Jalur pendakian Gunung Ijen dibuka kembali, Kamis (7/11/2019), setelah ditutup selama 18 hari. Hal tersebut disambut antusias para wisatawan.
Oleh
ANGGER PUTRANTO
·4 menit baca
BANYUWANGI, KOMPAS — Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Timur membuka kembali jalur pendakian Gunung Ijen setelah ditutup selama 18 hari. Hal tersebut disambut antusias 96 pendaki yang naik melalui jalur Taman Wisata Alam Kawah Ijen, Kabupaten Banyuwangi, Kamis (7/11/2019).
Pendakian Gunung Ijen sebelumnya ditutup sejak 20 Oktober hingga Rabu (6/11/2019). Penutupan jalur pendakian tersebut akibat kebakaran hutan yang melanda Gunung Ijen dan sejumlah gunung di sekitarnya.
Setelah tutup sekian lama dan kembali buka hari ini, pengunjung yang naik ke Gunung Ijen berjumlah 96 orang.
Pembukaan kembali jalur pendakian Gunung Ijen pada Kamis dipantau langsung Kepala Resor Taman Wisata Alam Kawah Ijen Sigit Haribowo. ”Setelah tutup sekian lama dan kembali buka hari ini, pengunjung yang naik ke Gunung Ijen berjumlah 96 orang. Jumlah tersebut terdiri dari 50 wisatawan domestik dan 46 wisatawan mancanegara,” ujarnya.
Apabila dibandingkan sebelum penutupan, jumlah kunjungan tersebut di bawah rata-rata kunjungan harian. Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Timur menyebutkan, kunjungan bisa mencapai hingga 500 orang per hari saat hari biasa dan dapat menembus 2.000 orang saat akhir pekan atau hari libur.
Pembukaan kembali jalur pendakian disambut antusias oleh berbagai pihak, antara lain wisatawan, penyedia jasa troli wisata, dan pemandu wisata. Perlahan, aktivitas di Gunung Ijen kembali pulih setelah 18 hari ditutup akibat kebakaran yang melanda Gunung Ijen, Cagar Alam Merapi Ungup-Ungup, Gunung Widodaren, dan Gunung Ranti.
Seorang wisatawan mancanegara yang menjadi salah satu pendaki di hari pertama pembukaan kembali Ijen ialah Lukas Drobny dari Republik Ceko. Lukas, yang sudah datang di Banyuwangi sejak Selasa (5/11), harus mengubah rencananya karena saat itu pendakian di Gunung Ijen masih ditutup.
”Setelah mendapat informasi tentang pembukaan pendakian Gunung Ijen, saya langsung memutuskan kembali ke Banyuwangi untuk naik Gunung Ijen. Gunung Ijen merupakan salah satu tujuan utama saya karena saya ingin melihat fenomena api biru yang terkenal itu,” ujarnya.
Hal senada dialami Kirill Potyomkin dan Miroslava Ponomarenko, wisatawan asal Ukraina. Sebelum ke Banyuwangi untuk mendaki Gunung Ijen, keduanya berlibur ke Bali. Kedatangan mereka ke Gunung Ijen karena rasa penasaran melihat foto-foto yang indah di media sosial.
”Kami tahu keindahan Ijen dari unggahan sejumlah teman di akun Instagram-nya. Selain penasaran dengan keindahan matahari terbitnya, kami juga datang karena ingin melihat proses munculnya belerang dan fenomena api biru yang ada di dasar kawah,” tutur Kirill.
Antusiasme terhadap pembukaan jalur pendakian juga tampak dari para penyedia jasa troli wisata. Mereka kembali bekerja setelah 18 hari tidak melayani wisatawan menaiki ataupun menuruni lereng Ijen. ”Akhirnya hari ini kami kembali bekerja setelah lebih dari dua minggu ’puasa’. Lumayan bisa dapat Rp 250.000 di hari pertama kerja,” ujar Suhartoyo.
Suhartoyo mengaku beruntung karena memilih langsung bekerja di hari pertama pendakian dibuka. Sejumlah rekannya memilih tidak bekerja karena menilai pendakian akan sepi. Kondisi tersebut justru dimanfaatkan Suhartoyo untuk menawarkan troli wisata kepada para pengunjung.
Troli wisata merupakan layanan bagi wisatawan yang tidak kuat untuk berjalan menyusuri jalur pendakian di Gunung Ijen. Wisatawan hanya perlu duduk di sebuah troli berukuran 50 cm x 100 cm yang dilengkapi dengan dua roda. Tiga penyedia jasa troli bekerja sama menarik dan mendorong wisatawan sampai ke tempat tujuan, yaitu dari titik pemberangkatan di Paltuding hingga bibir kawah Gunung Ijen.
Untuk setiap perjalanan pergi-pulang, pengguna jasa troli dipungut biaya Rp 800.000. Apabila hanya untuk satu kali perjalanan naik atau turun, pengguna dipungut biaya beragam, antara Rp 300.000 dan Rp 600.000. Upah tersebut nantinya dibagi rata untuk tiga pekerja.
Kondisi pendakian
Pantauan Kompas di sepanjang jalur pendakian yang berjarak 3,4 kilometer dari Paltuding hingga bibir kawah, sudah tidak ada lagi patahan dahan atau ranting pepohonan. Sebelumnya, selain kebakaran yang menghanguskan 600 hektar lahan di Gunung Ijen, angin kencang juga membuat sejumlah pohon tumbang.
Kendati sudah tidak ada titik api ataupun kepulan asap, sesekali bau hangus sisa kebakaran masih tercium. Sisa-sisa pepohonan dan semak belukar yang terbakar juga terlihat dengan jelas.
Kompleks Pos Bunder, yang biasa digunakan para pendaki dan petambang belerang untuk beristirahat, juga tampak porak poranda akibat kebakaran dan tiupan angin kencang. Pos penimbangan dan tempat istirahat petambang ludes terbakar. Hanya bangunan kantin yang masih utuh.