Implementasi perusahaan efek di daerah akan berdampak positif bagi Bursa Efek Indonesia (BEI) karena secara langsung memperluas jangkauan bursa pada perusahaan-perusahaan daerah yang selama ini belum terjangkau.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Keterbatasan perusahaan efek di daerah melatarbelakangi otoritas bursa untuk mendorong percepatan pendirian perusahaan efek daerah. Sampai saat ini, perusahaan efek masih terkonsentrasi di Jakarta sehingga basis investor di daerah lain masih sedikit.
Berdasarkan data PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) per 31 Oktober 2019, jumlah investor pasar modal tercatat 2,31 juta investor atau naik 42,72 persen dari posisi 1,61 juta investor pada akhir tahun lalu. Jumlah tersebut merupakan konsolidasi investor saham, surat utang, reksa dana, surat berharga negara, dan efek lain yang tercatat di KSEI.
Dari sisi sebarannya per 23 Oktober 2019, investor terbanyak terpantau berasal dari Pulau Jawa sebesar 72,20 persen dengan kepemilikan aset Rp 2.385,07 triliun. Adapun sebaran investor terbanyak kedua berasal Pulau Sumatera sebesar 15,01 persen dengan aset Rp 32,89 triliun.
Kepala Departemen Pengawasan Pasar Modal 2A Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Yunita Linda Sari menyampaikan, saat ini sudah ada 10 sekuritas anggota bursa (AB) yang menyatakan komitmennya menjadi mitra perusahaan efek daerah (PED).
Sepuluh perusahaan sekuritas tersebut adalah Mandiri Sekuritas, MNC Sekuritas, Philip Sekuritas, Panin Sekuritas, CGS-CIMB Sekuritas, Sinarmas Sekuritas, Valbury Sekuritas, Jasa Utama Capital Sekuritas, Phintraco Sekuritas, dan Reliance Sekuritas.
”Ada beberapa yang sudah bicara dan pendekatan. Ada yang berminat menjadi bank administrator rekening dana nasabah dan ada yang minat menjadi pemegang saham PED ataupun ikut mendirikan PED,” kata Yunita saat dihubungi Minggu (10/11/2019).
Pembentukan PED dilakukan seiring dengan pemberlakuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 18/POJK.04/2019 tentang Perusahaan Efek Daerah yang dirilis pada Agustus 2019. Dalam beleid itu disebutkan bahwa perusahaan efek daerah adalah perusahaan efek yang melakukan kegiatan usaha sebagai perantara pedagang efek yang mengadministrasikan rekening efek nasabah dan khusus didirikan dalam suatu wilayah provinsi.
Menurut Yunita, daerah yang dibidik untuk pendirian PED adalah provinsi yang memiliki potensi basis investor yang tinggi dan pertumbuhan pendapatan yang menjanjikan. Selain itu, dilihat pula daerah yang memiliki bank perkreditan rakyat (BPR) karena dana yang disimpan di BPR berprospek masuk ke pasar modal.
”Pembentukan PED sebenarnya tidak sulit, tetapi minimnya pengetahuan mengenai PED membuat otoritas harus lebih gencar melakukan sosialisasi dan edukasi ke daerah-daerah yang prospektif sembari mempersiapkan infrastrukturnya,” ujarnya.
Jawa Barat
Sebelumnya, Kamis pekan lalu, di Jakarta, Direktur Utama PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk Yuddy Renaldi menyatakan kesanggupannya untuk membentuk PED. Perusahaan efek daerah tersebut ditargetkan beroperasi pada semester I-2020.
Rencana pembentukan PED ini, lanjut Yuddy, berangkat dari tingginya penduduk di Jawa Barat dan Banten yang berkisar 49 juta-50 juta jiwa atau mewakili seperlima dari penduduk Indonesia dengan mayoritas merupakan kelompok milenial.
Sebagai tahap awal, Bank Jabar-Banten, yang telah ditunjuk menjadi bank administrator rekening dana nasabah (RDN) ini, akan menggandeng Mandiri Sekuritas untuk pembukaan RDN dan pemberian layanan referral Nasabah.
Sementara itu, analis Panin Sekuritas, William Hartanto, menilai implementasi perusahaan efek di daerah akan berdampak positif bagi Bursa Efek Indonesia (BEI) karena secara langsung memperluas jangkauan bursa pada perusahaan-perusahaan daerah yang selama ini belum terjangkau.
Meski demikian, William mengingatkan bahwa implementasi ini mungkin akan menemui banyak kendala, salah satunya adalah karena masih rendahnya literasi terkait dengan pasar modal. Terlebih lagi banyak perusahaan di daerah yang belum memahami mekanisme pendanaan di BEI.
”Salah satu cara untuk mengatasi ini adalah dengan memperbanyak sosialisasi perusahaan-perusahaan daerah. Cara ini merupakan metode yang paling efektif untuk meningkatkan literasi,” ujarnya.