cakupan bidang investasi.
Kedua adalah hilangnya cakupan pendidikan tinggi yang menjadi Menteri Riset dan Teknologi sekaligus sebagai Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Ketiga, adalah penambahan bidang industri kreatif dalam tanggungjawab kementerian Pariwisata.
Presiden dan wakil presiden terpilih juga telah menyampaikan lima target kerja pemerintah dalam lima tahun mendatang, yakni melanjutkan pembangunan infrastruktur, pemangkasan kendala regulasi lewat dua undang-undang omnibus, membangun sumber daya manusia, penyederhanaan birokrasi berorientasi investasi dan transformasi ekonomi.
Pada pidatonya seusai pelantikan, Presiden Jokowi menyampaikan cita-cita Indonesia saat perayaan satu abad kemerdekaan pada 2045 yakni keluar dari jebakan negara dengan tingkat pendapatan menengah. Harapannya, Indonesia menjadi negara maju dengan pendapatan menjadi Rp 320 juta per kapita per tahun atau Rp 27 juta per kapita per bulan.
Tak tanggung-tanggung, seusai pelantikan Presiden Jokowi langsung meminta 38 pejabat yang dilantik untuk menyanggupi tujuh komitmen. Komitmen itu adalah tidak korupsi, membuat sistem yang menutup peluang korupsi, harus kerja cepat, kerja keras dan kerja produktif, tidak terjebak pada rutinitas yang monoton, harus berorientasi pada hasil, selalu mengecek di lapangan, serta harus bekerja serius. (Kompas 24/10)
Hasil jajak pendapat menunjukkan optimisme publik terhadap kabinet saat ini. Lebih dari tiga perempat responden menyatakan bahwa Kabinet Indoensia Maju akan mampu mewujudkan target pemerintah dalam hal pembangunan infrastruktur.
Rasanya memang tak ada yang lebih tepat dari pada nama Basuki Hadimuljono sebagai Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat untuk melanjutkan pembangunan infrastruktur. Terbukti, pembangunan infrastruktur sangat pesat telah berlangsung selama lima tahun kemarin. Mulai dari jalan tol, bendungan, hingga berbagai sarana untuk menyokong Asian Games 2018 terwujud dengan baik.
Sebanyak 71 persen responden juga menilai bahwa Kabinet Indonesia Maju akan mampu mewujudkan target dari Presiden berupa pembangunan sumber daya manusia. Pilihan untuk mewujudkan hal ini jatuh kepada Nadiem Makarim, mantan CEO Go-Jek Indonesia.
Berdasarkan rilis dari Sekretariat Kabinet Indonesia Maju, Rabu (23/10/2019) Nadiem dipilih karena Jokowi dan Ma’ruf memandang dia berhasil membuat terobosan dalam pengembangan sumber daya manusia (SDM) yang siap kerja. Kuncinya ialah mencetak SDM yang memiliki keterkaitan dan kesepadanan (link and match) antara dunia pendidikan dan bursa tenaga kerja.
Perihal menyederhanakan regulasi, sebanyak 55,1 persen responden menjawab kabinet baru akan mampu mencapai target ini. Meski tidak terlalu menampakkan optimisme, namun cukup menjanjikan.
Hal ini tentu bukan tanpa alasan. Publik masih memiliki catatan pada sejumlah rancangan undang-undang (RUU) antara lain RKUHP, RUU Mineral dan Batubara, RUU Pertanahan, RUU Pemasyarakatan, dan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual. Penyelesaian RUU tersebut tidak kalah mendesak dibandingkan penyederhanaan regulasi investasi.
Politik Akomodatif
Penyusunan kabinet seyogianya menjadi ajang presiden dan wakil presiden membentuk the dream team untuk mewujudkan visi misi sekaligus janji kampanye. Di periode kedua ini harapan agar Jokowi tidak tersandera dengan beban politik cukup besar. Sayangnya hanya tinggal harapan belaka, terlihat bahwa Presiden Jokowi berusaha mengakomodir banyak parpol termasuk lawan politiknya.
Berbeda dibanding komposisi pada kabinet sebelumnya yang berisikan lebih banyak kalangan profesional, yakni 21 dari 34 menteri. Jika dirinci PDI-P mendapatkan kursi paling banyak dalam kabinet, yakni lima kursi. Jumlah ini hanya selisih satu kursi dengan Partai Golkar. Berturut-turut partai jumlah kursi yang didapat pendukung Jokowi-Ma’ruf adalah Partai Nasdem (tiga kursi), PKB (tiga kursi), dan PPP (satu kursi).
Tentu hal yang paling mengejutkan adalah masuknya Partai Gerindra ke dalam pemerintahan. Sebenarnya hal ini sudah bisa diprediksi ketika pada 11 Oktober lalu Presiden Jokowi bertemu dengan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto di Istana Merdeka. Diketahui, salah satu agenda yang dibahas adalah masuknya Gerindra dalam koalisi parpol pendukung pemerintahan Jokowi-Amin. (Kompas 12/10)
Atas nama kepentingan nasional, bangsa, dan negara, oposisi pun akhirnya merapat juga ke koalisi pendukung pemerintah. Gerindra pun mendapatkan dua jatah menteri yang diwakili oleh Ketua Umum (Prabowo Subianto) dan Wakil Ketua Umum (Edhy Prabowo).
Kompromi politik memang dibutuhkan untuk memperluas dukungan sekaligus mengamankan posisi politik presiden. Koalisi Jokowi-Amin pasca-pelantikan kabinet menguasai 74,26 persen kursi DPR yang terdiri dari PDI-P, Partai Golkar, Gerindra, PKB, PPP dengan 427 kursi.
Angka ini tidak jauh berbeda dibandingkan dengan periode kedua SBY yang didukung 75,5 persen kursi DPR. Akan tetapi, besarnya koalisi tentu bukan jaminan pemerintah akan berjalan lebih lancar mengingat dinamika politik yang terus berubah.
Tak berhenti sampai di sini, Jokowi-Amin juga kembali bagi-bagi kursi lewat wakil menteri. Pada Jumat, 25 Mei lalu Presiden Jokowi melantik 12 wakil menteri, lima diantaranya berasal dari parpol dan lima dari kalangan profesional. Sedangkan dua lainnya adalah sukaralewan dan tim pemenangan Jokowi-Amin saat pemilu lalu.
Menteri Populer
Hasil jajak pendapat juga menunjukkan nama-nama menteri yang paling diketahui oleh responden. Urutan teratas ternyata ditempati Menteri Pertahanan Prabowo Subianto. Popularitas mantan lawan Jokowi dalam dua kali pemilu ini tentu tidak perlu diragukan lagi. Sejak tahun 2008 Prabowo sudah memimpin Gerindra dan pernah mendampingi Megawati untuk maju di Pilpres 2009.
Di posisi kedua adalah Nadiem Makarim (35) yang menjadi menteri negara termuda di kabinet Indonesia Maju. Dia termasuk paling disorot media ketika datang ke Istana Negara saat pemanggilan calon menteri. Gaya orang muda yang tak terlalu formal dibawakan Nadiem ketika sudah menjadi menteri. Panggilan Nadiem sebagai “Mas Menteri” pun menjadi viral.
Kegiatan Nadiem sebagai menteri juga mulai ramai di media sosial. Berdasarkan video yang diunggah akun twitter Kemendikbud pada 25 Oktober, terlihat Nadiem berkenalan dengan tim pendukung kelancaran kerja sehari-hari. Nadiem bahkan meminta ijin untuk mengubah sedikit ruang rapat untuk menciptakan kantor yang lebih terbuka.
Sedangkan di posisi ketiga adalah Sri Mulyani yang telah menjadi Menteri Keuangan mulai dari tahun 2005-2010 dan 2016-2019. Popularitas mantan Direktur Eksekutif Dana Moneter Internasional ini memang tidak perlu diragukan.
Pada akhirnya, kinerja menteri adalah yang utama dan bukan soal popularitas semata. Penunjukan sejumlah nama baru diharapkan segera mampu melahirkan terobosan kebijakan yang tak hanya hebat, namun juga diterima publik. Semoga kinerja kabinet benar-benar terwujud demi tercapainya target pemerintah mencapai persiapan jelang menjadi sebuah negara maju di akhir periode kerja pemerintahan. (Litbang “Kompas”/Ida Ayu Grhamtika Saitya)