”Wayfinding”, Sistem Penunjuk Jalan Pendukung Kelancaran Transportasi Publik
Sistem penunjuk jalan menjadi elemen penting untuk mendukung kelancaran moda. Wayfinding, istilah lain dari sistem itu, mulai diterapkan di Jakarta.
Oleh
Aditya Diveranta
·3 menit baca
Arman (45), warga asal Sumatera Barat, kebingungan saat pertama kali menaiki bus Transjakarta, Jumat (8/11/2019). Siang itu, ia ingin bergegas menuju ke Halte Gelora Bung Karno, tetapi tidak tahu harus naik rute apa.
Ia kemudian bertanya kepada seorang petugas yang menjaga pintu halte, lalu diarahkan untuk mengikuti rute Koridor 1, rute Blok M-Kota. Saat di dalam bus, ia diminta memperhatikan tanda pemberitahuan suara saat melewati Halte Gelora Bung Karno.
Saat akan naik bus rute tujuannya, ia berusaha mengingat papan peta yang terpampang di atas jendela halte. Ia menghitung sebanyak tujuh halte transit yang harus dilalui. Hal itu ia ingat-ingat betul agar tidak kelewatan halte tujuan. ”Saya tadi coba tanya ke orang, informasinya berbeda-beda. Akhirnya saya ikuti saja peta di jendela halte tadi, syukurlah informasinya benar,” ujarnya.
Pengalaman Arman tersesat mencari rute tujuan mungkin dialami sebagian warga saat memakai moda transportasi publik di Jakarta. Dalam kondisi seperti itu, salah satu solusinya adalah dengan berpatokan pada markah moda yang tersedia.
Belakangan muncul kesadaran dari pengelola moda transportasi Ibu Kota untuk membenahi sistem markah ini. Kemudian muncul kata wayfinding, sebuah istilah yang mewakili sistem markah pendukung moda transportasi kota, yang disebutkan oleh Direktur Utama PT Transjakarta Agung Wicaksono.
Agung, pada Rabu (6/11/2019), menyatakan akan mulai menguji coba fasilitas wayfinding yang dimiliki bus Transjakarta pada Koridor 1 Blok M-Kota. Fasilitas yang dimaksud ini adalah seperangkat markah pendukung saat menggunakan moda transportasi publik, baik bersifat visual maupun audio.
”Sejauh ini terdapat berbagai penunjuk arah berupa peta bus, papan nama lokasi yang dituju, lalu ada markah pembatas untuk penumpang keluar-masuk. Di dalam bus juga ada pemberitahuan berupa suara informasi halte tujuan. Ya, untuk penumpang Koridor 1, sepertinya sudah cukup mandiri,” jelas Agung.
Ia menyadari, hal ini masih uji coba dan akan ada banyak penyesuaian. Salah satu penyesuaian itu, misalnya, penempatan petugas di Koridor 1 yang kini tidak lagi berjaga di dalam bus. Petugas ditempatkan di luar bus, membantu warga saat turun di halte tujuan.
Implementasi uji coba ini pun sulit berjalan mulus. Lina (60), salah seorang penumpang lansia, Rabu lalu, kesulitan mendapat informasi halte karena tidak ada petugas. ”Kalau untuk saya sedikit sulit, apalagi masih bingung dengan rute bus,” ujarnya.
Pegiat transportasi umum dari Komunitas Transport for Jakarta, Adriansyah Yasin, menilai fasilitas wayfinding adalah keniscayaan bagi kota dan transportasi publik. Sistem ini, menurut dia, merupakan tingkat lanjut dari markah sebagai penunjuk arah yang juga mendukung kelancaran moda transportasi publik.
”Secara konsep, kehadiran wayfinding harus memuluskan arah seseorang saat naik transportasi umum, tanpa harus terus bertanya pada orang lain. Jadi, jika seseorang menuju suatu rute, informasi harus sudah lengkap, mulai dari petunjuk arah hingga koridor mana yang akan digunakan,” jelas Adriansyah.
Selama ini kendala menuju wayfinding adalah keberadaan markah dan informasi rute yang tidak terintegrasi. Padahal, jika berkaca pada Singapura, semua informasi moda dari bus hingga kereta dapat terintegrasi dan dapat dipantau secara real time.
Meski masih jauh untuk mencapai sistem semacam itu, Adriansyah berpendapat hal yang dapat dilakukan kini adalah menyediakan peta informasi dan pengumuman rute di semua moda. Hal ini sedikitnya bisa diterapkan secara komprehensif pada rute JakLingko.
Pada tahap lanjut, sistem wayfinding dapat dibuat bervariasi. Kevin Lynch dalam The Image of The City (1960) menyebut bahwa manusia familiar dengan petunjuk yang dibuat dari garis atau bentuk khusus yang mudah dikenali. Konsep ini dapat dipadukan dengan berbagai lanskap arsitektur kota. ”Intinya, semua informasi harus tersedia lengkap bagi pengguna transportasi, mulai dari titik berangkat hingga ke titik tujuan. Jangan sampai informasi rute transit dari satu titik ke titik lain berubah-ubah,” ucapnya.