Produksi garam yang membaik dalam dua tahun terakhir tidak ditopang oleh perbaikan harga garam. Hal itu mengindikasikan tidak ada perlindungan usaha bagi petambak garam.
Oleh
BM Lukita Grahadyarini
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Rendahnya permintaan garam oleh industri pengguna membuat harga garam rakyat terus merosot padaakhir musim panen garam. Di tengah permintaan yang lesu, PT Garam (Persero) kini menahan stok garam.
Ketua Umum Himpunan Masyarakat Petambak Garam (HMPG) Jawa Timur Mohammad Hassan menyatakan, harga garam rakyat saat ini terus melemah. Pada awal November 2019, harga garam di tingkat petambak hanya berkisar Rp 300-400 per kilogram (kg). Angka itu merosot jika dibandingkan dengan awal masa panen pada Juni 2019 yang berkisar Rp 800-1.000 per kg.
Penurunan harga garam tecermin dalam setahun terakhir. Pada Juni 2018, harga stok garam di tingkat petambak Rp 1.850 per kg. Pada akhir musim produksi, yakni pada November 2018, harga garam turun menjadi sekitar Rp 1.600 per kg.
Produksi garam yang membaik dalam dua tahun terakhir tidak ditopang oleh perbaikan harga garam.
Hasan menyayangkan produksi garam yang membaik dalam dua tahun terakhir tidak ditopang oleh perbaikan harga garam. Hal itu mengindikasikan tidak ada perlindungan usaha bagi petambak garam, seperti yang telah diamanatkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam.
”Tidak ada artinya produksi garam normal, jika kesejahteraan (petambak) tidak meningkat,” katanya, saat dihubungi di Jakarta, Senin (4/11/2019).
Pihaknya berharap pemerintah berkomitmen memberikan perlindungan usaha dengan memasukkan garam sebagai komoditas barang kebutuhan pokok dan barang penting lainnya sehingga dapat ditetapkan harga pokok penjualan.
Musim panen garam nasional diprediksi berakhir November 2019. Pemerintah menargetkan produksi garam tahun ini sebanyak 2,3 juta ton, sedangkan alokasi impor garam untuk kebutuhan industri sebanyak 2,7 juta ton.
Berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan, produksi garam per 21 Oktober 2019 sebanyak 1.940.413 kg yang terdiri dari garam rakyat 1.614.444 kg dan PT Garam 325.858 kg.
Direktur Utama PT Garam Budi Sasongko mengemukakan, jumlah penyerapan garam rakyat oleh PT Garam hingga akhir Oktober 130.000 ton. Pihaknya masih memiliki anggaran Rp 18 miliar untuk menyerap garam rakyat sampai akhir tahun ini. Penyerapan garam rakyat terus dilakukan untuk stabilisasi harga meski stok garam yang terkumpul tidak dilepas ke pasar.
”Stok garam tidak dilepas karena permintaan garam produksi terus berkurang. Hukum pasar. Ada suplai besar garam (ke industri), bisa dari dalam negeri maupun impor,” katanya.
Tahan stok
Selama dua tahun terakhir, pihaknya bahkan masih menyimpan stok 445.500 ton garam yang belum dilepas ke pasar karena permintaan dari industri pengolah dan pengguna yang menurun.
Budi menambahkan, tren produksi garam yang membaik dua tahun terakhir diprediksi akan berlanjut tahun depan. Namun, pihaknya khawatir penyerapan garam nasional tersebut tidak akan optimal seiring kebijakan impor.
Pihaknya berharap pemerintah mengkaji kebijakan impor garam bahan baku industri dengan mewajibkan seluruh importir untuk ikut menyerap garam produksi dalam negeri. Penyerapan garam dalam negeri diharapkan dilakukan oleh seluruh jenis industri pengguna, antara lain industri kimia, farmasi, kosmetik, CAP, deterjen, serta makanan dan minuman.
Di samping itu, diperlukan tata niaga garam melalui penetapan harga pokok penjualan (HPP). ”Pembenahan tata niaga diperlukan supaya ada kelayakan ekonomi dari usaha produksi garam,” kata Budi.