Jatuhnya Baghouz dan tewasnya Baghdadi sejatinya menandai kekalahan Negara Islam di Irak dan Suriah. Namun, itu bukan akhir. Ada sejumlah langkah yang masih mereka miliki.
Pukulan telak bagi kelompok Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS) sesungguhnya adalah ketika Desa Baghouz jatuh ke tangan Pasukan Demokratik Suriah (SDF) yang dibantu koalisi internasional pimpinan Amerika Serikat (AS) pada 23 Maret 2019. Desa Baghouz berpenduduk sekitar 10.000 jiwa, yang terletak di tepi Sungai Eufrat—Provinsi Deir el Zor—Suriah Timur, merupakan basis terakhir NIIS secara geografis.
Lepasnya Desa Baghouz menandakan berakhirnya negara khilafah yang dikumandangkan pendiri dan Pemimpin NIIS Abu Bakar al-Baghdadi dari mimbar Masjid Nuri di kota Mosul pada 29 Juni 2014. Di era jaya, yaitu tahun 2014-2015, NIIS menguasai wilayah seluas 88.000 kilometer persegi, setara Inggris. Saat itu NIIS mengklaim memiliki 40.000 sukarelawan dari mancanegara, dan sekitar 1.500 sukarelawan asing.
Tewasnya Baghdadi di tangan pasukan komando AS pada Sabtu pekan lalu lebih sebagai konsekuensi logis dari hilangnya kekuasaan geografis NIIS, ditandai dengan jatuhnya Baghouz. Setelah kota Baghouz jatuh, nasib Baghdadi sesungguhnya hanya soal waktu karena sudah tidak memiliki lagi payung perlindungan geografis. Itulah yang terjadi tujuh bulan kemudian, Baghdadi tewas dalam serbuan pasukan komando AS di Desa Barisha, Idlib, di Suriah Barat.
Setelah kota Baghouz jatuh, nasib Baghdadi sesungguhnya hanya soal waktu.
Sejak Baghouz jatuh ke tangan SDF, sejatinya NIIS telah berakhir. Di sisi lain, hal itu memaksa NIIS menata kembali organisasi dan strategi operasinya. Ditengarai sejak April lalu NIIS sudah meletakkan strategi baru yang menjadi acuan bagi operasi NIIS di Irak, Suriah, dan semua sayap cabangnya yang tersebar di Asia, Afrika, dan Eropa.
Strategi baru
Strategi baru NIIS yang disebut strategis pascanegara khilafah terdiri atas empat tahap. Tahap pertama, evaluasi dan proses identifikasi sasaran. Tahap kedua, menetapkan sasaran baru. Tahap ketiga, melaksanakan operasi atas sasaran yang ditetapkan. Tahap keempat, segera mundur dan menghilangkan jejak setelah melaksanakan operasi. Saat ini, setelah Baghouz jatuh dan Baghdadi tewas, NIIS disebut masih dalam tahap pertama.
Pelaksanaan strategi baru itu dipetakan dalam bentuk opsi- opsi. Opsi pertama, berusaha mengontrol kembali wilayah sekecil apa pun di Irak atau Suriah yang akan dipimpin langsung pemimpin baru NIIS, Abu Ibrahim al-Hashimi al-Qurashi.
Wilayah Sinai yang merupakan sayap NIIS di Mesir, Sabtu (2/11/2019), mengumumkan, membaiat Abu Ibrahim al-Hashimi al-Qurashi sebagai pemimpin barunya. Pentagon memprediksi, NIIS masih memiliki 14.000-18.000 milisi yang tersebar di Irak dan Suriah. Menurut Pentagon, sel-sel tidur itu masih mampu melancarkan serangan gerilya di Irak dan juga Suriah.
Opsi kedua, apabila gagal menguasai wilayah di Irak atau Suriah, NIIS akan fokus berusaha menguasai wilayah cabang, seperti wilayah Sahel Afrika, Provinsi Al-Bayda di Yaman, Semenanjung Sinai Utara di Mesir, Khorasan di Afghanistan, Kashmir di India, dan Asia Tenggara.
Sayap NIIS di Khorasan memiliki sekitar 5.000 personel bersenjata.
Pada Mei 2019, NIIS memproklamasikan wilayah India di Kashmir bagian India setelah baku tembak antara milisi NIIS dan pasukan India. Sebelumnya, pada April 2019, NIIS memproklamasikan wilayah Afrika Tengah di Kongo.
Di Asia Tengah, wilayah Khorasan dikenal sebagai basis NIIS. Direktur Dinas Keamanan Federal Rusia Alexander Bortnikov pada 19 Mei 2019 mengatakan, sayap NIIS di Khorasan memiliki sekitar 5.000 personel bersenjata, sebagian besar berada di Afghanistan utara.
Di Asia Tenggara, NIIS mencalonkan wilayah Mindanao di Filipina selatan sebagai wilayah NIIS di kawasan itu. Opsi ketiga, jika NIIS gagal berkembang di berbagai wilayah cabang, NIIS akan memilih menjadi sel-sel kecil tidur yang lebih fokus melancarkan serangan gerilya tanpa harus menguasai wilayah tertentu.
Jika opsi ketiga yang dipilih, sistem organisasi dan operasi NIIS akan lebih bersifat desentralisasi, yaitu sel-sel tidur NIIS yang tersebar di seluruh dunia diberi otoritas sendiri secara luas dalam melancarkan operasi.
Opsi keempat, jika opsi ketiga gagal karena diberangus oleh intelijen dan ditolak masyarakat lokal, NIIS membubarkan diri. Keputusan membubarkan diri pernah diambil Tanzim Ansar al-Shariah di Derna, Libya, pada Mei 2017 dan Tanzim Saraya Difaa Benghazi, Libya, pada Juni 2017 setelah pasukan loyalis Jenderal Khalifa Haftar menguasai dua kota tersebut.
Opsi kelima atau terakhir, apabila NIIS tidak ingin membubarkan diri, NIIS akan berkolaborasi dengan Tanzim al- Qaeda. Kalau opsi ini dipilih, NIIS harus bersedia membaiat pemimpin Tanzim al-Qaeda saat ini, Ayman al-Zawahiri, menjadi pemimpin mereka. Dari kelima opsi itu, opsi pertama dan opsi kedua dinilai sebagai opsi yang paling berpotensi untuk diterapkan.