Bayi dengan Gastroschisis di Mandailing Natal Dirujuk ke Padang
Sartika Lase, bayi yang lahir dengan kelainan usus di luar atau gastroschisis, akhirnya dirujuk ke Rumah Sakit Umum Pusat Dr M Djamil, Padang, Sumatera Barat, Minggu (10/11/2019) dini hari.
Oleh
YOLA SASTRA
·3 menit baca
PADANG, KOMPAS — Sartika Lase, bayi yang lahir dengan kelainan usus di luar atau gastroschisis, dirujuk ke Rumah Sakit Umum Pusat Dr M Djamil, Padang, Sumatera Barat, Minggu (10/11/2019) dini hari. Bayi yang lahir di kawasan tambang emas rakyat di Mandailing Natal, Sumatera Utara, itu dirujuk untuk mendapatkan penanganan lebih intensif dan memadai.
Ambulans yang mengangkut Sartika sampai di RSUP Dr M Djamil sekitar pukul 00.40 setelah menempuh perjalanan darat lebih dari 7,5 jam. Sartika sebelumnya dirawat RSUD Panyabungan, Sumatera Utara. Jarak dari Panyabungan ke Padang lebih dekat dibandingkan ke Medan, ibu kota Sumut.
Bayi perempuan yang belum genap berusia sehari itu ditemani oleh ayah dan nenek dari pihak ayahnya. Sartika digendong oleh neneknya menuju Instalasi Gawat Darurat RSUP Dr M Djamil. Salah seorang petugas ambulans membantu membawakan tabung infus yang selangnya terpasang di tangan Sartika.
Mungkin fasilitas di Padang lebih lengkap. (BJ Lasse)
”Tadi (pihak RSUD Panyabungan) menyuruh dirujuk ke (RSUP Dr M Djamil) Padang. Mungkin fasilitas di Padang lebih lengkap,” kata BJ Lase (27), ayah Sartika, Minggu dini hari.
Nenek Sartika, yang enggan disebutkan namanya, mengatakan, kemungkinan cucunya itu akan dioperasi, tetapi belum diketahui jadwalnya. Anak bungsu dari dua bersaudara itu sekarang masih berada di ruangan anak Instalasi Gawat Darurat RSUP Dr M Djamil.
Sartika lahir di Desa Simpang Durian, Batang Lobung, Kecamatan Lingga Bayu, Mandailing Natal, Sabtu (9/11) sekitar pukul 07.30 dengan berat 2,8 kg. Sabtu sore, bayi tersebut tiba di RSUD Panyabungan setelah menempuh perjalanan sekitar 3,5 jam dari Batang Lobung.
Kasus berulang
Kepala Dinas Kesehatan Mandailing Natal Syarifuddin Lubis, Sabtu (9/11/2019), mengatakan, bayi itu lahir dari ibu SR Simanjuntak (20) dan ayah BJ Lase (27). Orangtua Sartika bekerja di tambang rakyat di Lingga Bayu.
Sebelumnya, dalam rentang 3-4 tahun terakhir, telah terjadi kelahiran bayi dengan tubuh abnormal, yakni bayi lahir tanpa batok kepala sebanyak tiga kali, usus di luar perut satu kali, dan satu bayi dengan sindrom cyclopia atau bermata satu.
Kasus gastroschisis sebelumnya terjadi pada 2017. ”Namun, bayi hanya bertahan satu hari,” kata Syarifuddin. Setelah itu, kasus kelahiran bayi tanpa batok kepala terjadi di Kelurahan Dalanlidang, Panyabungan, tahun 2017 dan di Desa Silambas, Panyabungan, tahun 2018. ”Ada satu lagi, saya lupa desanya,” lanjutnya.
Bayi lahir dengan sindrom cyclopia terjadi pada September tahun lalu di RSUD Panyabungan. Semua bayi tersebut tidak mampu bertahan lama.
Aktivitas tambang
Syarifuddin menduga, aktivitas penambangan rakyat yang menggunakan zat kimia dalam memisahkan emas dengan bebatuan telah memengaruhi perkembangan kandungan para ibu dan suaminya yang bekerja di tambang rakyat sehingga si ibu melahirkan bayi tidak sempurna.
Saat kejadian kelahiran bayi cyclopia tahun 2018, ujar Syarifuddin, Tim Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit Kelas I Medan turun ke lokasi tambang di Hutabargot, Mandailing Natal, tempat ayah bayi bekerja.
Tim menemukan di kawasan itu banyak ibu gugur kandung. Keguguran sudah menjadi hal biasa di kalangan ibu di Hutabargot, bahkan ada yang sudah mengalaminya tiga kali. ”Yang kami bisa lakukan hanya penyuluhan karena masalah tambang adalah masalah lintas sektor,” kata Syarifuddin.
Saat ini, dari 23 kecamatan di Mandailing Natal, sedikitnya ada enam kecamatan yang warganya hidup dari tambang rakyat, yakni Nagajuang, Batang Natal, Hutabargot, Linggabayu, Sinunukan, dan Muarasipongi. Petambang tidak hanya warga setempat, tetapi banyak juga warga dari Bogor, Sukabumi, bahkan Sulawesi Selatan.