Tiga dan enam pahlawan nasional yang ditetapkan pemerintah berasal dari tim perumus kemerdekaan. Mereka dianggap berjasa melepaskan Indonesia dari belenggu penjajahan.
Oleh
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Tiga angggota Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia/ Panitia Presiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI/PPKI) akhirnya ditetapkan menjadi Pahlawan Nasional bersama dengan tiga tokoh bangsa lainnya. Ketiga anggota tim perumus kemerdekaan RI itu adalah Abdul Kahar Mudzakkir, KH Masjkur, dan Alexander Andries Maramis.
Penganugerahan gelar pahlawan nasional dilakukan dalam upacara yang dipimpin langsung Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta, Jumat (8/11/2019). Selain tiga anggota BPUPKI, tahun ini pemerintah juga memberikan anugerah gelar pahlawan nasional kepada tiga tokoh lain. Mereka adalah Profesor Dr M Sardjito, Guru Besar Emiritus pada Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada yang namanya diabadikan menjadi nama rumah sakit besar di Yogyakarta; Sultan Himatayuddin Muhammad Saidi (Sultan Buton); dan Ruhana Kudus, wartawati sekaligus Pemimpin Redaksi Soenting Melajoe, surat kabar perempuan yang terbit di Padang, Sumatera Barat.
Keenam tokoh bangsa itu ditetapkan menjadi Pahlawan Nasional melalui Keputusan Presiden Nomor 120 Tahun 2019 yang ditandatagani tanggal 7 November. Presiden Jokowi langsung memberikan plakat serta salinan Keppres penganugerahan gelar Pahlawan Nasional kepada para ahli waris.
Penganugerahan gelar Pahlawan Nasional merupakan agenda rutin tahunan yang dilakukan menjelang peringatan Hari Pahlawan, 10 November. Penetapan dilakukan setelah melalui proses pengusulan dan seleksi oleh Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan.
Wakil Ketua Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan, Jimly Asshiddiqie menjelaskan, pada awalnya Kementerian Sosial mengajukan 20 nama calon Pahlawan Nasional. Nama-nama calon pahlawan nasional itu diperoleh dari usulan pemerintah provinsi serta pemerintah kabupaten/ kota.
Keenam tokoh itu dianugerahi gelar Pahlawan Nasional karena sumbangsih mereka pada bangsa dan negara Indonesia. Jimly menyebut, Kahar, Masjkur, dan Maramis merupakan anggota BPUPKI/ PPKI terakhir yang belum ditetapkan menjadi Pahlawan Nasional. “Tiga anggota BPUPKI/PPKI yang tersisa, ketinggalan belum mendapat anugerah sampai saat ini,” tuturnya.
Adapun Ruhana merupakan tokoh perempuan pertama yang berjasa dalam bidang jurnalistik dan pendidikan. Begitu pula Sardjito dinilai berjasa dalam bidang kedokteran, kesehatan, serta pendidikan. Sementara Sultan Himayatuddin dianugerahi gelar Pahlawan Nasional karena keberaniannya melawan penjajahan Belanda.
Pemberian gelar Pahlawan Nasional itupun disambut baik oleh keluarga atau ahli waris masing-masing. Salah satunya Siti Jauharoh, puteri Mudzakkir. “Pertama, bersyukur kepada Allah, perjuangan pra kemerdekaan Bapak saya dihargai oleh pemerintah dengan diberikannya gelar Pahlawan Nasional,” tuturnya.
Aktivis Aisyiyah itupun berharap, generasi muda mau meneledani semangat perjuangan para pahlawan, termasuk Abdul Kahar Mudzakkir Mudzakkir yang juga pernah menjabat sebagai Rektor Universitas Islam Indonesia. Dengan melenadani para pahlawan bangsa diharapkan generasi muda bisa lebih kreatif, inovatif, serta lebih banyak melakukan kegiatan yang membawa diri ke arah yang positif untuk persatuan dan kemajuan bangsa.
Pimpinan Pusat Muhammadiyah juga mengapresiasi penganugerahan gelar Pahlawan Nasional pada Abdul Kahar Mudzakkir yang sejak muda sudah aktif di Persyarikatan Muhammadiyah. “Alhamdulillah, setelah Ir Soekarno, Ki Bagus Hadikoesoemo, Mr Kasman Singodimedjo, tahun ini Prof Abdul Kahar Mudzakkir resmi mendapatkan gelar Pahlawan Nasional,” ujar Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti melalui akun twitternya, @Abe_Mukti.
Keempat tokoh itu sama-sama berlatar belakang aktivis Muhammadiyah dan bersama-sama berjuang dalam merumuskan kemerdekaan sekaligus dasar negara Pancasila. Hal itu, lanjut Mu’ti, cukup untuk menunjukkan sumbangan serta jasa Muhammadiyah untuk bangsa dan negara, termasuk pada saat awal pendirian Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Apresiasi juga disampaikan Ketua Yayasan Sabilillah bidang Sosial, Ekonomi, dan Kemasyarakatan M Mas’ud Said. Menurut dia, penganugerahan gelar Pahlawan Nasional kepada KH Masjkur merupakan penghormatan negara yang sangat besar untuk masyarakat Jawa Timur, Malang Raya, dan Nahdlatul Ulama. Pengusulkan KH Masjkur sebagai Pahlawan Nasional harus melalui proses yang relatif panjang, karena pertama kali diusulkan pada tahun 1995.