Perbankan syariah diharapkan makin banyak terlibat dalam pembiayaan pembangunan infrastruktur dalam lima tahun ke depan. Keterlibatan tersebut dapat menjadi titik awal memperbesar ekosistem keuangan syariah.
Oleh
erika kurnia
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Perbankan syariah diharapkan semakin banyak terlibat dalam pembiayaan pembangunan infrastruktur yang terus digiatkan pemerintah dalam lima tahun ke depan. Keterlibatan tersebut dapat menjadi titik awal memperbesar ekosistem keuangan syariah.
Pemerintahan periode 2019-2024 berupaya menguatkan pembiayaan infrastruktur melalui kerjasama pemerintah dan badan usaha (KPBU). Selain KPBU, perbankan syariah juga dapat menjadi alternatif sumber pembiayaan itu.
Direktur Eksekutif Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS) Ventje Raharjo, Kamis (7/11/209), mengatakan, ini menjadi kesempatan bagi industri syariah, terutama di sektor perbankan, untuk lebih banyak terlibat.
"Saat ini, perbankan syariah sudah mulai banyak masuk ke proyek infrastruktur seperti jalan tol melalui sindikasi, pembelian sukuk yang diterbitkan pemerintah atau PLN," kata Ventje saat ditemui usai konferensi pers Forum Ekonomi Syariah Indonesia di Kantor Bank Indonesia, Jakarta.
Ventje menambahkan, keterlibatan perbankan syariah dalam infrastruktur tidak hanya akan membantu membesarkan ekosistem keuangan syariah. Keterlibatan itu juga meningkatkan daya saing dan memperkuat kemampuan pembiayaan perbankan syariah, karena likuiditasnya dapat bertambah.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada Juli 2019 mencatat, total aset keuangan syariah (tidak termasuk saham syariah) sebesar Rp 1.359 triliun atau tumbuh sekitar 5 persen dari Desember 2018. Namun, pangsa pasarnya baru mencapai 8,7 persen dari total aset keuangan nasional.
Peluang besar
Presiden Joko Widodo, dalam pembukaan Konstruksi Indonesia 2019 di Jakarta, menyampaikan pesan agar swasta terlibat lebih banyak dalam pembangunan infrastruktur. Keterlibatan itu diharapkan menutup keterbatasan dana pemerintah.
”Tolong tawarkan dulu ke swasta. Kalau swasta enggak mau, baru berikan ke BUMN. Saya ingatkan sekali lagi, BUMN jangan ambil semuanya, beri kesempatan kontraktor lokal,” kata Presiden (Kompas, 6/11/2019).
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono juga mengajak perbankan atau perusahaan umum swasta untuk terlibat dalam pengerjaan proyek infrastruktur, khususnya jalan tol. Lima tahun mendatang, pemerintah menargetkan pembangunan 2.500 kilometer (km) jalan tol dengan investasi ratusan triliun rupiah.
"Kita buka (keterlibatan swasta). Untuk jalan tol sekarang sudah mulai banyak, misalnya, ruas tol Harbour II oleh PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk, lalu di tol Semarang ada PT Sumber Mitra Jaya ( SMJ), tol Yogyakarta-Solo juga diprakarsai swasta, perusahaan BUMN malah jadi subnya," kata Basuki saat ditemui di kantornya hari ini.
Lima tahun mendatang, pemerintah menargetkan pembangunan 2.500 kilometer (km) jalan tol dengan investasi ratusan triliun rupiah.
Adapun syarat untuk terlibat dalam proyek pengerjaan infrastruktur adalah perusahaan memiliki minimal 30 persen modal untuk investasi. Sedangkan, 70 persen pembiayaan bisa dibantu perbankan yang bekerja sama untuk memberi pinjaman kepada investor.
Direktorat Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Kementerian PUPR mencatat, pada periode 2014-2019 pemerintah menargetkan biaya pembangunan jalan tol dengan skema KPBU sebesar Rp 500 triliun. Namun, realisasinya hanya mencapai 28 persen atau Rp 142 triliun.
Minimnya partisipasi swasta dalam investasi infrastruktur juga terlihat dalam proyek sistem penyediaan air minum (SPAM). Dari target investasi sebesar Rp 20,15 triliun, hanya terealisasi 19 persen atau Rp 3,8 triliun.
CEO Toll Road Business Group Astra Infra Kris Ade Sudiyono, dalam acara diskusi di Kantor Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, akhir Oktober di Jakarta, mengakui adanya kelambanan atau kemalasan swasta untuk berinvestasi dalam proyek infrastruktur pemerintah beberapa tahun lalu.
Salah satu alasannya adalah belum tuntasnya anteseden mengenai konteks kolaborasi model KPBU. "Tanggung jawab pengadaan infrastruktur, yang punya mandat kan pemerintah, harusnya ada komunikasi ke rakyat bahwa pemerintah minta partisipasi rakyat. Komunikasi ini mungkin belum sampai dengan jelas ke swasta," kata dia.
Selain itu, ia juga meniliai pemerintah yang memiliki mandat membangun infrastruktur belum memiliki kapabilitas yang matang, seperti swasta atau perusahaan negara di sektor minyak dan gas bumi.
Tak hanya itu, biaya investasi jalan tol yang tinggi dan pengembalian investasi yang panjang kerap membuat perusahaan swasta yang belum kuat secara finansial enggan terlibat dalam proyek infrastruktur pemerintah.