Keputusan Presiden Joko Widodo memilih Jenderal (Pol) Idham Azis sebagai pengganti Jenderal (Pol Purn) Tito Karnavian sebagai Kepala Kepolisian Negara RI bukan sebuah kejutan.
Oleh
MUHAMMAD IKHSAN MAHAR
·4 menit baca
Keputusan Presiden Joko Widodo memilih Jenderal (Pol) Idham Azis sebagai pengganti Jenderal (Pol Purn) Tito Karnavian sebagai Kepala Kepolisian Negara RI bukan sebuah kejutan. Selain memiliki prestasi mumpuni dalam tugas kepolisian, bukan rahasia umum lagi bahwa Idham dan Tito memiliki hubungan personal yang baik.
Dari lima nama yang diajukan Dewan Kepangkatan dan Jabatan Tinggi Polri serta Komisi Kepolisian Nasional kepada Presiden, 22 Oktober 2019, Idham dinilai memiliki pengalaman dan kecakapan yang paling baik dalam isu yang menjadi perhatian Presiden Joko Widodo, yaitu radikalisme dan terorisme.
Pencalonan Idham juga berjalan mulus. Komisi III DPR, Rabu (30/10/2019), secara aklamasi menyetujui Idham sebagai Kepala Polri. Sehari kemudian, persetujuan Komisi III itu disampaikan dalam Sidang Paripurna DPR, yang juga disambut persetujuan.
Pada Jumat (1/11), Presiden Jokowi melantik Idham sebagai Kepala Polri. Pangkat Idham naik menjadi jenderal. Sebelumnya, sebagai Kepala Badan Reserse Kriminal Polri, ia berpangkat komisaris jenderal. Idham baru akan memasuki usia pensiun pada Januari 2021.
Pada saat pelantikan Idham, ada dua sosok yang menjadi saksi penandatanganan berita acara pelantikan, yakni Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto dan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian.
Kerap bekerja sama
Idham banyak menjalankan tugas khusus di bidang terorisme bersama Tito. Idham bersama Tito bekerja bersama sejak peristiwa Bom Bali II, Oktober 2005, dilanjutkan penangkapan salah satu pemimpin kelompok teroris Jamaah Islamiyah, Azahari Husin, November 2005.
Atas prestasi itu, Idham bersama Tito, Petrus Reinhard Golose, dan Rycko Amelza Dahniel mendapat penghargaan kenaikan pangkat luar biasa, dari ajun komisaris besar menjadi komisaris besar oleh Jenderal (Pol Purn) Sutanto, yang saat itu menjabat sebagai Kapolri (humas.polri.go.id, 23/10/2019).
Selain itu, Tito dan Idham juga bekerja bersama dalam pengungkapan sejumlah peristiwa teror di Poso, Sulawesi Tengah, 2005-2007.
Lalu, ketika Tito menjadi Kepala Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri periode 2010-2011, Idham merupakan wakilnya di detasemen Polri berlogo burung hantu itu. Tak hanya itu, sebelum menjabat sebagai Kepala Polri, baik Idham maupun Tito sama-sama pernah menjalankan amanah sebagai Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya. Tito menjabat pada Juni 2015 hingga Maret 2016, sedangkan Idham pada Juli 2017 sampai dengan Januari 2019.
Tito juga memperkenalkan Idham sebagai suksesornya sebagai Kepala Polri.
Ketika jabatan Wakil Kepala Polri kosong seiring pengangkatan Komisaris Jenderal (Purn) Syafruddin sebagai Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Agustus 2018, Idham sempat disebut-sebut akan menduduki jabatan itu. Namun, jabatan itu akhirnya diampu Komjen Ari Dono Sukmanto.
Kedekatan Idham dan Tito terpotret baik ketika serah terima jabatan yang dilakukan Tito sebagai Mendagri, 23 Oktober 2019. Kala melakukan perkenalan dengan sejumlah pejabat utama Kementerian Dalam Negeri, Tito juga memperkenalkan Idham sebagai suksesornya sebagai Kepala Polri.
Ketika disinggung kapabilitas Idham sebagai penerusnya, Tito berkata singkat, ”Saya cukup lama bekerja sama. Setahu saya dia orang yang baik dan tegas.”
Dalam uji kelayakan dan kepatutan di Komisi III DPR, Idham juga memuji dan menyatakan akan melanjutkan sejumlah kebijakan yang telah dicanangkan Tito ketika menjadi Kepala Polri sejak Juli 2016 hingga Oktober 2019. Utamanya, program kepolisian yang profesional, modern, dan terpercaya.
”Saya akan melanjutkan program Pak Tito yang mengutamakan komunikasi dan melarang penggunaan senjata api dalam pengamanan aksi unjuk rasa,” kata Idham terkait salah satu kebijakan Tito yang akan dilanjutkannya.
Idham tentu mengemban harapan besar untuk melanjutkan sejumlah prestasi dan menyelesaikan beberapa ”pekerjaan rumah” Polri.
Sekretaris Komisi Kepolisian Nasional Bekto Suprapto menilai Idham dan Tito memiliki kapabilitas untuk menjadi pemimpin Polri. Keduanya, kata Bekto, berpengalaman bekerja sama dan menjalankan dengan baik tugas-tugas khusus yang diamanahkan kepada mereka. Bekto pernah memimpin Tito dan Idham dalam satuan tugas khusus penanganan teror di Poso.
”Saya tahu mereka sangat akrab dan biasa bekerja sama sejak lama, terutama pada waktu mengatasi aksi teror di Poso dan sekitarnya pada 2005 dan 2006,” kata Bekto yang menjabat Kepala Densus 88 Antiteror Polri pada tahun 2005.
Sebagai penerus Tito, Idham tentu mengemban harapan besar untuk melanjutkan sejumlah prestasi dan menyelesaikan beberapa ”pekerjaan rumah” Polri.