Hari pertama KTT ASEAN diwarnai perundingan alot para negosiator negara-negara blok dagang RCEP. Indonesia mencoba jadi jembatan.
BANGKOK, KOMPAS - Para pemimpin negara ASEAN dan para mitra mereka memiliki niat politik yang kuat untuk segera menyelesaikan perundingan Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional atau RCEP. Namun, perundingan itu diakui tidak mudah dan diperkirakan baru tahun depan dapat ditandatangani.
Isu perundingan RCEP menjadi isu paling kuat dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Ke-35 ASEAN di Bangkok, Thailand, yang dimulai pada Sabtu (2/11/2019). Isu-isu lama, yakni sengketa Laut China Selatan, krisis Rohingya, dan lain-lain, juga menjadi sorotan.
Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi mengakui tidak mudahnya perundingan mengenai RCEP. Namun, Indonesia sebagai ketua negosiasi RCEP, yang memegang posisi kunci, akan terus berusaha mencari titik temu.
”Kami berusaha terus pada saat-saat terakhir supaya terjadi titik temu dan pada tanggal 4 (November saat penutupan KTT) sudah bisa menghasilkan sesuatu. Namun, negosiasi masih terus dilakukan. Pada titik ini dapat disampaikan bahwa ada progress yang cukup signifikan, tetapi belum concluded,” kata Retno kepada wartawan.
Kami berusaha terus pada saat-saat terakhir supaya terjadi titik temu...
Perundingan RCEP, yang diluncurkan untuk membentuk blok perdagangan bebas di kalangan 10 negara ASEAN dan enam negara kekuatan ekonomi utama (China, Jepang, India, Korea Selatan, Australia, dan Selandia Baru), telah berlangsung tujuh tahun. Para pemimpin ASEAN tahun lalu meminta para menteri perdagangan agar menyelesaikan negosiasi RCEP tahun ini.
Diikuti 16 negara, blok itu mencakup sekitar 45 persen populasi dunia dan sekitar sepertiga produk domestik bruto (PDB) dunia dengan proyeksi perdagangan lebih dari 10,3 triliun dollar AS atau hampir 30 persen dari total perdagangan dunia.
Namun, hingga Sabtu malam, belum ada tanda-tanda para negosiator menyelesaikan perundingan. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut ada beberapa hal yang mengganjal beberapa negara. Menteri Perdagangan Agus Suparmanto berharap RCEP bisa ditandatangani tahun depan.
Meski belum ada titik temu, Retno mengungkapkan, ”Ada kemauan politik besar dari negara-negara RCEP untuk segera menyelesaikan perundingan.”
Ketua Departemen Ekonomi Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Yose Rizal Damuri menilai, tantangan negosiasi RCEP masih besar dan makin rumit. Semakin banyak negara menggunakan kebijakan perdagangan untuk manuver politik mereka.
”Kepemimpinan ASEAN cenderung lemah. Namun, Indonesia punya komitmen untuk menyelesaikan. Presiden juga mem-back up secara penuh. Namun, sayangnya di tingkat kementerian ada lubang karena penggantian kabinet. Thailand juga sama,” kata Yose saat dihubungi secara terpisah.
Jika tidak ada kesepakatan di tingkat menteri, para pemimpin harus mengambil alih.
Kepemimpinan ASEAN cenderung lemah.
Keberatan India
Tuan rumah Thailand berupaya keras mewujudkan tercapainya kesepakatan awal pada akhir tahun ini. Kesepakatan RCEP dirasa mendesak di tengah ancaman melambatnya pertumbuhan kawasan akibat perang dagang AS-China.
Salah satu hambatan utama dalam negosiasi saat ini adalah kekhawatiran India terhadap banjir produk murah dari China jika RCEP disepakati. ”Sebuah fakta bahwa India mengajukan tuntutan baru yang sulit dipenuhi,” kata seseorang yang mengetahui negosiasi India, seperti dikutip Reuters.
Perdana Menteri India Narendra Modi dalam wawancara dengan Bangkok Post menyatakan komitmennya pada negosiasi RCEP. Namun, kata Modi, ”membuka pasar luas di India harus diikuti pembukaan di beberapa area sehingga bisnis kami juga untung”.
Selain diikuti para pemimpin ASEAN, termasuk Presiden Joko Widodo, KTT ASEAN juga bakal dihadiri sejumlah pemimpin, yakni PM Modi, PM Selandia Baru Jacinda Ardern, PM Australia Scott Morrison, PM Rusia Dmitry Medvedev, PM Jepang Shinzo Abe, PM China Li Keqiang, dan Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres. AS hanya mengirim Penasihat Keamanan Nasional Robert O’Brien dan Menteri Perdagangan Wilbur Ross.