Atap SD Gentong Ambruk, Polisi Temukan Unsur Kelalaian
Polisi mengindikasikan adanya unsur kelalaian dalam kasus ambruknya atap SD Gentong, di Kota Pasuruan, Jawa Timur. Dua orang tewas dan 13 siswa luka-luka dalam peristiwa yang terjadi Selasa (5/11/2019) itu.
Oleh
SIWI YUNITA C
·4 menit baca
PASURUAN, KOMPAS — Polisi mengindikasikan adanya unsur kelalaian dalam kasus ambruknya atap SD Gentong di Jalan Kyai Sepuh, Kelurahan Gentong, Kecamatan Gadingrejo, Kota Pasuruan, Jawa Timur. Dua orang tewas dan 11 siswa luka-luka akibat tertimpa atap sekolah dalam peristiwa yang terjadi Selasa (5/11/2019) itu.
Atap empat ruangan kelas SDN Gentong ambruk pada jam belajar-mengajar sekitar pukul 08.30. Atap yang ambruk ialah atap kelas 2A, 2B, 5A, dan 5B. Saat itu tengah berlangsung kegiatan belajar di kelas 2A dan 2B.
Adapun siswa kelas 5A dan 5B tengah mengikuti kegiatan olahraga di luar ruang. Namun, ada siswa dan seorang guru pengganti yang berada di dalam kelas 5A karena alasan sakit.
Korban tewas adalah Irza Almira (8), siswa kelas 2B, dan Sevina Arsy Wijaya (19), guru pengganti yang saat peristiwa terjadi berada di kelas 5. Adapun korban luka adalah Zidan (8), Wildalmul (11), Abdul Muktim (11), Hilda Salsa (11), Alisah (7), Kina (8), Zahra Salsabilla (9), Akbar (8), Siti Rohmania (8), Aisyah (8), dan Ahmad Gerhana (8). Semua korban merupakan warga Kelurahan Gentong.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota Pasuruan Samsul Hadi mengatakan, saat peristiwa terjadi kondisi cuaca cerah. ”Tidak ada hujan ataupun angin, tapi atap dengan rangka galvalum itu roboh,” ujarnya.
Tidak ada hujan ataupun angin, tapi atap dengan rangka galvalum itu roboh.
Kepala Polres Pasuruan Kota Ajun Komisaris Besar Agus Sudaryatno mengatakan, timnya berikut tim Inafis dari Polda Jatim telah memeriksa bangunan ruang yang atapnya ambruk. Mereka meminta keterangan saksi, termasuk para guru dan dari pihak dinas pendidikan. Berdasarkan informasi awal, para siswa mengetahui ruang kelas itu sudah retak, tetapi tidak ada yang menduga akan roboh saat itu juga.
Rangka galvalum diduga tidak kuat menahan beban sehingga roboh. ”Konstruksi atap tidak sesuai dengan spesifikasi. Atap ini dipasang pada 2017. Seharusnya tidak ada masalah jika tak ada spesifikasi yang salah,” kata Agus.
Tim penyidik, menurut Komisaris Besar Barung Mangera dari Humas Polda Jatim, juga menemukan indikasi bahwa bagian atap yang seharusnya diganti ternyata tidak diganti.
Untuk penyelidikan lebih lanjut, Polda Jatim dan Polres Pasuruan Kota memanggil dan memeriksa pihak sekolah, kontraktor proyek renovasi, dan bagian administrasi. Tim penyidik juga memanggil kalangan ahli untuk dimintai pendapat terkait peristiwa itu.
Mengenai detail spefikasi yang dimaksud, Barung masih menunggu laporan dari tim labfor. Hingga Selasa (5/11/2019) pukul 18.00, mereka masih bekerja mengumpulkan sejumlah bukti.
Berdasarkan pantauan, ruang kelas yang atapnya roboh berderet di tengah area sekolah. Dinding-dinding ruang kelas terlihat retak-retak bahkan miring. Atap galvalum masih dalam posisi sama saat roboh, yakni ambruk ke dalam kelas. Beberapa rusuk terlihat bengkok, bahkan patah.
Konstruksi atap tidak sesuai dengan spesifikasi. Atap ini dipasang pada 2017. Seharusnya tidak ada masalah jika tak ada spesifikasi yang salah.
Beberapa peralatan sekolah, seperti tas, botol minum, dan buku-buku, masih berserakan di lantai kelas bercampur debu bekas robohan atap. Ahmad Gozali, anggota Tagana Kota Pasuruan, yang turut mengevakuasi siswa, mengatakan proses evakuasi tergolong sulit karena banyak siswa terjebak dan terjepit di kelas.
”Kami harus pelan-pelan mengevakuasi korban, apalagi mereka anak-anak yang mudah panik. Inginnya segera lolos malah kian terjepit,” kata Gozali.
Tim evakuasi juga mengkhawatirkan adanya runtuhan tembok susulan. Namun, evakuasi akhirnya bisa selesai menjelang siang. Setidaknya ada 40 anggota Tagana yang dikerahkan untuk mengevakuasi korban.
Hingga sore halaman sekolah masih dipenuhi guru. Sebagian dari mereka masih menangis karena terguncang. Sementara para siswa sudah dijemput oleh keluarga masing-masing.
”Saya jemput Aisyah begitu mendengar atap sekolah roboh. Dari rumah saya lari mencari keponakan saya. Alhamdulillah selamat walau luka,” kata Nurjannah kerabat dari Aisyah.
Polisi memberi tiga lapis pagar pembatas untuk mengamankan tempat kejadian. Para guru masih diperbolehkan masuk di pembatas pertama, tapi dilarang masuk ke pembatas kedua dan ketiga.
”Para siswa diliburkan sampai Sabtu. Kami harus memastikan ruangan aman sebelum mereka beraktivitas lagi,” kata Agus.
Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa meminta agar semua sekolah di Jawa Timur mengecek kembali kondisi gedung sekolah masing-masing, apalagi Jawa Timur sudah memasuki musim hujan.
”Saat ini hujan dan angin dikhawatirkan bisa merusak bangunan. Saya minta sekolah-sekolah mewaspadai ini juga,” kata Khofifah.
Khofifah menyerahkan kasus penyelidikan robohnya atap bangunan sekolah ke polisi. Ia pun menjamin para korban dirawat di rumah sakit dan bebas dari biaya pengobatan.
Dimakamkan
Hari itu juga pukul 15.00, dua korban tewas, Irza Almira (8) dan Sevina (19), dimakamkan oleh keluarganya di Tempat Pemakaman Umum Gadingsari, yang berjarak 1 kilometer dari sekolah. Keduanya diantarkan oleh keluarga dan kerabat.
Ayah Sevina, Eko (45), mengatakan, Vina merupakan guru pengganti di kelas 5B. Ia masih berstatus sebagai mahasiswa Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar di Pasuruan. ”Vina hanya ingin membantu karena guru utamanya sedang cuti. Ia baru sekali ini mengajar,” kata Eko.
Seharusnya kelas 5B kosong saat peristiwa terjadi karena sedang ada pelajaran olahraga di luar kelas. Namun, saat kejadian, Vina sedang menunggui siswa yang tidak berolahraga karena sakit.
Adapun kelas 2 saat itu sedang ada pelajaran. Almira diketahui sempat lari, tetapi ternyata tak berhasil lolos. Rekan sebangkunya, Aisyah, bisa lolos meski terluka. (WER/DIA/BRO)