Kajian mengenai penerapan transaksi tanpa berhenti di jalan tol dimatangkan. Penerapan sistem transaksi itu dinilai tidak akan berdampak pada kenaikan tarif tol dan akan dimulai akhir 2020.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kajian mengenai penerapan transaksi tanpa berhenti di jalan tol atau multilane free flow terus dimatangkan. Penerapan sistem transaksi tersebut tidak akan berdampak pada kenaikan tarif tol dan akan dimulai akhir 2020.
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono, Senin (4/11/2019), di Jakarta, mengatakan, penyelenggaraan penerapan transaksi tanpa berhenti di jalan tol oleh badan usaha akan dilelang oleh pemerintah. Saat ini, kajian kelayakan mengenai sistem tersebut telah selesai.
”Baru saja kajian kelayakannya selesai dan ini ada pemrakarsanya. Saya baru mengeluarkan surat persetujuan sebagai pemrakarsa untuk MLFF. Setelah itu, pemrakarsa akan mempelajari lebih detail tentang MLFF,” kata Basuki.
Kajian kelayakan telah dilakukan oleh badan usaha dari Hongaria, yakni Roatex, yang sekaligus menjadi pemrakarsa penyelenggara transaksi tanpa berhenti di jalan tol. Namun, badan usaha sebagai penyelenggara sistem tersebut tetap akan dilelang dan terbuka bagi siapa pun.
Pemerintah mensyaratkan kepada badan usaha bahwa penerapan transaksi tanpa berhenti di jalan tol tidak akan menambah beban melalui kenaikan tarif bagi pengguna jalan tol. Biaya dan keuntungan bagi penyelenggara sistem transaksi tanpa berhenti berasal dari efisiensi yang diperoleh dari penerapan sistem tersebut.
Dengan adanya badan usaha jalan tol (BUJT) yang telah menguji coba sistem transaksi tanpa berhenti dengan jenis teknologi berbeda, hal itu juga dimasukkan ke dalam kajian kelayakannya. Basuki meminta agar ke depan hanya satu jenis teknologi yang digunakan.
Setelah kajian kelayakan selesai, badan usaha pemrakarsa akan mengkaji model bisnis penerapan sistem tersebut dengan BUJT. Menurut rencana, penerapan sistem transaksi tanpa berhenti di jalan tol akan dimulai akhir tahun 2020 di jalan tol perkotaan.
”Mereka harus kerja sama dengan BUJT dalam hal model bisnisnya. Nantinya sistem ini terbuka dengan berbagai cara pembayaran,” ujar Basuki.
Kepala Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Danang Parikesit menambahkan, setelah badan usaha pemrakarsa disetujui, kini tengah disiapkan dokumen tender, model bisnis, dan skema kerja sama dengan BUJT. Setelah itu, lelang untuk mencari badan usaha penyelenggara dilakukan meski pemrakarsa memiliki hak untuk menawar (right to match).
”Perlu pembentukan konsorsium antara peserta tender dan BUJT yang sudah ada, termasuk (BUJT) yang sedang melakukan uji coba,” kata Danang.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Asosiasi Jalan Tol Indonesia yang juga CEO Group Bisnis Jalan Tol Astra Infra, Kris Ade Sudiyono, berpandangan, solusi teknologi dalam sistem operasi jalan tol ke depan adalah sebuah kebutuhan, termasuk dalam hal layanan transaksi tol. Demikian pula teknologi transaksi tanpa berhenti menjadi kebutuhan karena tantangan yang terjadi di lapangan.
”Misalnya, keterbatasan kapasitas gerbang dan gardu transaksi sehingga terjadi antrean, terjadinya sistem integrasi layanan beberapa ruas tol, serta perkembangan berbagai sistem pembayaran, baik yang berbasis kartu maupun berbasis server,” kata Kris Ade.
Menurut Kris Ade, pihaknya masih mempelajari model bisnis penyelenggaraan sistem transaksi tanpa berhenti di jalan tol. Dalam waktu dekat, akan dilakukan uji coba sistem transaksi tanpa berhenti di sistem layanan integrasi atau yang melibatkan beberapa ruas jalan tol dari operator yang berbeda. (NAD)