Warga Minta Pengembang Proyek Kereta Cepat Bertanggung Jawab
Dampak pembangunan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung dirasakan warga Kelurahan Cipinang Melayu, Kecamatan Makassar, Jakarta Timur. Belakangan, mereka resah karena ancaman banjir semakin besar di permukiman warga.
Oleh
Aguido Adri
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Ratusan keluarga di Kelurahan Cipinang Melayu, Jakarta Timur, terdampak banjir dan debu dari pembangunan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung. Pemerintah Kota Jakarta Timur menegur pengembang agar dampak buruk proyek tidak banyak dirasakan warga.
Warga sekitar proyek diliputi keresahan saat hujan deras melanda kawasan permukiman mereka. Banjir terjadi akibat luapan saluran air dan genangan karena adanya sumbatan ke Kali Sunter. Banjir akhir pekan lalu masih menyisakan trauma warga setempat. Sebab, banjir itu mengakibatkan empat rukun tetangga (RT) di Kelurahan Cipinang Melayu, Jakarta Timur, terendam air setinggi 30-50 sentimeter (cm).
Peristiwa banjir tersebut membuat warga kesal terhadap PT Wika selaku pelaksana proyek pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung. ”Terakhir banjir sekitar 2007. Karena proyek ini, daerah kami malah banjir. Padahal, kami sudah mengantisipasi dan mengingatkan para pekerja untuk memperhatikan saluran pembuangan air jangan ditutup atau membuka saluran baru,” kata Mustofa (62), warga RT 009, Kelurahan Cipinang Melayu, Selasa (5/11/2019), di Jakarta.
Keluhan warga sejauh ini belum mendapat respons pengembang hingga kemudian permukiman mereka terendam banjir. ”Kenapa setelah ada musibah baru ditanggapi? Atas permintaan warga, para pekerja menjebol tanggul untuk jalur keluar air. Hal seperti ini seharusnya diperhatikan, ini ilmu dasar. Saluran air ya harus dibuka, bukan ditutup,” kata Mustofa.
Wali Kota Jakarta Timur M Anwar sudah meninjau lokasi banjir dampak dari pembangunan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung dan bertemu dengan perwakilan PT Wika serta PT Kereta Cepat Indonesia-China (KCIC).
”Pihak pelaksana sudah mulai bekerja kemarin Senin. Saya minta untuk membuat saluran permanen, bukan sementara, agar tidak ada lagi banjir. Saya minta segera dinormalisasi,” kata Anwar.
Anwar meminta pengembang memikirkan warga di sekitar proyek agar tidak banjir lagi. Ia pun mengkritik pihak pengembang yang tidak serius dalam menjalankan perencanaan pembangunan proyek tersebut. Selain itu, Pemkot Jakarta Timur memberikan waktu tiga hari untuk membereskan permasalahan saluran air. Jika dalam waktu tiga hari belum selesai, pengembang akan diberikan surat peringatan.
Pantauan Kompas, ada lima alat berat mengeruk tanah di Kali Sunter untuk membersihkan sedimen tanah dan membuat saluran pembuangan air. Warga sekitar memantau para pekerja. Bahkan, sejumlah warga tidak mengizinkan para pekerja melanjutkan pekerjaan pembangunan proyek sebelum masalah saluran air selesai.
Menanggapi protes warga dan Pemkot Jakarta Timur, Sekretaris PT Wika Mahendra Vijaya mengatakan sudah berkoordinasi dengan Pemkot Jakarta Timur terkait penanganan banjir di wilayah Cipinang Melayu RW 012.
Ia menuturkan, cofferdam atau bendungan sementara yang menutup aliran Sungai Sunter sehingga menghambat aliran air sudah dibongkar menggunakan alat berat.
Pemerintah Kota Administratif Jakarta Timur meminta PT Wika selaku pelaksana proyek kereta cepat Jakarta-Bandung agar membangun posko kesehatan di wilayah RW 012, Cipinang Melayu, Jakarta Timur, yang terdampak proyek tersebut.
Bangun posko
Pembangunan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung tidak hanya berdampak pada banjir. Sejumlah warga mengeluhkan suara bising dan debu. Lurah Cipinang Melayu Agus Sulaeman mengatakan, proyek tersebut dapat berdampak pada kesehatan warga RW 012.
”Kami juga minta dibuat posko kesehatan dan sudah disetujui pihak pengembang. Hal ini penting karena proyek tersebut menimbulkan debu yang bisa mengganggu kesehatan warga. Selain itu, pengerukan sedimen tanah dari Kali Sunter yang dibuang di sisi wilayah perumahan warga juga bisa berbahaya,” kata Agus yang meminta kepada pihak pengembang untuk mendengarkan keluhan warga, termasuk bertanggung jawab penuh atas dampak pembangunan proyek.
Sarmo (65) beserta warga di RT 007 terpaksa menutup ventilasi rumah karena debu yang sangat banyak dari pembangunan proyek. Selain itu, mereka juga merasa terganggu dengan suara berisik.
”Kami tidak masalah dengan proyek ini, tapi perhatikan nasib warga sekitar. Kenapa kami yang harus menanggung banjir, debu, dan suara bising. Kami meminta kompensasi dari proyek ini sebagai bentuk perhatian,” kata Sarmo.