Lahan Marjinal di Kalteng Dioptimalkan untuk Pertanian
Pemerintah mengoptimalkan lahan marjinal di Kalimantan Tengah untuk meningkatkan produksi pertanian. Di Palangkaraya, sedikitnya 70 hektar lahan marjinal digunakan untuk menanam padi.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS – Pemerintah mengoptimalkan lahan marjinal di Kalimantan Tengah untuk meningkatkan produksi pertanian. Di Palangkaraya, sedikitnya 70 hektar lahan marjinal karena tingkat asam yang cukup tinggi digunakan untuk menanam padi dan berbagai sayuran. Hasilnya, pada panen perdana menghasilkan 4,9 ton hingga 5,5 ton padi.
Hal itu disampaikan Kepala Dinas Hortikulturan dan Tanaman Pangan Provinsi Kalteng Sunarti di sela-sela acara panen perdana padi di lahan marjinal seluas 50 hektar, Kelurahan Tanjung Pinang, Kota Palangkaraya, Kalteng, Minggu (3/11/2019). Hadir dalam acara itu Gubernur Kalteng Sugianto Sabran.
Sunarti menjelaskan, di Palangkaraya terdapat 70 hektar lahan marjinal karena bercampur gambut. lahan itu kini diolah oleh petani dampingan pemerintah untuk pertanian padi dan beragam komoditas pertanian lainnya. Rinciannya, 20 hektar di Kelurahan Kalampangan untuk sayuran dan 50 hektar di Kelurahan Tanjung Pinang untuk padi.
“Dalam satu tahun ini bisa dipanen dua kali, bibitnya juga dari kami begitu juga pupuknya. Kami sudah carikan varietas yang cocok untuk tanah marjinal ini melalui penelitian sebelumnya,” ungkap Sunarti.
Dalam satu tahun ini bisa dipanen dua kali, bibitnya juga dari kami begitu juga pupuknya. Kami sudah carikan varietas yang cocok untuk tanah marjinal ini melalui penelitian sebelumnya
Menurut Sunarti, sebagian besar tanah marjinal ditinggalkan petani karena tidak mampu menggarapnya. Biasanya, untuk lingkup Kota Palangkaraya, tanah yang disebut juga sub-optimal ini dibuat untuk perumahan.
Pada Minggu pagi, Gubernur Kalteng Sugianto Sabran dan beberapa pejabat daerah melakukan panen perdana di Kelurahan Tanjung Pinang, Kota Palangkaraya di lahan seluas 50 hektar. Hasilnya mereka mendapatkan sekitar 250 ton padi.
Pada tahun 2018, data dari Badan Pusat Statistik Provinsi Kalteng menunjukkan produksi padi mencapai 742.460 ton padi baik ladang maupun sawah. Jumlah itu didapat dari luas lahan sebesar 202.140 hektar lahan di 14 kabupaten/kota.
Gubernur Kalteng Sugianto Sabran mengungkapkan, terdapat lima kabupaten yang menjadi daerah produksi pertanian, yakni, Kabupaten Kapuas, Pulang Pisau, Kotawaringin Timur, Katingan, dan Kota Palangkaraya. Selain beras pihaknya juga tengah menyiapkan komoditas lainnya dalam skema food estate.
“Nanti ada kelapa dalam, ada kakao, ada sayur dan buah-buahan lainnya. Ini yang kami genjot terus,” ungkap Sugianto.
Sugianto menambahkan, masalah utama pertanian salah satunya adalah branding. Banyak beras asli Kalteng yang dikirim dan dibranding di luar Kalteng. Ironinya, beras itu kemudian dijual kembali di Kalteng.
“Sekarang ini bersama bulog, kami brand sendiri. Lalu pemasarannya juga difokuskan untuk kebutuhan lokal dulu baru dikirim keluar, tetapi Kalteng selalu surplus sehingga bisa mengirim keluar dan bahkan kami targetkan akan menjadi penyangga pangan nasional,” ungkap Sugianto.
Norhadi (40), salah satu petani asal Kapuas, mengungkapkan, biasanya padi yang baru panen langsung diborong oleh tengkulak asal Kalimantan Selatan. Bahkan mereka berani memberikan uang muka sebelum panen berlangsung.
“Mereka berani ngasih uang dulu, jauh sebelum panen. Mau tidak mau kami kasih, karena kalau kami bawa padi ke kota dulu ada biaya kirim jadi makin besar biaya operasinya,” ungkap Norhadi.
Norhadi menjelaskan, akses jalan di kampungnya di Mantangai ke Kota Kapuas menempuh perjalanan lebih kurang lebih 1,5 jam sampai dua jam perjalanan darat. Bahkan, beberapa petani harus menggunakan kelotok atau perahu motor untuk membawa padinya. “Lebih baik kami jual ke tengkulak yang datang ke kampung,” ujarnya.