Pernyataan O’Brien dikeluarkan di tengah berlangsungnya perang dagang lewat kenaikan tarif impor antara AS dan China. Sejak 2018, kedua negara belum menemukan kesepakatan yang berarti.
Oleh
ELSA EMIRIA LEBA
·3 menit baca
BANGKOK, SENIN — Amerika Serikat dan China saling mengecam mengenai keterlibatan masing-masing pihak dalam persoalan di Laut China Selatan. Pada saat yang bersamaan, Beijing bersiap melanjutkan pembicaraan mengenai Kode Tata Perilaku di kawasan tersebut dengan ASEAN.
”Beijing telah menggunakan intimidasi untuk mencoba menghentikan negara-negara ASEAN mengeksploitasi sumber daya di lepas pantai sehingga menghalangi akses ke cadangan minyak dan gas senilai 2,5 triliun dolar AS,” kata Penasihat Keamanan Nasional AS Robert O’Brien dalam KTT ke-35 ASEAN di Bangkok, Thailand, Senin (4/11/2019).
O’Brien merujuk pada perseteruan China dengan Taiwan dan empat anggota ASEAN lainnya, yakni Vietnam, Filipina, Malaysia, dan Brunei Darussalam, yang saling mengklaim kepemilikan atas Laut China Selatan (LCS). Adapun perairan LCS merupakan rute pengiriman utama untuk perdagangan global serta kaya ikan dan cadangan migas.
Pernyataan O’Brien dikeluarkan di tengah berlangsungnya perang dagang lewat kenaikan tarif impor antara AS dan China. Sejak 2018, kedua negara belum menemukan kesepakatan yang berarti.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri China Geng Shuang mengatakan, AS seharusnya tidak ikut campur mengenai masalah LCS.
Beijing juga sedang kesal karena AS dan Jepang melakukan latihan militer bersama selama 24 Oktober-2 November 2019. Tujuannya, demi meningkatkan kemampuan angkatan laut kedua negara untuk menangani ancaman keamanan di kawasan Asia Pasifik.
Lokasi latihan bersama AS dan Jepang tidak dirinci. Namun, perjanjian kedua negara berkomitmen untuk memastikan kebebasan navigasi di Laut China Selatan dan perairan lainnya demi keamanan rute-rute perdagangan internasional.
Anti-asing
Insiden terbaru antarnegara pengklaim di LCS ialah ketika China mengirim kapal Haiyang Dizhi 8 untuk melakukan survei seismik di kawasan tersebut pada awal Juli 2019. Vietnam menuding kapal tersebut melanggar kedaulatan Vietnam dan menuntut Beijing memindahkan kapal-kapalnya dari wilayah itu.
Peneliti Institut Internasional untuk Studi Strategis (IISS), Ha Hoang Hop, berpendapat, China hanya menarik kapal tersebut tak lama setelah kapal Hakuryu-5 menyelesaikan pengeboran di Blok 06.1 milik Vietnam. Blok ini dioperasikan perusahaan minyak Rusia, Rosneft.
”China tidak ingin perusahaan non-ASEAN mengebor minyak di Laut China Selatan. China bertekad menekan Vietnam untuk mengakhiri eksplorasi dan produksi minyak bersama dengan mitra asing di wilayah itu,” kata Hop.
Rosneft tidak mengomentari mengenai insiden tersebut, tetapi salah satu anak perusahaannya sempat menyatakan keprihatinan bahwa pengeboran tersebut dapat mengganggu China. Tahun lalu, perusahaan industri migas milik negara, PetroVietnam, memberitahukan perusahaan energi Spanyol, Repsol, untuk menghentikan proyek minyak lepas pantai akibat tekanan Beijing.
Minggu (3/10/2019), Perdana Menteri China memperbarui seruan untuk menyusun Kode Tata Perilaku (CoC) di LCS dengan ASEAN. ”Saya berharap semua pihak akan secara aktif melakukan konsultasi lanjutan. Semua pihak diharapkan menegakkan perdamaian, persahabatan, dan kerja sama di LCS serta menjaga perdamaian abadi dan stabilitas di kawasan itu,” tutur Li, dikutip dari Xinhua.
Direktur Jenderal Kerja Sama ASEAN Kementerian Luar Negeri Jose Antonio Morato Tavares menambahkan, pembacaan pertama dan kedua draf CoC telah selesai. Seluruh pihak yang bersengketa sedang fokus menyusun substansi CoC yang berkontribusi dalam perdamaian dan stabilitas kawasan.
”Dalam tempo satu tahun belakangan ini, progres CoC sangat cepat. Akan tetapi, kami memperkirakan negosiasi ke depannya akan berat,” ujarnya. (REUTERS/AP)