Red Star Belgrade ingin menghadirkan neraka saat menjamu Tottenham Hotspur di Liga Champions, Kamis dini hari WIB. Duel itu menjadi ujian berat bagi mentalitas Spurs yang tengah rapuh.
Oleh
Yulvianus Harjono
·4 menit baca
BELGRADE, SELASA – Pelatih sepak bola asal Belanda Rinus Michels pernah berkata, sepak bola terkadang seperti perang. Siapa pun yang berperilaku terlalu santun akan kalah. Petuah ini menjadi pengingat jelang laga Red Star Belgrade lawan Tottenham Hotspur pada penyisihan grup B Liga Champions Eropa, Kamis (7/11/2019) pukul 03.00 WIB.
Meskipun dikenal luas sebagai penemu sepak bola indah total football yang populer pada awal 1970-an, Michels juga memahami sisi gelap dan bahaya dari olahraga itu. Ketika itu, sepak bola Eropa disandera fanatisme sesat bernama hooliganisme yang berawal di Inggris. Dua dekade berlalu, hooliganisme, khususnya di Inggris, mulai berkurang drastis.
Namun, hal itu tidak berlaku di Eropa Timur. Sejumlah negara seperti Rusia, Serbia, dan Kroasia, masih kental dengan intimidasi fisik maupun psikis dari suporter. Red Star Belgrade, klub ternama Serbia, misalnya, menjadi langganan skors dari UEFA. Ketika bertamu ke markas Spurs, akhir Oktober, misalnya, suporter Red Star dilarang menonton.
Larangan serupa berlaku musim lalu saat bagi Red Star bertamu ke markas Liverpool dan Paris Saint-Germain. Juara Liga Champions 1991 itu dihukum akibat ulah suporternya yang menginvasi lapangan, menyalakan kembang api, hingga bertindak rasis dan menghina pemain lawan saat tampil di Stadion Rajko Mitic dalam dua musim terakhir.
Tidak heran, kantor berita Inggris, BBC, pernah menaruh Rajko Mitic di urutan kedua teratas arena sepak bola paling mengerikan pada ulasannya Oktober 2018. Ketika itu, di luar dugaan Liverpool takluk 0-2 di markas juara Liga Super Serbia itu. Padahal, pada duel sebelumnya di Inggris, Red Star digilas 0-4 oleh ”The Reds”.
Liverpool, juara Liga Champions 2019 yang dikenal punya mentalitas tangguh, mendadak ciut nyalidi Rajko Mitic. Usai laga itu, Manajer Liverpool Juergen Klopp mengakui para pemainnya sulit menemukan keberanian akibat kengerian yang dihadirkan suporter lawan dan suasana di stadion itu.
”Mungkin, mereka (Liverpool) sedikit ketakutan. Siapa pun yang datang ke sana wajar bergidik,” ungkap Ciaran Varley, jurnalis BBC.
Harian Inggris The Sun mengungkap, kengerian di Belgrade itu telah terjadi bahkan sebelum tim tamu menginjakkan kaki di rumput lapangan stadion berkapasitas 55.000 penonton itu. Tidak seperti stadion lain yang kerap memamerkan arsitektur khas seperti di Old Trafford (Manchester, Inggris) atau modernisme di Wanda Metropolitano (Madrid, Spanyol), lorong kamar ganti di Rajko Mitic tidak ubahnya medan perang.
Bayangkan saja, lorong kamar ganti menuju lapangan dipenuhi grafiti dan coretan vandalisme suporter Red Star. Hal itu dibiarkan pengelola klub sebagai intimidasi untuk tim tamu. Polisi anti-huru-hara yang berjajar di lorong itu kian menegaskan suasana mencekam di stadion. Puncaknya, saat kaki menginjak rumput lapangan, pemain akan disambut spanduk provokatif dan sorakan nyaring suporter yang membuat pemain lawan mana pun sulit untuk tidak ciut nyali.
”Tempat itu seperti gambaran kengerian distopia yang menjelma kenyataan. Lorong, grafiti, cahaya suram, ledakan (kembang api), dan teriakan keras itu menciutkan nyali siapa pun. Itu seperti adegan Emily Blunt menyusuri lorong para kartel narkoba Meksiko di film Sicario (2015),” tulis Unilad, situs di Inggris, menggambarkan kengerian itu.
Mental
Untuk itu, Spurs patut memperkuat mental saat bertamu ke Belgrade. Kemenangan telak 5-0 pada duel sebelumnya di London bukan jaminan mereka bisa menjinakkan Red Star di Rajko Mitic. Dalam 12 laga Liga Champions terakhir di kandang sendiri, Red Star hanya sekali kalah, yaitu dari PSG, musim lalu. Apalagi, mereka juga bertekad balas dendam usai kekalahan telak di London.
Laga itu membuka peluang Red Star mengudeta Spurs dari peringkat kedua grup B penyisihan Liga Champions. Saat ini, mereka berada di peringkat ketiga dan hanya tertinggal satu poin dari Spurs. “Kami harus tampil lebih baik (ketimbang laga sebelumnya) demi fans. Selama ini, mereka telah menunjukkan rasa cintanya yang besar ke klub. Kecintaan macam itu sulit dijelaskan dengan kata-kata,” ujar Pelatih Red Star Vladan Milojevic.
Manajer Tottenham Hotspur Mauricio Pochettino mengakui, kepercayaan diri timnya saat ini tengah anjlok. Runner up Liga Champions 2019 itu terpuruk. Mereka hanya dua kali menang dari sepuluh laga terakhir di berbagai kompetisi. Lima laga bahkan berakhir dengan kekalahan, termasuk ketika dipermalukan Bayern Muenchen 2-7 di London, Oktober lalu.
Tidak heran, mereka kini anjlok di peringkat ke-11 Liga Inggris. Kans mereka lolos ke babak 16 besar Liga Champions pun akan mengecil jika kalah dari Red Star di Serbia.
“Kami perlu berpikir positif dan merasakannya. Hanyalah itu hal yang bisa membuat kami yakin mampu mengalahkan tim mana pun. Hanya masalah waktu (untuk menemukan kembali kepercayaan diri),” tutur Pochettino kemudian. (REUTERS)